Ganjar-Mahfud Komit Tuntaskan Reforma Agraria, Apa Sih Gunanya?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Calon Presiden (Capres) Ganjar Pranowo dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) Mahfud MD berkomitmen untuk menuntaskan reforma agraria di Indonesia.
Dalam kutipan dari salinan dokumen Visi Misi Ganjar-Mahfud 2024-2029, pasangan Ganjar-Mahfud menyatakan pandangan bahwa berbagai konflik agraria di Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab penurunan kohesivitas sosial.
Pemenuhan komitmen untuk menyelesaikan reforma agraria menjadi bagian integral dari Visi "Menuju Indonesia Unggul, Gerak Cepat Mewujudkan Visi Negara Maritim yang Adil dan Lestari" dan Misi yang mencakup 8 Gerak Cepat.
Khususnya dalam Misi ke-4 yang mengacu pada "Mempercepat Pemerataan Pembangunan Ekonomi" melalui beberapa program aksi, termasuk di antaranya penyelesaian reforma agraria secara menyeluruh.
Dalam konteks misi Ganjar-Mahfud ini, "reforma agraria tuntas" mengacu pada pengelolaan alokasi lahan yang efisien dan adil, termasuk redistribusi dan legalisasi tanah yang terbebas dari praktik mafia tanah.
Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa proses administrasi dan dokumentasi lahan berlangsung secara transparan, cepat, akurat, dan ekonomis.
Apa Itu Reforma Agraria?
Reforma agraria merupakan salah satu Program Prioritas Nasional yang diperkuat oleh pemerintahan untuk memajukan Indonesia secara inklusif dan meningkatkan kualitas hidup.
Jika kita merujuk pada Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960, terdapat tiga tujuan utama yang dikejar. Pertama, menyusun kembali struktur agraria agar menjadi lebih adil; Kedua, menyelesaikan konflik agraria; dan Ketiga, meningkatkan kesejahteraan rakyat setelah penerapan reforma agraria.
Reforma agraria pada dasarnya menyediakan program-program yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan kemiskinan di masyarakat desa, meningkatkan kemandirian pangan nasional, memperbaiki produktivitas tanah, serta memberikan pengakuan hak atas tanah baik secara individu, kepemilikan negara, maupun tanah umum yang digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Bentuk konkret dari reforma agraria melibatkan tiga aspek, yaitu legalisasi aset, redistribusi tanah, dan perhutanan sosial.
Profesi seperti petani dan nelayan memiliki posisi yang sangat sentral dalam penerapan reforma agraria karena mereka sangat dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, diperlukan peningkatan komoditas dalam sektor pertanian dan perikanan. Konflik agraria dan sengketa tanah menjadi sumber gesekan yang menghambat efektivitas kegiatan pertanian dan perikanan.
Minimal terdapat dua penyebab konflik agraria. Pertama, ketidaktepatan dalam hukum dan kebijakan yang mengatur masalah agraria, termasuk pandangan terhadap tanah, status kepemilikan tanah, hak-hak atas tanah, dan metode perolehan hak-hak atas tanah.
Kedua, kelambanan dan ketidakadilan dalam penyelesaian sengketa tanah, yang pada akhirnya berujung pada konflik. Sebagai dampaknya, banyak petani dan nelayan yang kehilangan pekerjaan mereka dan akhirnya menganggur.
Tingginya tingkat pengangguran ini menyebabkan peningkatan jumlah penduduk miskin, terutama di daerah terpencil seperti pedesaan, di mana mayoritas penduduknya adalah petani dan nelayan.
Oleh karena itu, reforma agraria diperlukan untuk mengurangi ketidaksetaraan dalam kepemilikan dan penguasaan tanah. Reforma ini diharapkan dapat membuka peluang baru untuk perubahan dan pemerataan sosial ekonomi masyarakat secara menyeluruh.
Dalam kutipan dari salinan dokumen Visi Misi Ganjar-Mahfud 2024-2029, pasangan Ganjar-Mahfud menyatakan pandangan bahwa berbagai konflik agraria di Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab penurunan kohesivitas sosial.
Pemenuhan komitmen untuk menyelesaikan reforma agraria menjadi bagian integral dari Visi "Menuju Indonesia Unggul, Gerak Cepat Mewujudkan Visi Negara Maritim yang Adil dan Lestari" dan Misi yang mencakup 8 Gerak Cepat.
Khususnya dalam Misi ke-4 yang mengacu pada "Mempercepat Pemerataan Pembangunan Ekonomi" melalui beberapa program aksi, termasuk di antaranya penyelesaian reforma agraria secara menyeluruh.
Dalam konteks misi Ganjar-Mahfud ini, "reforma agraria tuntas" mengacu pada pengelolaan alokasi lahan yang efisien dan adil, termasuk redistribusi dan legalisasi tanah yang terbebas dari praktik mafia tanah.
Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa proses administrasi dan dokumentasi lahan berlangsung secara transparan, cepat, akurat, dan ekonomis.
Apa Itu Reforma Agraria?
Reforma agraria merupakan salah satu Program Prioritas Nasional yang diperkuat oleh pemerintahan untuk memajukan Indonesia secara inklusif dan meningkatkan kualitas hidup.
Jika kita merujuk pada Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960, terdapat tiga tujuan utama yang dikejar. Pertama, menyusun kembali struktur agraria agar menjadi lebih adil; Kedua, menyelesaikan konflik agraria; dan Ketiga, meningkatkan kesejahteraan rakyat setelah penerapan reforma agraria.
Reforma agraria pada dasarnya menyediakan program-program yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan kemiskinan di masyarakat desa, meningkatkan kemandirian pangan nasional, memperbaiki produktivitas tanah, serta memberikan pengakuan hak atas tanah baik secara individu, kepemilikan negara, maupun tanah umum yang digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Bentuk konkret dari reforma agraria melibatkan tiga aspek, yaitu legalisasi aset, redistribusi tanah, dan perhutanan sosial.
Profesi seperti petani dan nelayan memiliki posisi yang sangat sentral dalam penerapan reforma agraria karena mereka sangat dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, diperlukan peningkatan komoditas dalam sektor pertanian dan perikanan. Konflik agraria dan sengketa tanah menjadi sumber gesekan yang menghambat efektivitas kegiatan pertanian dan perikanan.
Minimal terdapat dua penyebab konflik agraria. Pertama, ketidaktepatan dalam hukum dan kebijakan yang mengatur masalah agraria, termasuk pandangan terhadap tanah, status kepemilikan tanah, hak-hak atas tanah, dan metode perolehan hak-hak atas tanah.
Kedua, kelambanan dan ketidakadilan dalam penyelesaian sengketa tanah, yang pada akhirnya berujung pada konflik. Sebagai dampaknya, banyak petani dan nelayan yang kehilangan pekerjaan mereka dan akhirnya menganggur.
Tingginya tingkat pengangguran ini menyebabkan peningkatan jumlah penduduk miskin, terutama di daerah terpencil seperti pedesaan, di mana mayoritas penduduknya adalah petani dan nelayan.
Oleh karena itu, reforma agraria diperlukan untuk mengurangi ketidaksetaraan dalam kepemilikan dan penguasaan tanah. Reforma ini diharapkan dapat membuka peluang baru untuk perubahan dan pemerataan sosial ekonomi masyarakat secara menyeluruh.
(kri)