Tujuh Anggota PPLN Kuala Lumpur Didakwa Palsukan Data Pemilih
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa tujuh anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia memalsukan data dan daftar pemilih Pemilu 2024 di lokasi tersebut.
Hal itu sebagaimana surat dakwaan JPU terhadap tujuh anggota PPLN Kuala Lumpur yang terdiri dari Ketua PPLN Kuala Lumpur, Umar Faruk; Koordinator Divisi Keuangan PPLN KL, Tita Oktavia Cahya Rahayu; dan Koordinator Divisi Data dan Informasi PPLN KL, Diky Saputra.
Kemudian, Koordinator Divisi SDM PPLN KL, Aprijon; Koordinator Divisi Sosialisasi PPLN KL, A. Khalil; Koordinator Divisi Teknis Peyelenggaraan, A. Khalil, dan Koordinator Divisi Logistik, Masduki Khamdan Muchamad.
"Telah dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh, yang melakukan atau yang turut serta melakukan," kata JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024).
Berdasarkan surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, dalam penyusunan daftar pemilih bagi pemilih luar negeri di Kuala Lumpur para terdakwa selaku PPLN KL menerima Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada minggu kedua bulan Februari 2023 yang kemudian di-upload ke Sistem Data Pemilih (Sidalih) KPU RI sejumlah 493.856 untuk dilakukan pencocokan dan penelitian data (coklit).
"Para terdakwa selaku PPLN Kuala Lumpur melakukan rekruitmen Petugas Pemutakhiran Data Pemilih Luar Negeri (Pantarlih LN) pada tanggal 4-12 Februari 2023 dan ditetapkan berdasarkan Keputusan Panitia Pemilihan Luar Negeri Kuala Lumpur Nomor 001/078 tahun 2023 tentang Penetapan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih Luar Negeri Untuk Pemilihan Umum tahun 2024 di Luar Negeri sebanyak 683 orang," ujarnya.
Singkatnya, dari DP4 sebanyak 493.856 pemilih, daftar Pemilih yang berhasil dilakukan coklit oleh pantarlih hanya sebanyak 64.148 pemilih. Hal di atas kemudian mendapat komplain dari perwakilan parpol saat rapat pleno DPS.
"Sehingga terjadi perdebatan antara perwakilan Parpol dengan PPLN KL, namun PPLN KL mengambil keputusan agar data DP4 yang belum tercoklit dijadikan DPS dikurangi data tidak memenuhi syarat (TMS) dtambah dengan yang dicoklit sehingga hasil akhir yang ditetapkan menjadi DPS sebanyak 491.152 pemilih," ucapnya.
"Yang mana hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena penetapan DPS harus berdasarkan Data Hasil Coklit yang telah diverivikasi," ssmbungnya.
Lebih lanjut, JPU menjelaskan, para terdakwa telah mengetahui jika perubahan dan pengalihan data pemilih itu tidak valid.
JPU mengatakan tindakan itu mengakibatkan alamat dan nomor kontak daftar pemilih menjadi tidak jelas. "Bahwa para Terdakwa telah mengetahui bahwa daftar pemilih yang mereka kelola
sudah tidak valid sejak tahap penetapan DPS, namun para Terdakwa tetap melakukan perubahan data dari Metode pengambilan suara TPS-LN dan mengalihkan ke metode pangambilan suara Kotak Suara Keliling (KSK) dan Metode Pos, sehingga banyak pemilih dalam daftar yang tidak jelas alamat dan nomor kontaknya," paparnya.
"Tindakan para Terdakwa mengalihkan data dari DPT TPS ke DPT KSK dan DPT Pos hanya berdasarkan permintaan Perwakilan Parpol tanpa dilengkapi dengan dokumen autentik," tambahnya.
Atas perbuatan mereka, terdakwa disangkakan melanggar Pasal 544 dan atau Pasal 545 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Lihat Juga: Bawaslu Sudah Bersurat ke Mensesneg Terkait Endorse Prabowo ke Ahmad Lutfi-Taj Yasin, Apa Isinya?
Hal itu sebagaimana surat dakwaan JPU terhadap tujuh anggota PPLN Kuala Lumpur yang terdiri dari Ketua PPLN Kuala Lumpur, Umar Faruk; Koordinator Divisi Keuangan PPLN KL, Tita Oktavia Cahya Rahayu; dan Koordinator Divisi Data dan Informasi PPLN KL, Diky Saputra.
Kemudian, Koordinator Divisi SDM PPLN KL, Aprijon; Koordinator Divisi Sosialisasi PPLN KL, A. Khalil; Koordinator Divisi Teknis Peyelenggaraan, A. Khalil, dan Koordinator Divisi Logistik, Masduki Khamdan Muchamad.
"Telah dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh, yang melakukan atau yang turut serta melakukan," kata JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024).
Berdasarkan surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, dalam penyusunan daftar pemilih bagi pemilih luar negeri di Kuala Lumpur para terdakwa selaku PPLN KL menerima Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada minggu kedua bulan Februari 2023 yang kemudian di-upload ke Sistem Data Pemilih (Sidalih) KPU RI sejumlah 493.856 untuk dilakukan pencocokan dan penelitian data (coklit).
"Para terdakwa selaku PPLN Kuala Lumpur melakukan rekruitmen Petugas Pemutakhiran Data Pemilih Luar Negeri (Pantarlih LN) pada tanggal 4-12 Februari 2023 dan ditetapkan berdasarkan Keputusan Panitia Pemilihan Luar Negeri Kuala Lumpur Nomor 001/078 tahun 2023 tentang Penetapan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih Luar Negeri Untuk Pemilihan Umum tahun 2024 di Luar Negeri sebanyak 683 orang," ujarnya.
Singkatnya, dari DP4 sebanyak 493.856 pemilih, daftar Pemilih yang berhasil dilakukan coklit oleh pantarlih hanya sebanyak 64.148 pemilih. Hal di atas kemudian mendapat komplain dari perwakilan parpol saat rapat pleno DPS.
"Sehingga terjadi perdebatan antara perwakilan Parpol dengan PPLN KL, namun PPLN KL mengambil keputusan agar data DP4 yang belum tercoklit dijadikan DPS dikurangi data tidak memenuhi syarat (TMS) dtambah dengan yang dicoklit sehingga hasil akhir yang ditetapkan menjadi DPS sebanyak 491.152 pemilih," ucapnya.
"Yang mana hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena penetapan DPS harus berdasarkan Data Hasil Coklit yang telah diverivikasi," ssmbungnya.
Lebih lanjut, JPU menjelaskan, para terdakwa telah mengetahui jika perubahan dan pengalihan data pemilih itu tidak valid.
JPU mengatakan tindakan itu mengakibatkan alamat dan nomor kontak daftar pemilih menjadi tidak jelas. "Bahwa para Terdakwa telah mengetahui bahwa daftar pemilih yang mereka kelola
sudah tidak valid sejak tahap penetapan DPS, namun para Terdakwa tetap melakukan perubahan data dari Metode pengambilan suara TPS-LN dan mengalihkan ke metode pangambilan suara Kotak Suara Keliling (KSK) dan Metode Pos, sehingga banyak pemilih dalam daftar yang tidak jelas alamat dan nomor kontaknya," paparnya.
"Tindakan para Terdakwa mengalihkan data dari DPT TPS ke DPT KSK dan DPT Pos hanya berdasarkan permintaan Perwakilan Parpol tanpa dilengkapi dengan dokumen autentik," tambahnya.
Atas perbuatan mereka, terdakwa disangkakan melanggar Pasal 544 dan atau Pasal 545 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Lihat Juga: Bawaslu Sudah Bersurat ke Mensesneg Terkait Endorse Prabowo ke Ahmad Lutfi-Taj Yasin, Apa Isinya?
(maf)