Pertarungan Final Prancis Vs Jerman Berebut Kapal Selam Indonesia
loading...
A
A
A
Dengan teknologi fuel cell air-independent propulsion (AIP) system terbaru ini, tipe 214 ini teruji meningkatkan ketahanan saat berada di kedalaman laut, mampu beroperasi hingga 84 hari, dan bisa mengurangi risiko terdeteksi dengan dukungan upgrade dari kapabilitas sonar. Selain itu, tipe 214 fleksibel untuk dioperasikan di perairan pesisir mapun laut lepas.
Untuk persenjataan yang ditentengnya juga tidak kaleng-kaleng, bisa membawa torpedo, rudal, dan ranjau. Kecanggihan inilah yang menarik Korea Selatan Turki, Yunani, dan Israel untuk menjadikannya sebagai tulang punggung armada lautnya.
Selain kecanggihan dan kemampuan battle proven, apa lagi yang ditawarkan tkMS? Perusahaan tersebut ternyata telah menegaskan tidak akan memberikan transfer of technology (ToT) seperti halnya telah ditawarkan Naval Group. Di injury time pertarungan, mereka hanya berani menawarkan penurunan harga untuk pembelian unit ke empat.
Untuk diketahui, proyeksi kekuatan TNI AL pada 2025–2045 menempatkan pengadaan kapal selam sebagai prioritas. Menhan Prabowo Subianto beberapa saat setelah musibah KRI Nanggala-402 mengatakan akan menambah 3 kapal selam baru. Namun sesuai target MEF III, TNI AL harus memiliki total 12 kapal selam. Dengan begitu, perlu ada penambahan 8 kapal selam baru.
Sejumlah Parameter
Munculnya dua nama pabrikan kapal selam terkemuka dunia tersebut dalam rencana akuisisi kapal selam beberapa waktu belakangan secara tidak langsung mengindikasikan bahwa mereka lah yang memasuki babak final pertarungan tender pembelian kapal selam untuk TNI AL.
Dua produsen lain yang pernah muncul dalam peta persaingan adalah Hanwha Ocean Korea Selatan -perusahaan metamorfosis Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) - yang menagih komitmen pembuatan tiga kapal selam batch II Chang Bogo Class dan kepada Pemerintah Indonesia, serta Gocuk Naval Shipyard turki yang menawarkan tipe 214.
Terpinggirnya Hanwha dan Gocuk tentu berdasar pertimbangkan aspek teknologi dan strategis. Jika benar pilihan hanya pada Scorpene Evolved dan tipe 214, berarti Kemhan tidak sembarang dalam menentukan kapal selam apa yang akan diakuisisi untuk memperkuat alutsista bahwa air TNI AL. Padahal, kedua perusahaan tersebut sepakat dengan skema ToT, bahkan pembangunan kapal selam dilakukan di Indonesia, tepatnya PT PAL Surabaya.
baca juga: OceanGate Hentikan Eksplorasi Kapal Selam Wisata Titanic
Pembelian kapal selam memang harus benar-benar berdasar pertimbangan rasional dan matang. Paling tidak, minimal ada tiga aspek yang perlu menjadi patokan, yakni teknologi, strategis, dan mendukung kemandirian alutsista. Pertama, kwalitas teknologi– termasuk di dalamnya jaminan safety atau memberi rasa aman untuk awal kapal selam, harus menjadi syarat multak karena alutsista bawah laut ini sarat dengan risiko seperti menimpa kapal selam Type 093 andalan China yang menghilang pada 22 Agustus lalu saat melakukan misi di Laut Kuning.
Untuk persenjataan yang ditentengnya juga tidak kaleng-kaleng, bisa membawa torpedo, rudal, dan ranjau. Kecanggihan inilah yang menarik Korea Selatan Turki, Yunani, dan Israel untuk menjadikannya sebagai tulang punggung armada lautnya.
Selain kecanggihan dan kemampuan battle proven, apa lagi yang ditawarkan tkMS? Perusahaan tersebut ternyata telah menegaskan tidak akan memberikan transfer of technology (ToT) seperti halnya telah ditawarkan Naval Group. Di injury time pertarungan, mereka hanya berani menawarkan penurunan harga untuk pembelian unit ke empat.
Untuk diketahui, proyeksi kekuatan TNI AL pada 2025–2045 menempatkan pengadaan kapal selam sebagai prioritas. Menhan Prabowo Subianto beberapa saat setelah musibah KRI Nanggala-402 mengatakan akan menambah 3 kapal selam baru. Namun sesuai target MEF III, TNI AL harus memiliki total 12 kapal selam. Dengan begitu, perlu ada penambahan 8 kapal selam baru.
Sejumlah Parameter
Munculnya dua nama pabrikan kapal selam terkemuka dunia tersebut dalam rencana akuisisi kapal selam beberapa waktu belakangan secara tidak langsung mengindikasikan bahwa mereka lah yang memasuki babak final pertarungan tender pembelian kapal selam untuk TNI AL.
Dua produsen lain yang pernah muncul dalam peta persaingan adalah Hanwha Ocean Korea Selatan -perusahaan metamorfosis Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) - yang menagih komitmen pembuatan tiga kapal selam batch II Chang Bogo Class dan kepada Pemerintah Indonesia, serta Gocuk Naval Shipyard turki yang menawarkan tipe 214.
Terpinggirnya Hanwha dan Gocuk tentu berdasar pertimbangkan aspek teknologi dan strategis. Jika benar pilihan hanya pada Scorpene Evolved dan tipe 214, berarti Kemhan tidak sembarang dalam menentukan kapal selam apa yang akan diakuisisi untuk memperkuat alutsista bahwa air TNI AL. Padahal, kedua perusahaan tersebut sepakat dengan skema ToT, bahkan pembangunan kapal selam dilakukan di Indonesia, tepatnya PT PAL Surabaya.
baca juga: OceanGate Hentikan Eksplorasi Kapal Selam Wisata Titanic
Pembelian kapal selam memang harus benar-benar berdasar pertimbangan rasional dan matang. Paling tidak, minimal ada tiga aspek yang perlu menjadi patokan, yakni teknologi, strategis, dan mendukung kemandirian alutsista. Pertama, kwalitas teknologi– termasuk di dalamnya jaminan safety atau memberi rasa aman untuk awal kapal selam, harus menjadi syarat multak karena alutsista bawah laut ini sarat dengan risiko seperti menimpa kapal selam Type 093 andalan China yang menghilang pada 22 Agustus lalu saat melakukan misi di Laut Kuning.