Todung Mulya Lubis: Hak Angket Leluasa Bongkar Kecurangan Pilpres Dibandingkan di MK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Tim Demokrasi dan Keadilan Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis akan terus mendorong hak angket DPR dilaksanakan. Hak angket DPR dinilai lebih leluasa untuk membongkar kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dibandingkan dengan proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia mengatakan, aturan-aturan di MK cenderung kaku dan waktu yang terbatas, yakni hanya 14 hari untuk membuat putusan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden. Contohnya, jumlah saksi dan ahli dibatasi 19 orang dengan waktu yang terbatas yakni 20 menit untuk setiap saksi.
Sementara, jalur angket di DPR bisa memanggil siapa saja untuk dimintai keterangan termasuk presiden. Dari beberapa kali pertemuan dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, katanya, tidak melihat ada keberatan.
Oleh karena itu, hak angket semestinya berjalan, namun perjalanannya mulus atau tidak sangat tergantung pada parpol lain karena tidak cukup hanya mengandalkan PDI Perjuangan.
“Seharusnya jalan hak angket, karena saling isi. Tidak semua kecurangan pilpres bisa dibongkar di MK, mungkin bisa dibongkar di hak angket yang forumnya tidak kaku,” kata Todung dikutip dari kanal Abraham Samad “Speak Up,” Sabtu (30/3/2024).
Todung menambahkan, hak angket untuk kepentingan semua pihak dan dorongan untuk terlaksananya angket datang dari berbagai kalangan seperti akademisi (guru besar) Universitas Indonesia (UI), UGM, budayawan, dan seniman.
“Saya tidak mengerti kalau ini tidak berjalan, UGM sudah bergerak, UI juga sudah berjalan, seniman, budayawan. PDI Perjuangan suaranya besar tapi tidak cukup, perlu parpol lain. PPP, Nasdem, PKB, PKS, saya tidak berani berspekulasi, tapi harusnya mereka bagian dari hak angket,” pungkas Todung.
Lihat Juga: Alexander Marwata Gugat Pasal Larangan Pimpinan KPK Berhubungan dengan Pihak Berperkara ke MK
Dia mengatakan, aturan-aturan di MK cenderung kaku dan waktu yang terbatas, yakni hanya 14 hari untuk membuat putusan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden. Contohnya, jumlah saksi dan ahli dibatasi 19 orang dengan waktu yang terbatas yakni 20 menit untuk setiap saksi.
Sementara, jalur angket di DPR bisa memanggil siapa saja untuk dimintai keterangan termasuk presiden. Dari beberapa kali pertemuan dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, katanya, tidak melihat ada keberatan.
Oleh karena itu, hak angket semestinya berjalan, namun perjalanannya mulus atau tidak sangat tergantung pada parpol lain karena tidak cukup hanya mengandalkan PDI Perjuangan.
“Seharusnya jalan hak angket, karena saling isi. Tidak semua kecurangan pilpres bisa dibongkar di MK, mungkin bisa dibongkar di hak angket yang forumnya tidak kaku,” kata Todung dikutip dari kanal Abraham Samad “Speak Up,” Sabtu (30/3/2024).
Todung menambahkan, hak angket untuk kepentingan semua pihak dan dorongan untuk terlaksananya angket datang dari berbagai kalangan seperti akademisi (guru besar) Universitas Indonesia (UI), UGM, budayawan, dan seniman.
“Saya tidak mengerti kalau ini tidak berjalan, UGM sudah bergerak, UI juga sudah berjalan, seniman, budayawan. PDI Perjuangan suaranya besar tapi tidak cukup, perlu parpol lain. PPP, Nasdem, PKB, PKS, saya tidak berani berspekulasi, tapi harusnya mereka bagian dari hak angket,” pungkas Todung.
Lihat Juga: Alexander Marwata Gugat Pasal Larangan Pimpinan KPK Berhubungan dengan Pihak Berperkara ke MK
(rca)