Revolusi Industri 4.0 dalam Dunia Kesehatan

Senin, 10 September 2018 - 16:33 WIB
Revolusi Industri 4.0...
Revolusi Industri 4.0 dalam Dunia Kesehatan
A A A
Irvan Tanpomas
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

PADA 1936 Alan Turing, seorang ahli matematika berkebangsaan Inggris, menerbitkan makalah berjudul “On Computable Numbers, With an Application to the Entscheidungsproblem”, makalah yang dianggap sebagai dokumen pencipta era komputer. Dan pemikiran pemecahan masalah dalam makalah tersebut menjadi dasar dari model komputasi yang dinamakan algoritma, yaitu bahasa pemrograman komputer.

Perkembangan teknologi pun berjalan seiring perkembangan algoritma. Cerita kehidupan dari Alan Turing didokumentasikan dalam film “The Imitation Game” pada 2014 yang diperankan oleh Benedict Cumberbatch.

Perkembangan teknologi tidak dapat dimungkiri telah mengubah kehidupan umat manusia dari tiap zaman. Setiap hari kehidupan kita bersinggungan dengan teknologi, baik itu telepon genggam, media sosial atau bahkan peralatan rumah tangga. Dalam perkembangan teknologi terdapat istilah industri 1.0, industri 2.0, industri 3.0, industri 4.0. Industri 1.0 dimulai dengan penemuan mesin uap oleh James Watt (1763) dan memulai revolusi industri di seluruh dunia.

Industri 2.0 dimulai dengan penemuan sumber energi baru seperti listrik oleh Thomas Alfa Edison (1882), gas, dan minyak bumi. Metode berkomunikasi berubah dengan ditemukannya telegram dan telepon.

Sarana transportasi juga berubah dengan ditemukannya mobil dan pesawat pada awal abad ke-20. Industri 3.0 ditandai dengan berkembangnya sektor elektronik, teknologi informasi (transistor, mikroprosesor, telepon genggam, dan komputer) serta proses automatisasi di mana robot dan mesin mulai menggantikan peran manusia.

Terakhir adalah industri 4.0. Perkembangan internet telah memulai revolusi industri 4.0. Dengan internet, suatu proses produksi dapat diatur secara virtual dan saling terkoneksi dengan adanya sistem komputasi awan (Cloud), analisis data, dan IoT (internet of things).

Industri 4.0 mengenalkan istilah Smart Factory, yaitu sistem memonitor proses produksi suatu pabrik dengan membuat keputusan desentralisasi, bekerja secara otomatis. berkomunikasi dan berhubungan dengan manusia secara langsung melalui jaringan nirkabel.

Dari tiap masa, ilmu kesehatan selalu mengalami perkembangan secara revolusioner. Dimulai dari ditemukannya stetoskop (1816), rontgen (1895), dan magnetic resonance imaging (1978), saat ini kecerdasan buatan yang memimpin perkembangan selanjutnya. Dalam industri kesehatan, beberapa perusahaan teknologi telah mengembangkan produk mereka dengan menggunakan kecerdasan buatan untuk memproses data-data yang dikumpulkan dari pasien.

Perusahaan besar seperti IBM (International Business Machine) sejak 2015 telah meluncurkan Watson Health dengan tujuan yang jelas, yaitu mencari jalan terbaik untuk membawa kecerdasan buatan dan teknologi membantu pekerja di sektor kesehatan mengatasi masalah di bidang kesehatan.

Pendekatan yang dilakukan oleh Watson dengan adanya perkembangan pengetahuan di bidang kedokteran setiap tahun melalui berbagai penelitian tidak ada dokter yang dapat mengikuti semua perkembangan tersebut di mana setiap pasien dapat memberikan data kesehatan pribadi yang sangat berharga. Watson mengumpulkan semua data yang ada dan menemukan korelasi yang relevan dalam hal yang tidak dapat dilakukan seorang dokter.

Beberapa area yang diyakini IBM telah memberikan manfaat adalah pengaturan kadar gula darah yang lebih baik pada penderita diabetes melitus (kencing manis), pengambilan keputusan pengobatan yang sesuai pada pasien kanker, penemuan pengobatan yang baru dan penting pada penyakit kronis seperti ALS (amyotrophic lateral sclerosis), dan parkinson.

Secara spesifik Watson fokus pada bidang kanker (Watson for Oncology) dengan tujuan memaksimalkan kecerdasan buatan dari data yang didapat. Sampai akhir Juni 2018, sudah ada 230 rumah sakit dan organisasi kesehatan yang mencakup 84.000 pasien bekerja sama dengan Watson.

Pro dan kontra terjadi dalam penggunaan Watson. Dalam beberapa artikel yang dimuat dalam jurnal kedokteran seperti The Oncologist, Neurology, Acta Neuropathologica, Annals of Oncology para peneliti mengumpulkan data dari pasien dan mencari hubungan baru dengan data dari berbagai literatur. Hasil analisis yang dilakukan Watson akan memberikan rekomendasi yang menjadi bahan pertimbangan alternatif pengobatan.

Di luar hal itu terdapat beberapa pihak yang kontra dan kecewa terhadap penggunaan Watson seperti rumah sakit pendidikan di Giessen dan Marburg yang berada di Jerman. Menurut mereka Watson adalah eksperimen yang gagal. Jika dokter memasukkan data pasien yang menderita nyeri dada, Watson tidak memberikan diagnosis angina pectoris (serangan jantung) atau diseksi aorta (robeknya aorta), hasil yang keluar adalah penyakit infeksi yang langka.

Menurut IBM, hal ini terjadi karena adanya identifikasi bahasa yang tidak sesuai. Semua data pasien termasuk tulisan dari dokter, hasil laboratorium dipindai dan data akan dianalisis. Ungkapan kalimat yang biasa digunakan oleh dokter seperti “tidak dapat disingkirkan” merupakan hal yang rumit untuk diinterpretasi oleh Watson.

Walaupun begitu dengan bertambahnya publikasi ilmiah dan jumlah rumah sakit yang menggunakan Watson terus bertambah, IBM percaya bahwa Watson berada pada jalur yang benar.

Dokter Kehilangan Pekerjaan?
Bagaimana dengan perusahaan teknologi lainnya seperti Google, Apple, Amazon, dan perusahaan rintisan lainnya? Sejak 2015, Google telah membuat divisi anak usaha dengan nama Verily (sebelumnya bernama Google Life Sciences).

Verily fokus dalam pengumpulan, pengorganisasian data kesehatan, dan menggunakan hasil analisis dari data tersebut untuk memberikan penanganan secara holistis seperti pemantauan kadar gula darah dengan lensa kontak yang memiliki sensor, program sterilisasi nyamuk aedes aegypti sebagai vektor pembawa penyakit demam berdarah dengan melepaskan nyamuk yang steril, operasi dengan bantuan robot cerdas, dan proyek menarik lainnya. Bahkan perusahaan lain seperti Philips, perusahaan yang kita kenal sebagai produsen lampu ini telah menjual bisnis lampunya dan fokus ke industri kesehatan.

Sangat menarik jika kita bayangkan bagaimana kemajuan yang dapat dicapai oleh teknologi dalam beberapa tahun ke depan. Jika selama ini kita mendapat pengobatan secara konvensional, dengan perkembangan teknologi kita dapat mencapai apa yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh umat manusia.

Ada anggapan bahwa profesi dokter akan mengalami persaingan. Jika dahulu dokter yang menentukan semua diagnosis dan pengobatan, sekarang pasien dapat mencari semua informasi secara bebas tanpa bergantung dengan dokter.

Dengan adanya program kecerdasan Watson, pasien tidak perlu bertemu dokter dan pergi ke rumah sakit. Hanya dengan memasukkan data-data ke dalam program Watson, pasien dapat memperoleh informasi mengenai diagnosis dan pilihan pengobatan yang dapat dipilih.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi telah mengubah industri kesehatan secara radikal. Hal ini tentu menimbulkan kecemasan pada para praktisi kesehatan bahwa pelayanan kedokteran konvensional yang menekankan adanya tatap muka antara dokter dan pasien akan hilang.

Namun manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi antarmanusia dengan manusia lainnya. Sisi humanis manusia tentu tidak dapat hilang dengan adanya interaksi antara dokter dan pasien.

Program kecerdasan buatan tentu tidak dapat menggantikan peran manusia seutuhnya. Program kecerdasan buatan tidak dibikin secara spesifik untuk menggantikan posisi manusia. Manusialah yang akan memegang peranan penting dalam penggunaan kecerdasan buatan dalam pelayanan kesehatan.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0921 seconds (0.1#10.140)