Pakar Hukum: Sanksi Paling Tepat untuk Anwar Usman Pemberhentian Tidak dengan Hormat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman, Hardiansyah Hamzah menilai perilaku Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terkait putusan batas usia capres-cawapres dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran etik berat. Sanksi paling tepat bagi Anwar Usman adalah, pemberhentian tidak dengan hormat.
"Tidak ada sanksi yang paling tepat bagi AU (Anwar Usman) selain pemberhentian tidak dengan hormat. Ini sesuai dengan derajat pelanggaran etik yang dilakukan yang seharusnya dikualifikasikan sebagai pelanggaran berat," ungkap Hardiansyah Hamzah kepada MNC Portal, dikutip Selasa (7/11/2023).
Menurut Hardiansyah, hanya dengan pemberian sanksi PTDH, marwah dan public trust terhadap MK bisa dipulihkan. Terlebih, lanjut Hardiansyah, MKMK tidak hanya memanggul beban etik, tetapi juga beban sejarah untuk menyelamatkan MK.
Namun, Hardiansyah menjelaskan, putusan MK tidak bisa dibatalkan meskipun Anwar Usman dijatuhkan sanksi PTDH.
"Pertama karena domain MK berada pada wilayah etik, dan kedua karena sifat final dan mengikat itu mandatory UUD. Putusan MK hanya bisa dibatalkan oleh MK sendiri," katanya.
Hardiansyah menuturkan, MKMK bisa membuat terobosan dengan memerintah secara tersirat baik dalam amar putusan, ataupun dalam ratio decidendi atau pertimbangan hukumnya.
"Agar MK bersidang kembali untuk memutus norma yg sama (Pasal 169 huruf q UU 7/2017) dengan komposisi majelis hakim yang berbeda. Jadi pembatalan tetap dilakukan oleh MK sendiri, bukan MKMK," katanya.
"Kan sudah ada 3 permohonan baru terkait Pasal 169 huruf q itu, jadi MK bisa secara cepat memutus perkara itu, tentu tanpa AU lagi yang kita harapkan sudah diberhentikan dengan tidak hormat," ucapnya.
"Tidak ada sanksi yang paling tepat bagi AU (Anwar Usman) selain pemberhentian tidak dengan hormat. Ini sesuai dengan derajat pelanggaran etik yang dilakukan yang seharusnya dikualifikasikan sebagai pelanggaran berat," ungkap Hardiansyah Hamzah kepada MNC Portal, dikutip Selasa (7/11/2023).
Menurut Hardiansyah, hanya dengan pemberian sanksi PTDH, marwah dan public trust terhadap MK bisa dipulihkan. Terlebih, lanjut Hardiansyah, MKMK tidak hanya memanggul beban etik, tetapi juga beban sejarah untuk menyelamatkan MK.
Namun, Hardiansyah menjelaskan, putusan MK tidak bisa dibatalkan meskipun Anwar Usman dijatuhkan sanksi PTDH.
"Pertama karena domain MK berada pada wilayah etik, dan kedua karena sifat final dan mengikat itu mandatory UUD. Putusan MK hanya bisa dibatalkan oleh MK sendiri," katanya.
Hardiansyah menuturkan, MKMK bisa membuat terobosan dengan memerintah secara tersirat baik dalam amar putusan, ataupun dalam ratio decidendi atau pertimbangan hukumnya.
"Agar MK bersidang kembali untuk memutus norma yg sama (Pasal 169 huruf q UU 7/2017) dengan komposisi majelis hakim yang berbeda. Jadi pembatalan tetap dilakukan oleh MK sendiri, bukan MKMK," katanya.
"Kan sudah ada 3 permohonan baru terkait Pasal 169 huruf q itu, jadi MK bisa secara cepat memutus perkara itu, tentu tanpa AU lagi yang kita harapkan sudah diberhentikan dengan tidak hormat," ucapnya.
(hab)