Diplomasi China di Balkan: Antara Realisme Geopolitik dan Konstruktivisme Normatif

Jum'at, 10 Mei 2024 - 14:08 WIB
loading...
Diplomasi China di Balkan:...
Dosen Hubungan Internasional President University, Harryanto Aryodiguno, Ph.D. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
Harryanto Aryodiguno, Ph.D
Dosen Hubungan Internasional President University

DARI sudut pandang Realisme, kunjungan ini dapat diinterpretasikan sebagai bagian dari strategi China untuk memperluas pengaruhnya di kawasan tersebut. Realisme menekankan bahwa negara bertindak atas dasar kepentingan nasional, dan dalam hal ini, China bertindak untuk memperkuat hubungan dengan Serbia sebagai bagian dari upaya untuk mengamankan posisi strategisnya di kawasan tersebut. Penegasan Xi terhadap dukungan terhadap Serbia juga dapat dilihat sebagai respons terhadap rivalitas geopolitik antara kekuatan-kekuatan besar, khususnya dengan Barat.

Di sisi lain, Konstruktivisme menyoroti peran identitas, norma, dan persepsi dalam hubungan internasional. Dalam kunjungan ini, Xi Jinping berusaha untuk membangun persepsi China sebagai pemain yang berkomitmen terhadap stabilitas dan integritas negara, serta menolak campur tangan asing dalam urusan domestik suatu negara. Dengan melakukan penghormatan terhadap korban pemboman kedutaan besar China 25 tahun lalu dan menegaskan penolakan terhadap peristiwa serupa di masa depan, China juga berupaya mempengaruhi norma-norma dan opini publik internasional terhadap campur tangan asing.

Presiden China, Xi Jinping, dalam kunjungannya ke Serbia yang bertepatan dengan peringatan 25 tahun pemboman kedutaan besar China di Yugoslavia oleh NATO, menegaskan komitmen China dalam mendukung Serbia dalam mempertahankan kedaulatan dan integritas teritorialnya. Dalam pertemuan dengan Presiden Serbia Aleksandar Vučić, Xi mengapresiasi sikap tegas Serbia dalam menghadapi tantangan tersebut. Kunjungan ini juga menjadi momentum untuk memperdalam hubungan bilateral antara kedua negara.

Dalam pidato di bandara, Xi menekankan hubungan politik yang kuat antara China dan Serbia serta hasil positif dari kerja sama melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan. Dia juga mengekspresikan harapannya untuk berdiskusi lebih lanjut dengan Vučić mengenai isu-isu yang relevan bagi kedua negara.

Selama pertemuan, kedua pemimpin menandatangani pernyataan bersama untuk memperkuat hubungan kemitraan strategis komprehensif dan membangun masa depan bersama. China berkomitmen untuk mendukung pembangunan komunitas masa depan bersama dengan Serbia melalui sejumlah inisiatif, termasuk perjanjian perdagangan bebas yang akan mulai berlaku pada Juli 2024 dan peningkatan impor produk pertanian dari Serbia.

Selain itu, Xi juga menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan penolakan terhadap campur tangan asing dalam urusan dalam negeri Serbia, terutama dalam konteks peristiwa pemboman kedutaan besar China yang terjadi 25 tahun lalu. Melalui artikel yang dipublikasikan di surat kabar Serbia, Xi menegaskan bahwa China tidak akan membiarkan tragedi serupa terulang kembali dan akan terus mendukung Serbia dalam mempertahankan kedaulatan dan integritasnya.

Dengan mengunjungi situs kedutaan besar yang pernah dibom dan melakukan penghormatan kemiliteran di tempat tersebut, Xi juga mengirimkan pesan kuat kepada Barat bahwa China menentang separatisme dan campur tangan asing dalam urusan domestik suatu negara. Tindakan ini sejalan dengan prinsip-prinsip diplomasi Henry Kissinger yang menekankan pentingnya stabilitas dan keutuhan negara dalam hubungan internasional.

Dalam konteks ini, peristiwa pemboman tersebut juga diangkat sebagai peringatan bagi Barat, khususnya dalam hubungannya dengan situasi di Selat Taiwan. Xi menegaskan bahwa China tidak akan membiarkan sejarah tragis tersebut terulang kembali dan akan terus memperjuangkan kedaulatan dan integritas teritorialnya. Dengan demikian, kunjungan ini bukan hanya tentang memperkuat hubungan antara China dan Serbia, tetapi juga sebagai peringatan bagi pihak-pihak yang berpotensi mengganggu stabilitas regional.

Jadi, kunjungan Xi Jinping ke Serbia dan penekanannya terhadap kedaulatan serta penolakan terhadap campur tangan asing dapat dipahami sebagai upaya yang kompleks yang melibatkan faktor-faktor realpolitik serta upaya untuk membentuk norma-norma dan persepsi internasional.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1258 seconds (0.1#10.140)