Prakiraan Hukum Pasca-Pemilu 2024
loading...
A
A
A
Aspek teoritik tentang definisi hukum ini harus diartikan bahwa karakter hukum bersifat dinamis mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi sejalan dengan perkembangan kebutuhan kehidupan manusia pada umumnya. Namun di dalam implementasi hukum itu sering diabaikan hal-hal yang seharusnya wajib dipertimbangkan dengan hati-hati dan jujur berpegang teguh pada kepastian hukum dan kemanfaatannya bagi kehidupan masyarakat dengan harapan terciptanya keadilan sosial.
Selain visi dan misi hukum sedemikian, juga di dalam mencapai cita hukum itu wajib diperhatikan terutama oleh kekuasaan, untuk memberikan perlindungan hak asasi manusia setiap orang dimana hukum itu diberlakukan. Di dalam praktik hukum, hal ini mudah mengucapkannya akan tetapi tidak mudah mewujudkannya karena karakteristik kekuasaan (yang bersifat universal)yang tidak jarang eksesif melampaui batas-batas kesusilaan dan moralitas dan tidak jarang melanggar hukum.
Pertimbangan moralitas/kesusilaan dan pertimbangan perikemanusiaan yang adil dan beradab sering diabaikan hanya demi mencapai tujuan sang penguasa. Karakter kekuasaan sedemikian dikenal dengan sebutan Lord Acton, power tends to corrupt, absolute power tends to corruot absolutely. Kekuasaan yang dijalankan mengabaikan prasyarat tersebut digolongkan ke dalam abuse of power dan misscarriage of justice yang dipastikan mengakibatkan korban-korban yang tidak berdosa.
Bagaimana seharusnya kita dan pemegang kekuasaan menjaga dan memelihara agar hukum yang dicita-citakan dapat dicapai? Membandingkan hukum dan penegakan hukum di negara lain yang menggunakan sistem hukum berbeda dengan Indonesia terdapat perbedaan mendasar terutama dalam hal kepatuhan hukum termasuk oleh aparatur hukum dan elite politik pada umumnya. Tampak dan terkesan ada perasaan malu untuk berbuat kesalahan baik dalam sistem birokrasi maupun dalam proses penegakan hukum seperti kebiasaan untuk mengundurkan diri dari kedudukan atau jabatan di birokrasi atau sebagai aparatur hukum jauh sebelum dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Dalam konteks ini tidak berarti bahwa implementasi hukum di sana sama sekali nir pelanggaran hukum akan tetapi dibandingkan dengan di dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan kita telah terbukti sebaliknya. Kriminalisasi dengan tujuan sandera dalam nerpolitik praktis dan politisasi hukum pidana telah terbiasa di praktikan dalam penegakan hukum di Indonesia, suatu karakteristik terburuk yang menghambat ditegakkannya hukum lurus ke atas akan tetapi ternyata selalu tajam ke bawah.
Dua faktor utama yang menentukan keberlanjutan kehidupan tegaknya hukum, yaitu hukum dan moralitas, telah terbukti sering tidak berjalan seiring bahkan bertentangan satu sama lain atau yang terparah dan membahayakan ketenteraman kehidupan masyarakat, adalah hukum atau produk peraturan perundang-undangan digunakan sebagai alat kekuasaan untuk mencapai tujuan kepentingan kelompoknya atau pribadi serta keluarganya jauh di atas kepentingan masyarakat luas, bangsa, dan negara. Tarik-menarik antara kedua faktor tersebut sangat nyata terutama pada masa pemerintahan pascapemilu. Satu-satunya imbauan adalah agar paslon presiden/wakil presiden 2024 selain lahir dan tumbuh memiliki kesadaran hukum yang parpurna juga memiliki kepribadian/karakter menabukan perbuatan tercela dan (masih) memiliki “urat malu” di dalam diri mereka.
Selain visi dan misi hukum sedemikian, juga di dalam mencapai cita hukum itu wajib diperhatikan terutama oleh kekuasaan, untuk memberikan perlindungan hak asasi manusia setiap orang dimana hukum itu diberlakukan. Di dalam praktik hukum, hal ini mudah mengucapkannya akan tetapi tidak mudah mewujudkannya karena karakteristik kekuasaan (yang bersifat universal)yang tidak jarang eksesif melampaui batas-batas kesusilaan dan moralitas dan tidak jarang melanggar hukum.
Pertimbangan moralitas/kesusilaan dan pertimbangan perikemanusiaan yang adil dan beradab sering diabaikan hanya demi mencapai tujuan sang penguasa. Karakter kekuasaan sedemikian dikenal dengan sebutan Lord Acton, power tends to corrupt, absolute power tends to corruot absolutely. Kekuasaan yang dijalankan mengabaikan prasyarat tersebut digolongkan ke dalam abuse of power dan misscarriage of justice yang dipastikan mengakibatkan korban-korban yang tidak berdosa.
Bagaimana seharusnya kita dan pemegang kekuasaan menjaga dan memelihara agar hukum yang dicita-citakan dapat dicapai? Membandingkan hukum dan penegakan hukum di negara lain yang menggunakan sistem hukum berbeda dengan Indonesia terdapat perbedaan mendasar terutama dalam hal kepatuhan hukum termasuk oleh aparatur hukum dan elite politik pada umumnya. Tampak dan terkesan ada perasaan malu untuk berbuat kesalahan baik dalam sistem birokrasi maupun dalam proses penegakan hukum seperti kebiasaan untuk mengundurkan diri dari kedudukan atau jabatan di birokrasi atau sebagai aparatur hukum jauh sebelum dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Dalam konteks ini tidak berarti bahwa implementasi hukum di sana sama sekali nir pelanggaran hukum akan tetapi dibandingkan dengan di dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan kita telah terbukti sebaliknya. Kriminalisasi dengan tujuan sandera dalam nerpolitik praktis dan politisasi hukum pidana telah terbiasa di praktikan dalam penegakan hukum di Indonesia, suatu karakteristik terburuk yang menghambat ditegakkannya hukum lurus ke atas akan tetapi ternyata selalu tajam ke bawah.
Dua faktor utama yang menentukan keberlanjutan kehidupan tegaknya hukum, yaitu hukum dan moralitas, telah terbukti sering tidak berjalan seiring bahkan bertentangan satu sama lain atau yang terparah dan membahayakan ketenteraman kehidupan masyarakat, adalah hukum atau produk peraturan perundang-undangan digunakan sebagai alat kekuasaan untuk mencapai tujuan kepentingan kelompoknya atau pribadi serta keluarganya jauh di atas kepentingan masyarakat luas, bangsa, dan negara. Tarik-menarik antara kedua faktor tersebut sangat nyata terutama pada masa pemerintahan pascapemilu. Satu-satunya imbauan adalah agar paslon presiden/wakil presiden 2024 selain lahir dan tumbuh memiliki kesadaran hukum yang parpurna juga memiliki kepribadian/karakter menabukan perbuatan tercela dan (masih) memiliki “urat malu” di dalam diri mereka.
(zik)