Pancasila Pengejawantahan Nilai-nilai Agama dan Keluhuran Bangsa Indonesia

Jum'at, 01 Desember 2023 - 15:32 WIB
loading...
Pancasila Pengejawantahan Nilai-nilai Agama dan Keluhuran Bangsa Indonesia
Direktur Nasional GusDurian Network Indonesia (GNI), Alissa Wahid. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Pancasila dinilai menjadi perwujudan nilai dan ajaran seluruh agama resmi di Indonesia. Tak berlebihan jika ada anggapan bahwa jika bernegara dengan bingkai Pancasila, maka sesungguhnya sedang menegakkan peraturan agama karena Pancasila lahir dari ajaran agama itu sendiri.

Direktur Nasional GusDurian Network Indonesia (GNI), Alissa Wahid menuturkan, Pancasila mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan agama sebagai pedomannya. Agama Islam menempatkan manusia pada posisi khalifatul fil ardh atau menjadi pengelola bumi dan isinya.

"Baik dalam Islam atau agama-agama yang lain, selalu ada ajaran yang menuntun manusia agar menjadi pribadi yang adil dan santun, seperti yang tertuang pada Pancasila. Pribadi yang beradab atau santun, dan sebagai manusia dia tidak mengedepankan kekerasan dalam menghadapi persoalan, sejatinya ia telah mengikuti nilai-nilai yang ada dalam agama," kata Alissa, Jumat (30/11/2023).



Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini menjelaskan, Pancasila sebenarnya pengejawantahan dari nilai-nilai agama dan keluhuran bangsa Indonesia. Walaupun terdapat perbedaan dalam pengamalan agama, Pancasila menjembatani itu semua. Mengamalkan Pancasila yang beberapa nilainya juga diambil dari ajaran agama Islam, tidak ubahnya mengamalkan ibadah itu sendiri.

Memang secara tekstual, kata Alissa, pengamalan Pancasila itu tidak dimuat dan diatur dalam dalil-dalil keagamaan. Namun dengan menjalankan agama secara baik maka juga menghidupkan nilai-nilai Pancasila dengan sempurna, begitu juga sebaliknya.

Ketua Tanfidziyah PBNU periode 2022-2027 ini menerangkan, persatuan Indonesia yang diamanahkan oleh Pancasila juga bagian dari perintah semua agama, termasuk Islam. Sebagai manusia yang dititipkan Tanah Air Indonesia, menjadi kewajiban kita untuk menjaga dan memeliharanya.

"Persatuan Indonesia atau ukhuwah wathoniyah itu juga bagian dari perintah agama. Perintah agama itu mengharuskan kita untuk mencintai dan merawat tanah air dimana kita tinggal. Banyak agama menjelaskan bahwa manusia adalah perwakilan Tuhan di buka bumi," katanya.



"Kalau di dalam agama Kristen, itu ada istilah Imago Dei yang berarti bahwa manusia adalah cerminan dari sosok Tuhan. Sementara dalam ajaran Islam, manusia ditempatkan sebagai khalifatul fil ardh atau sebagai pengelola bumi. Nilai persatuan Indonesia dalam Pancasila menjadi luas penafsirannya karena ia tidak hanya mengatur hubungan dengan alam, namun juga hubungan dengan sesama manusia," kata Alissa.

Menurutnya, dengan menghayati nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila, seharusnya seluruh masyarakat bisa menjaga persatuan dan kesatuan dengan sesama manusia. Hal ini juga tidak berbeda dengan ajaran agama. Menjaga persatuan itu berarti mensyaratkan adanya sikap saling menerima dan menghormati. Inilah yang disebut sebagai toleransi.

Dalam ajaran agama Islam, bahkan pada saat membenci kelompok lain, seseorang tidak boleh berlaku tidak adil kepada mereka. Dengan berlaku intoleran, berarti mereka sebenarnya sedang melanggar perintah agama untuk berlaku santun dan beradab pada orang lain. Padahal, saat menjalankan Pancasila, secara otomatis pasti menjadi orang yang toleran.

"Sehingga tidak berlebihan rasanya jika ada anggapan bahwa dengan menjalankan Pancasila, itu sama dengan kita beribadah sesuai ajaran agama, karena ajaran agama dan Pancasila memiliki kaitan yang sangat erat," ujar Alissa.

Untuk memelihara persatuan bangsa melalui Pancasila, agaknya perlu mewaspadai adanya framing berita atau informasi dengan tujuan tertentu. Seringkali isu kemiskinan yang terjadi di Indonesia digunakan oleh kelompok intoleran untuk menggiring persepsi publik dan memperlihatkan kegagalan Pemerintah Indonesia.

Faktanya, tidak ada hubungannya antara kemiskinan dengan intoleransi. Pemahaman yang intoleran bisa dimunculkan di mana pun dan dengan siapa pun, terlepas dari status ekonominya. Isu kemiskinan sering juga dikaitkan dengan utang negara misalnya, suka tidak suka adalah tanggung jawab bersama sebagai bangsa Indonesia. Walaupun memang tidak dipungkiri bahwa penting untuk memilih pemimpin yang tepat, supaya Indonesia bisa mengurangi beban utangnya.

"Ketika kita sudah memilih pemimpin dan perwakilan di eksekutif dan legislatif, kemudian mereka menghasilkan produk kebijakan, harus diakui bahwa itulah keputusan kita bersama. Menjadi kewajiban bersama sebagai bangsa untuk mengelola kondisi ini, dan ini bukan alasan untuk kemudian kita bersikap intoleran kepada siapa pun. Intoleransi itu tidak ada hubungannya dengan kemiskinan," kata Alissa.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1554 seconds (0.1#10.140)