MK Kabulkan Sebagian Gugatan Gubernur Jambi, Jabatan Daerah Harus 5 Tahun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi ( MK ) mengabulkan sebagian gugatan dari Gubernur Jambi Al Haris dan 12 Kepala Daerah lainnya. Gugatan tersebut, terkait Pasal 201 ayat 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Sidang perkara tersebut masuk dalam putusan nomor 27/PUU-XXII/2024 yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (20/3/2024).
Para pemohon terpilih sebagai kepala daerah dari hasil Pilkada 2019 dan baru dilantik pada 2020. Mereka merasa dirugikan dan dilanggar hak konstitusionalnya sebagai kepala daerah karena masa jabatannya terpotong atau tidak penuh 5 tahun.
Dalam putusan tersebut, MK menilai kerugian konstitusional yang dialami oleh para pemohon berupa pemotongan masa jabatan bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah yang dipilih pada 2018 tetapi baru dilantik pada 2019 karena menunggu berakhirnya masa jabatan kepala daerah atau wakil kepala daerah sebelumnya.
"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, ketentuan norma Pasal 201 ayat (7) UU 10/2016 telah ternyata bertentangan dengan prinsip negara hukum, bertentangan dengan persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, menimbulkan ketidakpastian hukum, serta melanggar prinsip pemilihan dan prinsip demokrasi yang dijamin dalam UUD 1945 sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Sementara itu, berkenaan dengan norma Pasal 201 ayat (8) dan ayat (9) UU Nomor 10 Tahun 2016, Saldi mengatakan hal itu tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum, persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, kepastian hukum, serta prinsip pemilihan dan prinsip demokrasi yang dijamin dalam UUD 1945 bukan sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon. Dengan demikian, dalil-dalil permohonan para Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo.
Sementara itu, terhadap putusan MK tersebut, terdapat pendapat berbeda atau dissenting opinion dari satu hakim konstitusi yaitu hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
"Menyampaikan bahwa Mahkamah semestinya melanjutkan pemeriksaan perkara a quo ke tahap sidang pleno untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif," katanya.
Para pemohon terpilih sebagai kepala daerah dari hasil Pilkada 2019 dan baru dilantik pada 2020. Mereka merasa dirugikan dan dilanggar hak konstitusionalnya sebagai kepala daerah karena masa jabatannya terpotong atau tidak penuh 5 tahun.
Dalam putusan tersebut, MK menilai kerugian konstitusional yang dialami oleh para pemohon berupa pemotongan masa jabatan bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah yang dipilih pada 2018 tetapi baru dilantik pada 2019 karena menunggu berakhirnya masa jabatan kepala daerah atau wakil kepala daerah sebelumnya.
"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, ketentuan norma Pasal 201 ayat (7) UU 10/2016 telah ternyata bertentangan dengan prinsip negara hukum, bertentangan dengan persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, menimbulkan ketidakpastian hukum, serta melanggar prinsip pemilihan dan prinsip demokrasi yang dijamin dalam UUD 1945 sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Sementara itu, berkenaan dengan norma Pasal 201 ayat (8) dan ayat (9) UU Nomor 10 Tahun 2016, Saldi mengatakan hal itu tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum, persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, kepastian hukum, serta prinsip pemilihan dan prinsip demokrasi yang dijamin dalam UUD 1945 bukan sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon. Dengan demikian, dalil-dalil permohonan para Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo.
Sementara itu, terhadap putusan MK tersebut, terdapat pendapat berbeda atau dissenting opinion dari satu hakim konstitusi yaitu hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
"Menyampaikan bahwa Mahkamah semestinya melanjutkan pemeriksaan perkara a quo ke tahap sidang pleno untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif," katanya.
(abd)