Omnibus Law Cipta Kerja, Mengakomodasi Berbagai Kepentingan
loading...
A
A
A
Kelompok buruh dalam industri padat karya dan pekerja sektor informal saat ini mengalami masalah dari sisi keberlangsungan pekerjaan yang tidak pasti, jaminan kesehatan maupun pensiun yang belum optimal. Ancaman keberlangsungan pekerjaan terkait dengan fenomena outsourcing dan mekanisme antisipasi risiko perusahaan terhadap masalah ketenagakerjaan dengan pemberlakuan kontrak kerja jangka pendek merupakan masalah yang saat ini dikhawatirkan pekerja di Indonesia.
Investor yang akan menanamkan modal dengan mengembangkan perusahaan di Indonesia, terutama jenis investasi padat kerja menganggap masalah ketenagakerjaan di negara ini membebani mereka. Biaya tenaga kerja menjadi lebih mahal karena harus ada perlindungan terhadap pekerja dalam jangka panjang, sementara mereka dihadapkan pada siklus bisnis yang semakin tidak pasti.
Solusi Saling Menguntungkan
Tidak mudah menentukan sebuah solusi yang mampu mengakomodasi kepentingan investor dan buruh dengan porsi yang adil. Hal ini dikarenakan posisi buruh yang lemah karena perubahan lanskap bisnis. Struktur pekerja di Indonesia yang didominasi oleh pekerja dengan ketrampilan rendah dan bekerja di sektor informal. Perlindungan terhadap pekerja di Indonesia yang saat ini sebenarnya sudah mulai mapan menjadi terganggu karena poin-poin pasal dalam Omnibus law Cipta Kerja yang merugikan buruh.
Beberapa solusi saling menguntungkan yang bisa didiskusikan di DPR terkait dengan pembahasan RUU Cipta Kerja, antara lain: pertama, melibatkan kelompok buruh dalam pembahasan RUU tersebut. Pada saat draft RUU itu disusun pemerintah tim perumus didominasi oleh pengusaha, akademisi dan pemerintah sedangkan kelompok buruh kurang terakomodasi. Hal ini bisa diperbaiki saat pembahasan di DPR sehingga buruh bisa memperjuangkan kepentingan mereka di lembaga legislatif.
Kedua, fokus pembahasan diutamakan untuk memperbaiki masalah perizinan investasi yang sebenarnya lebih mendominasi munculnya 'biaya siluman' yang harus dikeluarkan oleh investor. Ekonomi biaya tinggi dalam proses perizinan investasi yang penuh dengan korupsi ini sebenarnya justru lebih membebani pengusaha dibandingkan dengan masalah buruh.
Ketiga, penyederhanaan izin investasi untuk UMKM juga diutamakan. Hal ini dikarenakan sektor UMKM ini bisa menjadi exit yang baik bagi masalah ketenagakerjaan di Indonesia, karena melakukan transformasi dari pekerja menjadi wirausahawan yang paling memungkinkan adalah melalui bisnis UMKM. Kemudahan dan kejelasan regulasi UMKM juga bisa melindungi kepentingan pekerja sektor informal.
Investor yang akan menanamkan modal dengan mengembangkan perusahaan di Indonesia, terutama jenis investasi padat kerja menganggap masalah ketenagakerjaan di negara ini membebani mereka. Biaya tenaga kerja menjadi lebih mahal karena harus ada perlindungan terhadap pekerja dalam jangka panjang, sementara mereka dihadapkan pada siklus bisnis yang semakin tidak pasti.
Solusi Saling Menguntungkan
Tidak mudah menentukan sebuah solusi yang mampu mengakomodasi kepentingan investor dan buruh dengan porsi yang adil. Hal ini dikarenakan posisi buruh yang lemah karena perubahan lanskap bisnis. Struktur pekerja di Indonesia yang didominasi oleh pekerja dengan ketrampilan rendah dan bekerja di sektor informal. Perlindungan terhadap pekerja di Indonesia yang saat ini sebenarnya sudah mulai mapan menjadi terganggu karena poin-poin pasal dalam Omnibus law Cipta Kerja yang merugikan buruh.
Beberapa solusi saling menguntungkan yang bisa didiskusikan di DPR terkait dengan pembahasan RUU Cipta Kerja, antara lain: pertama, melibatkan kelompok buruh dalam pembahasan RUU tersebut. Pada saat draft RUU itu disusun pemerintah tim perumus didominasi oleh pengusaha, akademisi dan pemerintah sedangkan kelompok buruh kurang terakomodasi. Hal ini bisa diperbaiki saat pembahasan di DPR sehingga buruh bisa memperjuangkan kepentingan mereka di lembaga legislatif.
Kedua, fokus pembahasan diutamakan untuk memperbaiki masalah perizinan investasi yang sebenarnya lebih mendominasi munculnya 'biaya siluman' yang harus dikeluarkan oleh investor. Ekonomi biaya tinggi dalam proses perizinan investasi yang penuh dengan korupsi ini sebenarnya justru lebih membebani pengusaha dibandingkan dengan masalah buruh.
Ketiga, penyederhanaan izin investasi untuk UMKM juga diutamakan. Hal ini dikarenakan sektor UMKM ini bisa menjadi exit yang baik bagi masalah ketenagakerjaan di Indonesia, karena melakukan transformasi dari pekerja menjadi wirausahawan yang paling memungkinkan adalah melalui bisnis UMKM. Kemudahan dan kejelasan regulasi UMKM juga bisa melindungi kepentingan pekerja sektor informal.
(maf)