Petani Kunci Keberhasilan Sektor Pertanian

Senin, 16 Juli 2018 - 08:05 WIB
Petani Kunci Keberhasilan Sektor Pertanian
Petani Kunci Keberhasilan Sektor Pertanian
A A A
Kuntoro Boga Andri
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian

PEMERINTAH me­nya­dari betul bah­wa petani yang se­ring dicap sebagai kelompok marginal sebetul­nya adalah kunci Indonesia jika ingin mencapai kedaulatan pangan. Untuk mewujudkan sis­tem pertanian yang ber­keadilan, petani sebagai peng­gerak utama sektor pertanian perlu ditingkatkan ke­se­jah­te­raannya.

Maka tak meng­he­rankan jika dalam arahannya Presiden Joko Widodo me­nekankan bahwa penting bagi pemerintah memberikan per­hatian khusus pada ke­se­jah­teraan petani. Untuk itu Kementerian Pertanian (Kementan) ber­ko­m­itmen bahwa segala ke­bi­jakan dan program pertanian diarahkan pada peningkatan kesejahteraan petani.

Hal itu seperti yang selalu diarahkan Menteri Pertanian kepada ja­jaran Kementan bahwa nyawa dari setiap penyusunan ke­bi­jakan dan program di sektor pertanian adalah kesejah­te­raan petani. Dalam rangka me­ning­katkan kesejahteraan petani, Kementan terus meng­upa­yakan berbagai strategi.

Salah satu terobosan yang telah di­lakukan pemerintah saat ini adalah refocusing anggaran. Besarnya perhatian Presiden Joko Widodo terhadap sektor pertanian dibuktikan dengan peningkatan anggaran per­tanian secara signifikan. Pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun ini mencapai Rp22,6 triliun. Nilai ini jauh me­ning­kat bila dibandingkan de­ngan anggaran 2014 yang hanya Rp14,2 triliun.

Tapi publik mungkin ba­nyak yang belum mengetahui bahwa sejak 2015, Kementan secara konsisten melakukan refocusing anggaran per­ta­nian dengan tujuan mem­per­besar porsi bantuan untuk petani. Bila diperbandingkan, pada 2014 mayoritas ang­gar­an per­tanian (sampai 48%) masih lebih banyak digu­na­kan untuk belanja operasional seperti perjalanan dinas, ra­pat hingga rehab gedung.

Ada­pun ang­gar­an untuk sarana dan pra­sarana (sarpras) per­ta­nian saat itu hanya sekitar 35%. Tapi sejak 2015, komp­o­sisi kom­ponen anggaran di­putar. Be­lanja operasional di­turunkan hingga hanya men­jadi 28% dari total anggaran 2015. Anggaran sarpras yang biasanya hanya mendapatkan porsi ke­cil diting­kat­kan men­jadi 65% atau senilai Rp20,9 tri­liun.

Pada ta­hun ini porsi be­lanja sar­­pras me­n­ca­tat angka fan­tas­­tis. Untuk per­­­ta­ma kali be­lanja sarpras per­­­ta­nian men­ca­pai 85% dari total ang­gar­an perta­ni­an atau senilai Rp19,3 triliun. Sementara sisa anggarannya, sebesar Rp3,3 tri­liun rupiah, digu­na­kan untuk kom­po­nen-kompon­en lain yang meliputi be­lanja pegawai, be­­lan­ja ope­ra­sio­nal, dan belanja modal.

Peningkatan por­si ang­gar­an sarpras me­mung­kin­kan pe­me­rintah mem­be­rikan per­ha­tian sebesar-be­sar­nya kep­ada petani. Per­ha­tian besar ke­pada pe­tani ter­sebut di­eja­wan­tahkan melalui sejumlah program terobosan, mulai dari pem­ba­ngunan in­fra­struk­tur hingga program pen­dam­pingan pe­tani.

Di bi­dang infrastruktur, dalam ku­run waktu dua ta­hun, Ke­men­tan telah mem­bangun dan mereha­bilitasi 3 juta hektare ja­ri­ngan irigasi. Selain in­fra­struktur, Kemen­tan turut me­ningkatkan ban­tuan untuk petani berupa be­nih dan pu­puk serta alat dan mesin pertanian. Anggaran sarpras per­ta­nian di antaranya digunakan untuk memberikan bantuan berupa alat dan mesin per­tanian modern kepada petani.

Kami di Kementan meyakini bahwa kemajuan sektor per­tanian Indonesia akan sulit di­capai jika petani masih meng­gunakan peralatan tradisional. Untuk itu salah satu fokus Kementan adalah melakukan segala upaya sehingga petani bisa menggunakan alat per­ta­nian dalam kegiatan produksi mereka.

Upaya modernisasi per­ta­nian tidak hanya terhenti pada pemberian bantuan. Ke­men­tan melalui Badan Pe­nyu­luh­an dan Pe­ngem­bangan Su­m­ber Daya Manusia Per­ta­nian (BPPSDMP) melakukan pen­­dam­pingan intensif ter­ha­dap petani dalam peng­ope­rasian alat pertanian modern tersebut.

Le­wat program Op­ti­malisasi P­e­ma­nfaatan Alsintan (OPA), para penyuluh di daerah dikerahkan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada petani. Diha­rap­kan petani dapat memanfaatkan secara maksimal bantuan alat pertanian modern yang telah dihibahkan kepada mereka.

Persoalan degenerasi pe­ta­ni juga turut men­jadi per­ha­tian pe­merintah. Jum­lah pe­tani te­rus mengalami pe­nu­­run­an. Jika pada 2010 jumlah petani men­capai 39,7 juta orang, pada ta­hun ini turun hingga 23% atau se­kitar 39,7 juta orang. Kementan menya­da­ri bah­wa ada stigma di masya­rakat, ter­uta­ma gene­rasi muda, bah­wa sektor per­ta­nian kurang me­na­rik untuk dijadikan se­bagai sumber mata pen­ca­ha­rian.

Un­tuk me­ng­ubah pola pikir ma­sya­rakat tersebut, Kemen­tan me­lakukan se­jum­lah pro­gram strate­gis di bi­dang pe­ngem­­ba­­ngan sum­­ber daya ma­nu­sia. Salah sa­tu stra­te­gi yang di­jalankan adalah men­trans­­for­masi sejumlah Se­ko­lah Tinggi Penyuluhan Per­ta­nian (STPP) menjadi Politeknik Pem­ba­ngun­an Pertanian (Pol­bangtan). Bila sebelumnya STPP lebih di­fo­kus­kan untuk men­cetak te­naga-te­na­ga pe­nyuluh, ­Polbangtan jus­tru diha­rap­kan dapat me­la­hirkan para petani muda.

Tidak hanya bebas biaya, lu­lusan yang terpilih akan men­dapatkan bantuan modal un­tuk menjalankan usaha tani. Pol­­bang­tan juga akan lebih banyak berbagi ilmu yang si­fat­nya prak­tis daripada teoretis. Pem­be­kal­an ilmu praktis ini diharapkan dapat melahirkan para petani modern yang andal, tidak hanya pada tahapan pro­duksi, tapi juga pengolahan dan pemasaran.

Program lain yang di­gen­car­kan Kementan untuk meng­ha­dang degenerasi petani adalah program Penumbuhan Wira­usa­ha Muda Pertanian (PWMP). PWMP adalah upaya pe­num­buh­an dan peningkatan minat, ke­terampilan, dan jiwa ke­wi­ra­usa­haan generasi muda di bi­dang pertanian yang bertujuan menumbuhkembangkan dan meneguhkan kemadirian jiwa kewirausahaan generasi muda di bidang pertanian.

Tar­­get peserta PWMP adalah generasi muda. Dalam program ini akan diberikan bimbingan, pendampingan, dan pe­ma­gang­an dari hulu ke hilir kepada para peserta. Tidak berhenti di situ, para peserta akan diberi modal usaha sehingga program aksi ini bisa menghasilkan wirausaha di bidang agrobisnis yang memiliki kompetensi dan potensi besar untuk memajukan sektor perta­nian sesuai dengan kebutuhan industri dan pasar.

Kementan berkomitmen un­tuk terus mengupayakan ke­bi­ja­kan dan program yang berpihak kepada petani. Sektor pertanian ke depannya masih akan terus menghadapi berbagai tantangan dan hambatan yang tidak ke­cil. Tapi kami mensyukuri, se­la­ma hampir empat tahun kepemim­pinan Presiden Joko Wi­do­do, kebijakan dan program pe­me­rintah di sektor pertanian mu­lai membuahkan hasil positif.

Sebagaimana data yang di­lansir Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata nilai tukar pe­ta­ni (NTP) pada 2017 lalu tercatat 103,06. Nilai ini signifikan me­ningkat bila dibandingkan de­ngan tahun 2014 yang rata-rata tercatat sebesar 102,03. Hingga saat ini NTP masih dijadikan se­bagai indikator kesejahteraan petani oleh banyak pihak.

Pe­ning­katan kesejahteraan petani ter­sebut juga linier dengan ca­paian produksi pangan. Nilai produksi pertanian tahun 2017 sebesar Rp1.344 triliun atau naik Rp350 triliun bila dibandingkan dengan tahun 2013. Tercatat untuk periode 2013-2017, terdapat kenaikan 9% per tahunnya. Peningkatan produksi ini juga berdampak pada pening­kat­an kinerja ekspor. Tercatat pada tahun 2017, ekspor per­ta­nian meningkat Rp441 triliun.

Kami menyadari tugas pe­me­rintah tidak berhenti di sini. Men­teri Pertanian bervisi bah­wa pada tahun 2045 Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia. Untuk mencapai visi ter­sebut, tentunya Indonesia ma­sih harus terus menggenjot pr­o­duksi pangan nasional.

Tapi kami meyakini, pemerintah ha­nya sebatas fasilitator. Petanilah yang akan selalu menjadi kunci dari setiap capaian bangsa ini di sektor pertanian. Karena itu, mari kita semua bahu-membahu dalam membantu petani kita mencapai Indonesia sebagai lum­­bung pangan dunia.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5475 seconds (0.1#10.140)