Roy Suryo Pertanyakan Sertifikasi Sirekap KPU
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerhati Telematika Roy Suryo mempertanyakan kinerja alat bantu perhitungan suara Pemilu 2024 yakni Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebab, katanya, banyak pihak menemukan adanya kendala pada Sirekap dalam menginput data perhitungan suara.
"Namun apa yang terjadi hari-hari ini memang sangat mengecewakan (kalau tidak disebut sebagai 'memalukan'), karena sistem yang termasuk bagian dalam anggaran puluhan triliun biaya Pemilu 2024 ini sangat sering bisa (men) salah (kan) angka manual yang ditulis oleh petugas di lapangan. Misalnya angka satu menjadi empat atau bahkan 'otomatis' menambahkan sendiri angka tersebut secara random menjadi belasan, puluhan, bahkan ratusan di atasnya," ujar Roy dalam keterangannya, Sabtu (17/2/2024).
Roy mengatakan bahwa secara kronologis, KPU baru merilis aplikasi Sirekap ini pada 22 Januari 2024 alias sekitar sebulan lalu. Aplikasi Sirekap Pemilu 2024, kata Roy, bisa diunduh di PlayStore maupun browser yang akan mengarahkan ke aplikasi di PlayStore tersebut.
Dia pun mempertanyakan uji coba dan sertifikasi penggunaan Sirekap untuk Pemilu 2024. Bahkan menurutnya, Sirekap harus diaudit terlebih dahulu sebelum diluncurkan.
"Masalahnya adalah, apakah aplikasi Sirekap ini sudah benar-benar pernah diuji secara benar sebelum berani digunakan dalam Pemilu 2024 ini? Dengan kata lain apakah Sirekap sudah memiliki Sertifikasi Layak Teknis dari institusi yang kompeten, misalnya BRIN atau pakar-pakar independen berbagai kampus ternama di Indonesia?"
"Bahkan seharusnya sebelum dan sesudah dipakai Sirekap ini harus diaudit IT Forensik, apalagi banyak kesalahan dan menjadi trending topic, karena berani langsung digunakan di Pemilu 2024 yang hasilnya akan menentukan masa depan Indonesia ini," sambung Roy.
Roy menjelaskan bahwa Sirekap adalah sebuah sistem yang prinsipnya menggunakan teknik OCR (Optical Charactet Recognizer) dan OMR (Optical Mark Recognizer) yang sebenarnya bukan hal baru dalam dunia seleksi mahasiswa di Kampus.
Bahkan, kata Roy, sebenarnya sejarah penggunaan OCR atau OMR sudah diritis sejak 110 tahun lalu alias lebih dari seabad lalu sejak tahun 1914 ketika seorang Fisikawan Jerman bernama Emanuel Goldberg berhasil mengembangkan mesin pembaca karakter dan mengubahnya menjadi kode telegraf. Mesin inilah yang menjadi cikal bakal dari teknologi OCR atau OMR saat ini.
"Jadi publik jangan (seolah-olah) mau dipamerin dengan teknologi yang prinsipnya sudah lebih dari 11 dekade yang lalu tersebut, apalagi disebut-sebut sekarang menggunakan AI (Artificial Intelligence) segala, come on, ini teknologi biasa (sederhana) dan sudah umum dipakai yang biasanya memang sudah canggih, jarang terjadi error sebagaimana yang masif dilaporkan dalam penggunaan Sirekap hari-hari ini," jelasnya.
Roy menilai karena permasalahan Sirekap itu bisa membuat catatan buruk teknik perhitungan suara pada Pemilu 2024. Hal itu, katanya, juga bisa semakin menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu 2024
"At last but not least, catatan (buruk) teknik ini adalah wujud kasih sayang kita sebagai masyarakat Indonesia yang masih peduli akan bangsa ini ke depan. Jadi jangan malah dianggap memiliki tujuan politis tertentu."
"Apalagi ditulis oleh pihak-pihak yang tidak memiliki afiliasi politik terhadap pihak-pihak tertentu, sebagaimana para profesor, doktor, magister, dan mahasiswa dari ratusan kampus kemarin. Jadi terus sampaikan hal-hal korektif seperti ini demi Indonesia, negara yang kita cintai bersama agar tidak semakin terpuruk gara-gara hal-hal buruk," tutup Roy.
"Namun apa yang terjadi hari-hari ini memang sangat mengecewakan (kalau tidak disebut sebagai 'memalukan'), karena sistem yang termasuk bagian dalam anggaran puluhan triliun biaya Pemilu 2024 ini sangat sering bisa (men) salah (kan) angka manual yang ditulis oleh petugas di lapangan. Misalnya angka satu menjadi empat atau bahkan 'otomatis' menambahkan sendiri angka tersebut secara random menjadi belasan, puluhan, bahkan ratusan di atasnya," ujar Roy dalam keterangannya, Sabtu (17/2/2024).
Roy mengatakan bahwa secara kronologis, KPU baru merilis aplikasi Sirekap ini pada 22 Januari 2024 alias sekitar sebulan lalu. Aplikasi Sirekap Pemilu 2024, kata Roy, bisa diunduh di PlayStore maupun browser yang akan mengarahkan ke aplikasi di PlayStore tersebut.
Dia pun mempertanyakan uji coba dan sertifikasi penggunaan Sirekap untuk Pemilu 2024. Bahkan menurutnya, Sirekap harus diaudit terlebih dahulu sebelum diluncurkan.
"Masalahnya adalah, apakah aplikasi Sirekap ini sudah benar-benar pernah diuji secara benar sebelum berani digunakan dalam Pemilu 2024 ini? Dengan kata lain apakah Sirekap sudah memiliki Sertifikasi Layak Teknis dari institusi yang kompeten, misalnya BRIN atau pakar-pakar independen berbagai kampus ternama di Indonesia?"
"Bahkan seharusnya sebelum dan sesudah dipakai Sirekap ini harus diaudit IT Forensik, apalagi banyak kesalahan dan menjadi trending topic, karena berani langsung digunakan di Pemilu 2024 yang hasilnya akan menentukan masa depan Indonesia ini," sambung Roy.
Roy menjelaskan bahwa Sirekap adalah sebuah sistem yang prinsipnya menggunakan teknik OCR (Optical Charactet Recognizer) dan OMR (Optical Mark Recognizer) yang sebenarnya bukan hal baru dalam dunia seleksi mahasiswa di Kampus.
Bahkan, kata Roy, sebenarnya sejarah penggunaan OCR atau OMR sudah diritis sejak 110 tahun lalu alias lebih dari seabad lalu sejak tahun 1914 ketika seorang Fisikawan Jerman bernama Emanuel Goldberg berhasil mengembangkan mesin pembaca karakter dan mengubahnya menjadi kode telegraf. Mesin inilah yang menjadi cikal bakal dari teknologi OCR atau OMR saat ini.
"Jadi publik jangan (seolah-olah) mau dipamerin dengan teknologi yang prinsipnya sudah lebih dari 11 dekade yang lalu tersebut, apalagi disebut-sebut sekarang menggunakan AI (Artificial Intelligence) segala, come on, ini teknologi biasa (sederhana) dan sudah umum dipakai yang biasanya memang sudah canggih, jarang terjadi error sebagaimana yang masif dilaporkan dalam penggunaan Sirekap hari-hari ini," jelasnya.
Roy menilai karena permasalahan Sirekap itu bisa membuat catatan buruk teknik perhitungan suara pada Pemilu 2024. Hal itu, katanya, juga bisa semakin menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu 2024
"At last but not least, catatan (buruk) teknik ini adalah wujud kasih sayang kita sebagai masyarakat Indonesia yang masih peduli akan bangsa ini ke depan. Jadi jangan malah dianggap memiliki tujuan politis tertentu."
"Apalagi ditulis oleh pihak-pihak yang tidak memiliki afiliasi politik terhadap pihak-pihak tertentu, sebagaimana para profesor, doktor, magister, dan mahasiswa dari ratusan kampus kemarin. Jadi terus sampaikan hal-hal korektif seperti ini demi Indonesia, negara yang kita cintai bersama agar tidak semakin terpuruk gara-gara hal-hal buruk," tutup Roy.
(kri)