Anak Muda Perlu Disiapkan untuk Perangi Berita Bohong dan Intoleransi
loading...
A
A
A
Penangkalan berita bohong dan ujaran kebencian tentunya bukan pekerjaan rumah para pemuda. Negara perlu hadir untuk memberikan dukungan kepada mereka secara konkret dan konsisten, sehingga semangat dan niat yang baik dari generasi muda Indonesia dalam menangkal intoleransi bisa dilakukan secara berkelanjutan. TIdak perlu merumuskan rencana yang muluk-muluk, cukup dengan melakukan evaluasi terhadap yang sudah berjalan dan memperkuatnya.
"Sebenarnya kita tidak perlu membuat hal yang baru, namun cukup dengan memperkuat struktur dan fungsi dari organisasi-organisasi yang sudah ada. Misalnya, terhadap banyak organisasi kemahasiswaan atau kepemudaan yang sudah exist, itu kan tinggal ditambahkan bidang khusus yang memang punya tugas menyosialisasikan terkait bahaya berita bohong, fitnah, radikalisme di organisasinya masing-masing," katanya.
Hariqo berpesan agar Indonesia memiliki proses yang serius untuk mencetak orang-orang yang tidak hanya dewasa dalam bersikap, tapi juga punya resiliensi terhadap ujaran bohong serta kebencian. Tentunya ini tidak bisa diraih dengan hanya membentuk program secara serampangan.
"Proses lahirnya orang-orang radikal itu melalui pengkaderan yang serius. Mereka ditempa, disekolahkan, hafal berbagai ayat, itu kan hal-hal yang serius. Kemudian, di sisi kaum moderat masih banyak akademisi yang cerdas, pintar, tapi malas main medsos untuk speak up. Ini jangan sampai terus dibiarkan," katanya.
Tanpa mengecilkan peran pemuda, katanya, jangan sampai semangat mereka untuk menjadi agen perubahan dalam menghadapi ujaran kebencian ini sifatnya sementara saja, dan tidak jelas kelanjutannya.
"Seringkali yang dibutuhkan oleh organisasi kepemudaan terkait publikasi dan dokumentasi. Tugas mereka biasanya hanya sebatas mengadakan acara dan menghadirkan massa. Alangkah baiknya jika antara generasi muda Indonesia difasilitasi dan diajak untuk berkolaborasi dengan pemerintah setempat untuk meluaskan jaringan dan dampak positif dari agenda mereka," kata Hariqo.
"Sebenarnya kita tidak perlu membuat hal yang baru, namun cukup dengan memperkuat struktur dan fungsi dari organisasi-organisasi yang sudah ada. Misalnya, terhadap banyak organisasi kemahasiswaan atau kepemudaan yang sudah exist, itu kan tinggal ditambahkan bidang khusus yang memang punya tugas menyosialisasikan terkait bahaya berita bohong, fitnah, radikalisme di organisasinya masing-masing," katanya.
Hariqo berpesan agar Indonesia memiliki proses yang serius untuk mencetak orang-orang yang tidak hanya dewasa dalam bersikap, tapi juga punya resiliensi terhadap ujaran bohong serta kebencian. Tentunya ini tidak bisa diraih dengan hanya membentuk program secara serampangan.
"Proses lahirnya orang-orang radikal itu melalui pengkaderan yang serius. Mereka ditempa, disekolahkan, hafal berbagai ayat, itu kan hal-hal yang serius. Kemudian, di sisi kaum moderat masih banyak akademisi yang cerdas, pintar, tapi malas main medsos untuk speak up. Ini jangan sampai terus dibiarkan," katanya.
Tanpa mengecilkan peran pemuda, katanya, jangan sampai semangat mereka untuk menjadi agen perubahan dalam menghadapi ujaran kebencian ini sifatnya sementara saja, dan tidak jelas kelanjutannya.
"Seringkali yang dibutuhkan oleh organisasi kepemudaan terkait publikasi dan dokumentasi. Tugas mereka biasanya hanya sebatas mengadakan acara dan menghadirkan massa. Alangkah baiknya jika antara generasi muda Indonesia difasilitasi dan diajak untuk berkolaborasi dengan pemerintah setempat untuk meluaskan jaringan dan dampak positif dari agenda mereka," kata Hariqo.
(abd)