Panglima TNI Baru dalam Turbulensi Politik Pilpres 2024

Senin, 06 November 2023 - 05:04 WIB
loading...
Panglima TNI Baru dalam Turbulensi Politik Pilpres 2024
Ilustrasi: Masyudi/SINDOnews
A A A
DI tengah memanasnya tensi politik jelang Pemilu 2024 yang diagendakan digelar pada 14 Februari nanti, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajukan nama Jenderal TNI Agus Subiyanto sebagai calon tunggal Panglima TNI menggantikan Laksamana TNI Yudo Margono .

baca juga: Menebak Calon Panglima TNI Pengganti Laksamana Yudo Margono

Kepastian diperoleh setelah Jokowi mengirim Surat Presiden (Supres), yang disampaikan Mensesneg Pratikno kepada Ketua DPR Puan Maharani pada Senin (30/10/2023). Konfirmasi perkembangan tersebut telah disampaikan langsung Puan Maharani.

Rencananya, fit and proper test perwira kelahiran 5 Agustus 1967 itu digelar pada 14 November. Bila merunut catatan pengangkatan Panglima TNI sebelumnya, jenderal yang berlatar kesatuan Kopassus TNI AD itu tidak bakal menemui ganjalan di Senayan. Ia hanya menjalani syarat formal.

Promosi panglima TNI menjadikan Agus Subiyanto sebagai perwira Akademi Militer (Akmil) leting 1991 paling melesat kariernya. Apalagi, ia hanya menjabat posisi kepala staf TNI AD (KSAD) selama sepekan, dan langsung dipromosikan menjadi panglima. Untuk di level seangkatannya, Agus Subiyanto mendahului penerima Adhi Makayasa Letjen TNI Teguh Pudjo Rumekso yang kini menjabat sebagai Sesmenko Polhukam.

Selain Agus Subiyanto dan Teguh Pudjo Rumekso, alumnus Akmil 1991 lainnya baru menjabat sebagai jenderal bintang dua. Mereka antara lain Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa yang mengemban tugas Kepala Staf Kostrad TNI AD, dan Mayjen TNI Farid Makruf yang menduduki pos Pangdam Brawijaya.Sekilas, tak ada problem melekat pada diri Agus Subiyanto. Secara track record, ia telah menapak jenjang pendidikan dan tour of duty terbilang lengkap yang menjadi prasyarat kualitatif normatif memimpin TNI.

baca juga: PDIP Pertanyakan Penunjukan Agus Subiyanto sebagai Calon Panglima TNI

Secara pendidikan jebolan SMAN 13 Bandung pada 1986 itu telah mengikuti Sesko TNI (2015) dan Lemhanas (2019). Sedangkan catatan penugasan antara lain operasi di Timor Timur sebagai Kasi Ops Sektor A, Dandim 0735/Surakarta, Danrem 132/Tadulako (2017-2018), Wadanpussenif Kodiklatad (2019-2020), Danrem Surya Kencana (2020), Danpaspampres (2020-2022), Pangdam Siliwangi (2021-2022), WaKSAD (2022-2023), dan KSAD (2023).

Di sisi lain, Jokowi sebagai presiden memiliki hak politik absah, termasuk mengejawantahkan subjektivitasnya, memilih panglima TNI. Namun, dalam turbulensi perebutan kekuasaan sekarang ini, penunjukan Agus Subiyanto tetap saja memunculkan pertanyaan dan kecurigaan. Sorotan kritis di antaranya disampaikan analisir pertahanan, militer dan intelijen, Connie Rahakundini Bakrie.

Pertanyaannya antara lain mengapa Jokowi terkesan terburu-buru mengajukan penggantian panglima TNI. Apalagi Yudo Margono masih aktif (baru pensiun pada 26 November), dan tidak melakukan kesalahan apa pun sebagai Panglima TNI, bahkan menghasilkan legacy yang menurutnya sangat hebat?

Terkait pertanyaan itu, Connie mendesak Jokowi menjelaskan alasan percepatan penunjukan Agus Subiyanto tersebut kepada masyarakat. Jika tidak, putri pakar nuklir Indonesia Bakri Arbie itu khawatir akan muncul dugaan-dugaan terkait cawe-cawe presiden demi memenangkan sang anak dalam kontestasi politik di Pilpres 2024.

Terlepas dari begitu cepatnya Agus Subiyanto dipromosikan sebagai panglima TNI karena ia baru dilantik sebagai KSAD pada 25 Oktober 2023 menggantikan Jenderal TNI Dudung Abduracman yang memasuki masa pensiun, munculnya kecurigaan di balik pergantian itu secara to the point mengarah pada motif apa yang sedang dimainkan Jokowi.

baca juga: Kriteria Ideal Calon Panglima TNI dan Tantangan Jelang Pemilu 2024

Situasi demikian menyeruak karena Jokowi dianggap tidak lagi bisa menjadi pengawal pelaksanaan pesta demokrasi secara objektif. Betapa tidak, putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, juga maju Pilpres 2024 sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

Apalagi, majunya Gibran diwarnai dengan kontroversi karena diikuti dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 16 September lalu yang mengubah klausul “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” menjadi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’’.

Seperti diketahui, per 25 Oktober 2023 usia Gibran yang lahir pada 1 Oktober 1987 masih berusia 36 tahun 24 hari. Putusan MK dianggap memberikan red carpet untuk Gibran, karena nama Wali Kota Solo itu disebut dalam uji materi batas usia capres/cawapres oleh pemohon, yaitu mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) Almas Tsaqqibirru.

Situasi kian pelik karena sang ketua MK, Anwar Usman, merupakan adik ipar Jokowi alias paman Gibran. Dari fakta inilah muncul istilah Mahkamah Keluarga. Dalam suasana penuh ketidakpercayaan seperti ini, dikhawatirkan Agus Subiyanto akan menjadi alat memuluskan pasangan Prabowo-Gibran dan bagian skenario melempangkan agenda politik Jokowi, yang bisa menodai perjalanan demokrasi di Tanah Air.

Apalagi dalam perjalanan kariernya Agus Subiyanto memiliki persinggungan sangat dekat dengan Jokowi, yakni saat menjabat sebagai Dandim 0735/Surakarta, Danrem Surya Kencana (2020), dan Danpaspampres (2009-2011).Pada konteks inilah, Connie mengingatkan Agus Subiyanto akan jati diri TNI yang dari lahir dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Connie juga mengingatkan adanya potensi bahaya pergerakan massa atau chaos.

Lembaga Paling Dipercaya

Jati diri TNI secara gamblang termaktub pada Pasal 2 UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI: TNI adalah tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional, tentara profesional. Sebagai tentara profesional, misalnya, TNI adalah tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan lainnya.

baca juga: Presiden Jokowi Ajukan Jenderal Agus Subiyanto Jadi Calon Panglima TNI

Sebagai hulubalang negara, TNI memiliki tugas pokok sebagai mana dijelaskan pasal 7. Tugas dimaksud antara lain menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Tugas pokok tersebut dilaksanakan melalui operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang. Sedangkan operasionalisasinya, tanggung jawab penggunaan kekuatan TNI berada pada Panglima TNI, seperti diatur pasal 19. Pada ayat-ayat di dalamnya dipaparkan bahwa Panglima TNI bertanggung jawab pada presiden, penggunaan kekuatan TNI dalam rangka operasi militer untuk perang operasi militer selain perang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam laporan hasil diskusi pada media November 2018 bertajuk ‘Quo Vadis Reformasi TNI’ yang diterbitkan Komnas HAM, diingatkan kembali bahwa UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI merupakan buah reformasi. Kelahirannya didahului munculnya Tap MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, dan Tap MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.

Ketentuan sebagai amanat reformasi terebut diarahkan untuk menyiapkan demokrasi berkembang dan tumbuh dalam dinamika yang berjalan di dalam proses transisi. Bila watak TNI yang sebelumnya kental dengan ‘dwi fungsi’, di antaranya diwarnai intervensi dalam bidang sosial dan politik sebagai bagian operasi militer selain perang, maka hadirnya UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI tersebut memastikan adanya reposisi dan restrukturisasi TNI ke arah lebih baik dengan arah mengedepankan penghormatan pada prinsip demokrasi, supremasi sipil, HAM, ketentuan hukum nasional dan internasional yang telah dirativikasi dan lainnya.

Lantas, bagaimana konsistensi TNI menjalankan amanat reformasi dan konstitusi sejauh ini? Mengacu sejumlah hasil survei, TNI berjalan pada on the right track. Penilaian ini berdasar pada level kepercayaan yang diberikan publik terhadap institusi tersebut, bahkan menempati posisi paling dipercaya di antara lembaga-lembaga negara lain.

baca juga: Pekan Depan, Pimpinan DPR Tindak Lanjuti Surpres Calon Panglima TNI

Beberapa survei dimaksud adalah Indikator Politik Indonesia (IPI) pada Juni 2023 yang menempatkan TNI pada tingkat kepercayaan 95,8%; survey Indikator pada November 2022 (tingkat kepercayaan 95%); Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Februari 2023 (tingkat kepercayaan 95%). Prestasi TNI mengalahkan lembaga negara lain seperti presiden, KPK dan lainnya.

Kerawanan Politik dan Sosial

Pertarungan ‘kadrun’ versus ‘cebong’ yang sengit mewarnai pertarungan Pilpres 2019 antara Jokowi-Ma’ruf Amin versus Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, kini tidak lagi mendominasi wacana pertarungan publik, terutama di media sosial. Realitas tersebut terjadi karena pertarungan tidak lagi head to head mempertemukan dua pasang kandidat, yang cenderung mengeksploitasi semua isu dan sentimen politik, termasuk ideologis, demi pragmatisme menarik simpati publik.

Belum lekang dari ingatan, pertarungan politik demikian memunculkan gesekan dan tabrakan yang sangat riskan pecah menjadi konflik horizontal. Walaupun diksi kadrun vs cebong sudah luntur, bukan berarti kerawanan Pemilu 2024 serta-merta nihil. Pertarungan politik yang mengemuka justru melibatkan pihak yang pernah berada dalam satu kubu, yakni Jokowi yang pecah kongsi dengan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.

baca juga: Partai Perindo Ungkap Sejumlah PR Calon Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto

Tak dapat dimungkiri, Jokowi berada di balik pasangan Prabowo - Gibran berbenturan dengan kandidat yang diusung PDIP, Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Satu lagi pasangan kandidat yang terlibat dalam kontestansi adalah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Pangkal perkara apa lagi kalau bukan putusan MK tentang ‘Gibran’ yang dianggap berbau KKN. Kontroversi bukan sebatas merusak marwah MK, tapi memicu banyak laporan ke Majelis Kehormatan (MK) MK. Laporan mempersoalkan pelanggaran prinsip independensi, ketidakberpihakan, kode etik, maupun integritas MK.

Gonjang-ganjing tidak saja mengancam posisi Anwar Usman, tapi turut menaburkan wacana hak angket di DPR, pembatalan posisi Gibran sebagai pendamping Prabowo, hingga pemakzulan Jokowi karena dianggap cawe-cawe.

Walaupun tidak bisa diprediksi sejauh mana bola liar yang didorong mulai dari pengamat, guru besar ilmu hukum, politisi hingga kalangan civil society ini akan bergulir dan menyambar, secara langsung atau tidak langsung, kondisi yang terbentuk melemahkan kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap Jokowi.

Apalagi, hujatan dan caci maki para buzzer di media sosial yang sebelumnya merupakan pendukung setia Jokowi dan kini berada di pihak Ganjar Pranowo-Mahfud MD, berlangsung sangat masif dan sistematis. Seolah, tidak ada lagi kata maaf untuk mantan wali kota Solo itu.

baca juga: Karier dan Pendidikan Militer KSAD Jenderal Agus Subiyanto

Persepsi Jokowi yang dianggap tidak lagi kredibel mengawal Pilpres 2024 karena memiliki keberpihakan dan anjloknya kepercayaan publik menjadi variabel pemicu kerawanan dalam kontestansi politik kekuasaan saat ini.

Kerawanan tak kurang membahayakan menyangkut kondisi kehidupan masyarakat Indonesia sekarang ini. Survei Polmark Indonesia di 32 provinsi (kecuali 6 provinsi di Papua) pada akhir Agustus 2023 lalu, menemukan kondisi mengejutkan di balik tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi yang mencapai 73,4%. Apa itu? Mayoritas masyarakat mengakui kondisinya sedang tidak baik-baik saja.

Jaga Konsistensi dan Komitmen

Keberadaan dua variabel kerawanan, yakni melemahnya kepercayaan terhadap Jokowi sebagai presiden dan tekanan hidup berat yang dirasakan masyarakat -seperti tertangkap dalam hasil survei Polmark Indonesia, harus menjadi alarm otoritas terkait dengan melakukan mitigasi agar tidak meledak menjadi pergerakan massa.

Salah satu yang bisa dilakukan adalah menjaga Pemilu 2024 bisa berlangsung jujur dan adil (jurdil), hingga melahirkan kepemimpinan nasional otoritatif. Harapan pertama terwujudnya Pemilu 2024 jurdil tentu harus dialamatkan kepada KPU dan Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara. Jangan sampai mereka menjadi ‘bagian permainan’ demi mendukung salah satu pasang kandidat.

baca juga: Kenangan Manis KSAD Letjen Agus Subiyanto di Kota Cimahi

Peran tak kalah penting adalah dari Polri sebagi garda terdepan menegakkan keamanan dan ketertiban, dan TNI pada posisi bersinergi dengan Polri membantu tugas tersebut. Komitmen sinergitas ini pun telah diteken Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dengan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono. Hanya saja, publik - termasuk para aktor politik yang terlibat dalam pertarungan, tidak bisa sepenuhnya memberikan kepercayaan kepada Polri.

Alasannya, harus diakui kepercayaan publik terhadap lembaga ini masih rendah. Indikasinya bisa dilihat dari berbagai survei yang menempatkan Polri dengan tingkat kepercayaan paling rendah, bahkan dibanding institusi penegak hukum lain. LSI misalnya, dalam survey 31 Maret-4 April 2023 ini tingkat kepercayaan Polri hanya 63%. Bandingkan dengan TNI (91%), Kejagung (69%), pengadilan (68%), KPK (64%).

Dengan fakta seperti ini, maka sandaran mengawal dan mengamankan pelaksanaan Pemilu 2024 secara jurdil diarahkan kepada TNI. Agus Subiyanto yang mendapat amanah meneruskan tongkat estafet kepemimpinan TNI harus meneguhkan komitmen dan konsistensi TNI menjalankan amanat reformasi.

UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI yang menjadi pedoman pengabdian TNI, di antaranya secara tegas menggariskan TNI tidak berpolitik praktis, mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan lainnya. Saat bersama Menhan Prabowo Subianto meresmikan Rumah Sakit Tinggi III Salak dr Sadjiman Boro pada Rabu (01/11), Agus Subiyanto telah menegaskan dirinya loyal pada panglima tertinggi, yakni Presiden. Namun tentu saja loyalitas tersebut harus tetap bersandar pada prinsip-prinsip konstitusi.

Lantas, harus bagaimana Agus Subiyanto memimpin TNI menghadapi turbulensi politik Pemilu 2024 ini? Putra alm Serka (Purn) Deddy Unadi ini tentu belum menyampaikan kebijakan apa yang akan dilakukan menghadapi tahun politik. Tetapi, kebijakan Yudo Margono saat ini bisa menjadi landasan karena masih relevan dengan situasi dan tantangan yang melingkupi. Seperti apa?

baca juga: Intip Kekayaan Jenderal TNI Agus Subiyanto, KSAD Pengganti Dudung Abdurachman

Saat memberikan pembekalan tentang “Kebijakan dan Strategi TNI Guna Mengamankan Tahapan Pemilu 2024” pada Rapat Koordinasi Persiapan Operasi Mantap Brata 2023-2024 dalam rangka pengamanan Pemilu 2024 (27/9/2023), Yudo Margono yang diwakili Kasum TNI Letjen TNI Bambang Ismawan menjelaaskan, TNI sebagai aparatur negara bidang pertahanan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keamanan dalam gelaran pemilu dan pilkada, dimulai dari sebelum, saat dan sesudah pelaksanaan pemilu.

Menghadapi Pemilu 2024 ini, Yudo Margono menyadari tahapan pelaksanaan Pemilu tahun 2024 memiliki potensi tingkat kerawanan yang sangat tinggi. Untuk itu sinergi dan soliditas TNI-Polri dengan pemerintah pusat dan daerah dalam pengamanan Pemilu tahun 2024 perlu dikuatkan.

TNI juga akan berperan aktif dalam mengamankan seluruh tahapan Pemilu tahun 2024 dengan langkah-langkah kebijakan, yaitu netralitas TNI. Hal ini sesuai dengan yang telah diamanatkan dalam UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI pada Pasal 39 yang melarang setiap prajurit TNI untuk menjadi anggota partai politik, mengikuti maupun terlibat dalam kegiatan politik praktis serta dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilu dan jabatan politis lainnya.

Di sisi lain, TNI juga mempunyai aturan yang tegas bagi prajurit yang melanggar netralitas TNI, yakni akan diberikan sanksi. Ditegaskan, sikap netral TNI juga diatur dalam UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Untuk menjaga netralitas TNI, Yudo Margono secara kongkret memerintahkan seluruh Prajurit TNI agar betul-betul menjaga netralitas TNI, patuh, dan mempedomani ‘5 Perintah Panglima TNI’ tentang Netralitas TNI.

Netralitas dimaksud meliputi definisi tidak memihak dan tidak memberi dukungan kepada parpol manapun beserta pasangan calon (paslon) yang diusung serta tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis; tidak memberikan fasilitas tempat/sarana dan prasarana milik TNI kepada paslon dan parpol untuk digunakan sebagai sarana kampanye.

Selanjutnya, keluarga prajurit TNI yang memiliki hak pilih (hak individu selaku warga negara), namun dilarang memberi arahan dalam menentukan hak pilih; tidak memberikan tanggapan, komentar dan mengupload apapun terhadap hasil quick count sementara yang dikeluarkan oleh lembaga survei; serta menindak tegas prajurit TNI dan PNS yang terbukti terlibat politik praktis, memihak dan memberi dukungan parpol beserta paslon yang diusung.

baca juga: Penunjukan Jenderal Agus Subiyanto Jadi Daftar Panjang Solo Connection Jokowi

Tentu, siapapun harus optimistis Agus Subiyanto tetap konsistensi memegang teguh UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI dan menegaskan komitmen menjaga netralitas TNI. Apalagi, Jokowi saat mengunjungi proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, pada Rabu (1/11), kembali menekankan agar seluruh aparatur sipil negara (ASN) pemerintahan, baik di tingkat kabupaten/kota hingga tingkat pusat menjaga netralitasnya pada Pemilu 2024. Instruksi sama juga berlaku bagi aparat TNI-Polri.

Di sisi lain, sebagai pemegang mandat kepemimpinan TNI, Agus Subiyanto telah bersumpah -seperti disampaikan saat diangkat sebagai KSAD, untuk setia pada Pancasila dan UUD 1945, menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya, menjunjung tinggi etika jabatan dan sumpah prajurit.

Namun sekali lagi, di tengah turbulensi politik yang demikian keras saat ini, godaan dan tarikan pragmatisme politik akan menguji sejauh mana Agus Subiyanto meneguhkan hati. Kepada dia lah bangsa ini berharap, agar berbagai kekhawatiran tentang dampak terburuk dari pertarungan politik yang begitu keras bisa diredam dan tidak terjadi. (*)
(hdr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1922 seconds (0.1#10.140)