Masyarakat Hukum Adat dalam Era RI 4.0

Selasa, 02 Oktober 2018 - 08:15 WIB
Masyarakat Hukum Adat dalam Era RI 4.0
Masyarakat Hukum Adat dalam Era RI 4.0
A A A
Ismudi Muchsin
Guru Besar Emeritus MSP-FPIK Institut Pertanian Bogor

DALAM tulisan ini, saya sengaja menuliskan tentang bagaimana masyarakat adat harus beradaptasi dengan perubahan waktu. Kita paham bahwa keberadaan masyarakat adat tidak hanya memenuhi unsur simbolik yang keberadaannya diakui, tapi harus menjadi episentrum tema pembangunan.Walau diakui bahwa saat ini entitas adat sering diangkat sebagai komoditas dari era Revolusi Industri 4.0 terutama dalam sektor wisata. Dengan kondisi seperti itu, keberadaan masyarakat hukum adat menjadi titel kuat dalam ekonomi nasional.
Walau saya belum punya data detail tentang berapa kontribusi riil dari potensi ini pada pengembangan wisata, saya berkeyakinan bahwa masyarakat hukum adat dengan nilai-nilai dan budaya serta kebudayaannya menjadi aset berharga masa depan bangsa. Fakta pengakuan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat menjadi modal penting bagi transformasi di era Revolusi Industri 4.0. Tidak hanya di level nasional, keberadaan masyarakat hukum adat secara global diakui Bank Dunia, PBB, serta SDGs. SDGs mendorong upaya pemberdayaan dan pengentasan masyarakat hukum adat dari ketertinggalan dan keterbelakangan cara hidup mereka, serta melindungi mereka dari dampak negatif dari pembangunan.

Kedudukan dan Masyarakat Hukum Adat

Seperti apa sesungguhnya keberadaan masyarakat hukum adat dalam tatanan global saat dihadapkan pada transformasi digital? Beberapa hal menunjukkan kedudukan masyarakat hukum adat diakui berkaitan hak asasi manusia, kehutanan, pendidikan, sumber daya air, lingkungan hidup, pengelolaan pesisir, tata kelola desa, perikanan, kelautan.

Pertama, dalam Pasal 6 ayat 2 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dinyatakan “identitas budaya masyarakat hukum adat termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman”. Untuk itu, penting menghormati masyarakat hukum adat pada level yang sama dengan hak asasi manusia. Kedua, masyarakat hukum adat di area hutan diakui keberadaannya, hak, dan melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan.Melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasar hukum adat yang berlaku, dan pemberdayaan. Selain itu masyarakat hukum adat berkewajiban memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan, mengelola, memelihara dan menjaga kawasan hutan.
Ketiga, dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu pasal 5 ayat 3 yang berbunyi: “Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.” Dalam praktiknya, persoalan kesediaan tenaga pendidik, distribusi, sarana, kualitas sarana, kualitas dan kompetensi guru, serta aksesibilitas memang sering kali terbatas. Kondisi ini menyebabkan sangat sedikit orang yang mau berkorban untuk memperjuangkan pendidikan masyarakat hukum adat di daerah terpencil.

Keempat, pada Pasal 6 ayat 2 dan ayat 3 UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menjelaskan dalam pengelolaan sumber daya air, pemerintah tetap mengakui dan menghormati hak ulayat masyarakat hukum adat. Namun, praktik kooperatif terhadap sumber daya air akhir-akhir ini cenderung mengamputasi pemerataan akses terhadap air. Kelima, dalam sektor perikanan, UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dinyatakan bahwa masyarakat hukum adat termasuk masyarakat sebagai nelayan kecil yang miskin. Jadi rumusan Pasal 28 ayat 4 pada UU tersebut berlaku untuk masyarakat hukum adat.

Keenam, dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat. Ketujuh, UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K) membebaskan masyarakat hukum adat dari kewajiban memiliki izin untuk memanfaatkan ruang sebagian perairan pesisir dan sebagian pulau-pulau kecil dan pemanfaatan sumber daya perairan dan perairan dari pulau-pulau kecil.

Kedelapan, dalam konteks pedesaan, UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, diakui (Pasal 6 ayat 1 dan 2) bahwa desa adat merupakan hasil penataan dari masyarakat hukum adat, oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota. Serta kesembilan, dalam UU Perkebunan, keperluan lahan ini usaha perkebunan kemungkinan besar dimana melewati/memakai lahan yang dikuasai masyarakat hukum adat. Apabila hal ini terjadi maka pejabat yang berwenang dilarang menerbitkan izin usaha perkebunan, kecuali telah terjadi/tercapai persetujuan antara masyarakat hukum adat.

Transformasi dengan RI 4.0

Dalam era disruptif saat ini, setidaknya ada tiga perspektif transformasi masyarakat adat dalam Revolusi Industri 4.0. Pertama, kecepatan teknologi informasi menampilkan posisi masyarakat adat berhadapan dengan lawan yang tidak terlihat. Eksistensi budaya, kebudayaan, dan nilai-nilai masyarakat adat menjadi tameng yang berhadapan dengan nilai-nilai keterbukaan yang kemudian dapat menghilangkan nilai kesakralan atau uniqness nilai-nilai adat. Kedua, kooptasi kultural, nilai dan aset masyarakat hukum adat yang tidak memberikan dampak signifikan.Bahkan banyak masyarakat hukum adat yang tidak mendapatkan keuntungan sama sekali ketika korporasi mampu memasarkan dalam satu paket destinasi. Dalam kondisi ini perlu adanya share economic value dengan masyarakat adat dari belanja dan transaksi digital. Kini hak masyarakat adat tidak lagi hanya pengakuan, tetapi keadilan dalam menerima manfaat dari transformasi Revolusi Industri 4.0.Ketiga, adaptasi Revolusi Industri 4.0 berkeadilan harus diwujudkan sebagai instrumen pendapatan domestik bruto. Eksistensi nilai, budaya, dan kebudayaan menjadi aset masyarakat adat yang akan mengurangi ketergantungan masyarakat adat dari perusakan ekosistem dan lingkungan. Dengan demikian, transformasi digital RI 4.0 dalam masyarakat hukum adat tetap mampu menjamin kelestarian ekosistem, sumber daya dan nilai yang ada dalam masyarakat hukum adat sehingga tetap sustain dalam jangka panjang.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3310 seconds (0.1#10.140)