Prospek Industri Hijau Menyongsong Indonesia Emas 2045
loading...
A
A
A
Industri yang berorientasi pada masa depan patut didukung. Bagaimanapun juga, sumber daya alam dan sumber daya manusia, sekalipun memiliki irisan tetap saja memiliki titik pembeda. Tidak seperti sumber daya manusia, dalam sumber daya alam ditemukan fakta kalau jenis ini memiliki keterbatasan dan tidak bisa direproduksi manakala cadangannya telah habis.
Fakta sumber daya alam memiliki keterbatasan, sementara di saat yang sama populasi manusia terus bertambah, membuat konsep green industry semakin relevan untuk ditumbuh kembangkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Hubungan lingkungan alam dengan masa depan ekonomi manusia telah menjadi diskursus panjang para ekonom sejak berabad-abad silam.
Malthus menelaah relasi lingkungan dan masa depan ekonomi manusia lewat usahanya dalam menyelidiki konsekuensi-konsekuensi sosial dari cepatnya pertumbuhan penduduk dalam konteks keterbatasan sumberdaya lingkungan yang menghasilkan bahan pangan terhadap penduduk (Goldblatt, 2015). Ada semacam kekhawatiran jika kelak alam tidak lagi mampu menyediakan bahan pangan di tengah populasi yang terus bertambah.
Dalam konteks seperti inilah gagasan green industry patut dipertahankan dan dikembangkan lantara memiliki nilai ekonomi dan bisnis yang menjanjikan di bawah prinsip-prinsip keberlanjutan. Hal ini dikarenakan penerapan green industry berpeluang menghemat biaya pengelolaan pembuangan limbah dan mengurangi beban biaya penggunaan energi akibat proses transisi energi baru terbarukan (renewable energy).
Selain itu, green industry juga diyakini dapat mengurangi beban biaya dalam konteks kesehatan yang dihasilkan akibat dampak kerusakan lingkungan dan polusi udara. Melalui green industry, upaya untuk menciptakan inovasi yang berkelanjutan di aspek teknologi hijau atau energi baru terbarukan potensial diwujudkan.
Mewujudkan industri yang berkelanjutan memang bukanlah perkara mudah. Perlu waktu dan komitmen politik guna merealisasikannya. Di titik ini, negara perlu mengambil peranan substantif, melalui pembenahan terhadap berbagai sektor serta memperkuat kolaborasi dengan elemen-elemen terkait, sebagai langkah awal dalam melaksanakan energi hijau yang berkelanjutan. Langkah ini menjadi katalisator dalam meningkatkan perekonomian nasional dan ikut mengorbit Indonesia menuju cita-cita emas 2045.
Karena itu, tindakan-tindakan strategis tetap diperlukan untuk mewujudkan green industry yang berkelanjutan. Negara mesti menjamin kelancaran proses pergerakan kapital. Sementara di saat yang sama, pemerintah juga selayaknya mengutamakan praktik manajemen hijau dalam kegiatan ekonomi dan bisnis di berbagai tingkatan industri.
Pada akhirnya, pemerintah mesti menyiapkan stimulus berupa insentif pada pelaku bisnis dan ekonomi yang memiliki komitmen politik dalam menjaga kelestarian lingkungan. Insentif ini diharapkan dapat menarik pelaku usaha lainnya agar berpartisipasi dalam menerapkan prinsip-prinsip green industry. Sebaliknya, para pelaku usaha yang tidak memiliki komitmen politik tersebut, secara tegas harus diberikan disinsentif.
Fakta sumber daya alam memiliki keterbatasan, sementara di saat yang sama populasi manusia terus bertambah, membuat konsep green industry semakin relevan untuk ditumbuh kembangkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Hubungan lingkungan alam dengan masa depan ekonomi manusia telah menjadi diskursus panjang para ekonom sejak berabad-abad silam.
Malthus menelaah relasi lingkungan dan masa depan ekonomi manusia lewat usahanya dalam menyelidiki konsekuensi-konsekuensi sosial dari cepatnya pertumbuhan penduduk dalam konteks keterbatasan sumberdaya lingkungan yang menghasilkan bahan pangan terhadap penduduk (Goldblatt, 2015). Ada semacam kekhawatiran jika kelak alam tidak lagi mampu menyediakan bahan pangan di tengah populasi yang terus bertambah.
Dalam konteks seperti inilah gagasan green industry patut dipertahankan dan dikembangkan lantara memiliki nilai ekonomi dan bisnis yang menjanjikan di bawah prinsip-prinsip keberlanjutan. Hal ini dikarenakan penerapan green industry berpeluang menghemat biaya pengelolaan pembuangan limbah dan mengurangi beban biaya penggunaan energi akibat proses transisi energi baru terbarukan (renewable energy).
Selain itu, green industry juga diyakini dapat mengurangi beban biaya dalam konteks kesehatan yang dihasilkan akibat dampak kerusakan lingkungan dan polusi udara. Melalui green industry, upaya untuk menciptakan inovasi yang berkelanjutan di aspek teknologi hijau atau energi baru terbarukan potensial diwujudkan.
Mewujudkan industri yang berkelanjutan memang bukanlah perkara mudah. Perlu waktu dan komitmen politik guna merealisasikannya. Di titik ini, negara perlu mengambil peranan substantif, melalui pembenahan terhadap berbagai sektor serta memperkuat kolaborasi dengan elemen-elemen terkait, sebagai langkah awal dalam melaksanakan energi hijau yang berkelanjutan. Langkah ini menjadi katalisator dalam meningkatkan perekonomian nasional dan ikut mengorbit Indonesia menuju cita-cita emas 2045.
Karena itu, tindakan-tindakan strategis tetap diperlukan untuk mewujudkan green industry yang berkelanjutan. Negara mesti menjamin kelancaran proses pergerakan kapital. Sementara di saat yang sama, pemerintah juga selayaknya mengutamakan praktik manajemen hijau dalam kegiatan ekonomi dan bisnis di berbagai tingkatan industri.
Pada akhirnya, pemerintah mesti menyiapkan stimulus berupa insentif pada pelaku bisnis dan ekonomi yang memiliki komitmen politik dalam menjaga kelestarian lingkungan. Insentif ini diharapkan dapat menarik pelaku usaha lainnya agar berpartisipasi dalam menerapkan prinsip-prinsip green industry. Sebaliknya, para pelaku usaha yang tidak memiliki komitmen politik tersebut, secara tegas harus diberikan disinsentif.
(poe)