Krisis Kemanusiaan Ekstrem Hari Ini
loading...
A
A
A
Irjen Pol (Purn) Hamidin Aji Amin
Mantan Direktur Pencegahan dan Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT dan Pengamat Terorisme
SEMAKIN kita mengikuti kejadian di Gaza Palestina akibat perang Israel versus Hamas, tanpa melihat apakah mereka orang Palestina, Israel, atau bangsa lain, perasaan kita sebagai makhluk ciptaan Allah SWT semakin miris saja, air mata kita seakan larut dalam duka mereka yang sangat pedih, rakyat Gaza.
Betapa tidak, hari ini di tengah situasi konflik bersenjata yang tidak tahu sampai kapan akan berakhir, krisis kemanusiaan di Gaza telah mencapai tingkat yang terburuk yang belum pernah terjadi sebelumnya. Untuk masalah kesehatan saja masyarakat Gaza berada pada posisi mengenaskan yang ekstrem.
Hampir semua rumah sakit telah kehabisan bahan bakar dan sumber energi hanya untuk mengoperasikan peralatan medis, dan beberapa rumah sakit harus ditutup. Stok makanan dan persediaan logistik lain sangat minim dan terbatas. Masyarakat terpaksa minum air sembarangan yang tidak higienis dan aman.
Tempat tinggal sementara atau kamp penampungan yang disiapkan oleh PBB dalam kondisi penuh sesak, penghuni berhimpit-himpitan, bahkan banyak yang dipaksa menampung 10 atau 12 kali lipat lebih banyak dari kapastitas tampung. Badan Bantuan Internasional UNWRA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East) mengatakan, bahwa " Di sini kehidupan yang bermartabat sudah jauh tertinggal".
Sulit dibayangkan sebuah Badan Internasional PBB yang secara khusus menangani Agensi Pekerjaan dan Pemulihan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat - United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East - sebuah badan pembangunan bantuan khusus kemanusiaan yang memberikan pendidikan, kesehatan, layanan sosial, dan bantuan darurat kepada empat ratus ribu pengungsi Palestina yang tinggal di Yordania, Lebanon, dan Suriah, juga di Tepi Barat dan Jalur Gaza, yang merupakan satu-satunya badan yang ditujukan untuk membantu pengungsi dari satu daerah atau konflik sampai merasa kewalahan dan memberikan pernyataan seperti itu.
UNRWA juga sepertinya telah kehilangan kekuatan dan menekankan bahwa jika bahan bakar tidak segera diizinkan masuk ke Gaza, pihaknya terpaksa mengurangi atau bahkan menghentikan operasi kemanusiaan di Gaza.
Kenapa bisa? Persoalannya menurut penulis sebenarnya ada pada pihak Israel yang ingin menang sendiri dan menganggap seruan internasional yang semakin keras untuk melakukan gencatan senjata justru ditanggapi dingin dengan kemarahan. Israel mengecam pimpinan PBB karena telah mengatakan bahwa serangan itu tidak terjadi “dalam ruang hampa.”
Sementara itu, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga dianggap telah gagal mencapai kesepakatan untuk memastikan bantuan sampai ke rakyat Palestina, persis setelah Dewan Keamanan PBB menghentikan resolusi yang saling bertentangan antara AS dan Rusia.
Rabu lalu juga Israel secara terang-terangan memperlihatkan ketidaksukaannya kepada PBB atas pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres - Israel menganggap bahwa pertemuan Dewan Keamanan kali itu adalah bentuk pembenaran bagi aktivitas terorisme.
Menteri Luar Negeri Eli Cohen juga bereaksi dengan membatalkan pertemuan yang telah dijadwalkan dengan Guterres tepat setelah pertemuan dewan pada hari Selasa lalu. Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan menyerukan agar Guterres mengundurkan diri saja.
Yad Vashem yang dikenal sebagai petugas peringatan Holocaust Israel, juga mengatakan bahwa Sekjen PBB “gagal dalam ujian tersebut.” Guterres menanggapi kritik Israel tersebut dengan mengatakan kepada wartawan di markas besar PBB di New York bahwa dia “terkejut” dengan "salah tafsir dan pengertian" atas sebagian pernyataannya di hadapan para delegasi dewan tersebut.
Dan ditambahkan "seolah-olah saya membenarkan tindakan teror yang dilakukan Hamas.” Dia pun mengulangi kata-kata awal pernyataannya pada hari Selasa lalu “Saya dengan tegas mengutuk tindakan teror Hamas pada tanggal 7 Oktober yang mengerikan dan belum pernah terjadi sebelumnya di Israel. Tidak ada yang bisa membenarkan pembunuhan, pencideraan, dan penculikan," katanya
Dari sisi Israel, alih-alih mendinginkan situasi, Israel justru mengumumkan bahwa pasukan daratnya telah memasuki Gaza semalaman untuk menyerang sasaran Hamas. Ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pihaknya sedang “mempersiapkan invasi darat”.
Banyak orang berpendapat bahwa saja itu merupakan statement rangkaian dari beberapa invasi darat yang dilakukan dia, “saya tidak akan merinci kapan, bagaimana atau berapa banyak,” ujarnya dalam siaran televisi kepada warga pada Rabu malam.
Tentu dengan pernyataan ini, daerah kantong Palestina yang sudah terkepung menjadi semakin terguncang akibat pemboman Israel selama hampir tiga Minggu berturut-turut lalu karena Israel terpicu oleh pembunuhan massal di Israel selatan oleh militan Hamas yang didukung oleh Iran dan berhasil menguasai menguasai Gaza.
Hamas mengancam akan membunuh lebih dari 200 sandera yang telah dibawa kembali ke Gaza, yang menurut Israel lebih dari setengahnya memegang paspor asing dan berasal dari 25 negara. Kelompok lain yang didukung Iran juga telah melakukan upaya serangan terhadap Israel di wilayah wilayah lain.
Para pemimpin Barat khawatir tingginya angka kematian warga sipil Palestina yang telah terbunuh dalam jumlah besar akibat serangan udara Israel akan dapat memicu perang yang lebih luas termasuk memicu sentimen agama yang lebih luas.
Lain pernyataan PBB lain kata Hamas dan lain pula kata Israel. Dengan tanpa beban apa pun termasuk beban terhadap rakyatnya yang sedang menderita, mereka akan tetap saling serang.
Presiden Turki Tayyip Erdogan termasuk salah satu yang mendukung Palestina yang memberikan tanggapannya mengenai konflik Gaza. Pada hari Rabu lalu sang pemimpin ini mengatakan bahwa kelompok militan Palestina Hamas bukanlah organisasi teroris, mereka adalah kelompok pembebasan yang berjuang untuk melindungi tanah leluhur mereka Palestina.
Turki yang merupakan anggota NATO juga mengutuk kematian warga sipil yang disebabkan oleh serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan. Erdogan juga mendesak pasukan Israel untuk menahan diri. Ankara sangat mengecam keras pemboman Israel di Gaza.
Berkali-kali Erdogan menegaskan bahwa “Hamas bukanlah organisasi teroris, mereka adalah kelompok pembebasan, ‘mujahidin’ yang melancarkan pertempuran untuk melindungi tanah dan rakyatnya,” katanya kepada anggota parlemen dari Partai AK dengan menggunakan bahasa Arab yang secara harfiah memiliki arti "mereka yang memperjuangkan keyakinan mereka".
Berbeda dengan sekutu NATO Uni Eropa, Turki tidak menganggap Hamas sebagai organisasi teroris dan menjadi tuan rumah bagi anggota kelompok tersebut di wilayahnya. Ankara mendukung solusi dua negara terhadap konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun itu.
Sangat tergantung pihak pihak yang bertikai. Berbagai pertanyaan timbul akan tundukkah mereka pada badan internasional PBB? Adakah sanksi untuk Israel? Akan adakah gencatan senjata? Kapan dan siapa yang akan memulai?
Atas semua pertanyaan tersebut bagi Indonesia, Indonesia telah memulai dan berbuat sangat berani. Itulah yang disampaikan oleh Ibu Retno Marsudi di hadapan Dewan Keamanan PBB beberapa hari lalu. Bravo Ibu Menlu RI.
Mantan Direktur Pencegahan dan Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT dan Pengamat Terorisme
Hamas, Israel, dan PBB berdebat
SEMAKIN kita mengikuti kejadian di Gaza Palestina akibat perang Israel versus Hamas, tanpa melihat apakah mereka orang Palestina, Israel, atau bangsa lain, perasaan kita sebagai makhluk ciptaan Allah SWT semakin miris saja, air mata kita seakan larut dalam duka mereka yang sangat pedih, rakyat Gaza.
Betapa tidak, hari ini di tengah situasi konflik bersenjata yang tidak tahu sampai kapan akan berakhir, krisis kemanusiaan di Gaza telah mencapai tingkat yang terburuk yang belum pernah terjadi sebelumnya. Untuk masalah kesehatan saja masyarakat Gaza berada pada posisi mengenaskan yang ekstrem.
Hampir semua rumah sakit telah kehabisan bahan bakar dan sumber energi hanya untuk mengoperasikan peralatan medis, dan beberapa rumah sakit harus ditutup. Stok makanan dan persediaan logistik lain sangat minim dan terbatas. Masyarakat terpaksa minum air sembarangan yang tidak higienis dan aman.
Tempat tinggal sementara atau kamp penampungan yang disiapkan oleh PBB dalam kondisi penuh sesak, penghuni berhimpit-himpitan, bahkan banyak yang dipaksa menampung 10 atau 12 kali lipat lebih banyak dari kapastitas tampung. Badan Bantuan Internasional UNWRA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East) mengatakan, bahwa " Di sini kehidupan yang bermartabat sudah jauh tertinggal".
Sulit dibayangkan sebuah Badan Internasional PBB yang secara khusus menangani Agensi Pekerjaan dan Pemulihan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat - United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East - sebuah badan pembangunan bantuan khusus kemanusiaan yang memberikan pendidikan, kesehatan, layanan sosial, dan bantuan darurat kepada empat ratus ribu pengungsi Palestina yang tinggal di Yordania, Lebanon, dan Suriah, juga di Tepi Barat dan Jalur Gaza, yang merupakan satu-satunya badan yang ditujukan untuk membantu pengungsi dari satu daerah atau konflik sampai merasa kewalahan dan memberikan pernyataan seperti itu.
UNRWA juga sepertinya telah kehilangan kekuatan dan menekankan bahwa jika bahan bakar tidak segera diizinkan masuk ke Gaza, pihaknya terpaksa mengurangi atau bahkan menghentikan operasi kemanusiaan di Gaza.
Kenapa bisa? Persoalannya menurut penulis sebenarnya ada pada pihak Israel yang ingin menang sendiri dan menganggap seruan internasional yang semakin keras untuk melakukan gencatan senjata justru ditanggapi dingin dengan kemarahan. Israel mengecam pimpinan PBB karena telah mengatakan bahwa serangan itu tidak terjadi “dalam ruang hampa.”
Sementara itu, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga dianggap telah gagal mencapai kesepakatan untuk memastikan bantuan sampai ke rakyat Palestina, persis setelah Dewan Keamanan PBB menghentikan resolusi yang saling bertentangan antara AS dan Rusia.
Rabu lalu juga Israel secara terang-terangan memperlihatkan ketidaksukaannya kepada PBB atas pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres - Israel menganggap bahwa pertemuan Dewan Keamanan kali itu adalah bentuk pembenaran bagi aktivitas terorisme.
Menteri Luar Negeri Eli Cohen juga bereaksi dengan membatalkan pertemuan yang telah dijadwalkan dengan Guterres tepat setelah pertemuan dewan pada hari Selasa lalu. Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan menyerukan agar Guterres mengundurkan diri saja.
Yad Vashem yang dikenal sebagai petugas peringatan Holocaust Israel, juga mengatakan bahwa Sekjen PBB “gagal dalam ujian tersebut.” Guterres menanggapi kritik Israel tersebut dengan mengatakan kepada wartawan di markas besar PBB di New York bahwa dia “terkejut” dengan "salah tafsir dan pengertian" atas sebagian pernyataannya di hadapan para delegasi dewan tersebut.
Dan ditambahkan "seolah-olah saya membenarkan tindakan teror yang dilakukan Hamas.” Dia pun mengulangi kata-kata awal pernyataannya pada hari Selasa lalu “Saya dengan tegas mengutuk tindakan teror Hamas pada tanggal 7 Oktober yang mengerikan dan belum pernah terjadi sebelumnya di Israel. Tidak ada yang bisa membenarkan pembunuhan, pencideraan, dan penculikan," katanya
Dari sisi Israel, alih-alih mendinginkan situasi, Israel justru mengumumkan bahwa pasukan daratnya telah memasuki Gaza semalaman untuk menyerang sasaran Hamas. Ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pihaknya sedang “mempersiapkan invasi darat”.
Banyak orang berpendapat bahwa saja itu merupakan statement rangkaian dari beberapa invasi darat yang dilakukan dia, “saya tidak akan merinci kapan, bagaimana atau berapa banyak,” ujarnya dalam siaran televisi kepada warga pada Rabu malam.
Tentu dengan pernyataan ini, daerah kantong Palestina yang sudah terkepung menjadi semakin terguncang akibat pemboman Israel selama hampir tiga Minggu berturut-turut lalu karena Israel terpicu oleh pembunuhan massal di Israel selatan oleh militan Hamas yang didukung oleh Iran dan berhasil menguasai menguasai Gaza.
Hamas mengancam akan membunuh lebih dari 200 sandera yang telah dibawa kembali ke Gaza, yang menurut Israel lebih dari setengahnya memegang paspor asing dan berasal dari 25 negara. Kelompok lain yang didukung Iran juga telah melakukan upaya serangan terhadap Israel di wilayah wilayah lain.
Para pemimpin Barat khawatir tingginya angka kematian warga sipil Palestina yang telah terbunuh dalam jumlah besar akibat serangan udara Israel akan dapat memicu perang yang lebih luas termasuk memicu sentimen agama yang lebih luas.
Lain pernyataan PBB lain kata Hamas dan lain pula kata Israel. Dengan tanpa beban apa pun termasuk beban terhadap rakyatnya yang sedang menderita, mereka akan tetap saling serang.
Palestina mendapat dukungan
Presiden Turki Tayyip Erdogan termasuk salah satu yang mendukung Palestina yang memberikan tanggapannya mengenai konflik Gaza. Pada hari Rabu lalu sang pemimpin ini mengatakan bahwa kelompok militan Palestina Hamas bukanlah organisasi teroris, mereka adalah kelompok pembebasan yang berjuang untuk melindungi tanah leluhur mereka Palestina.
Turki yang merupakan anggota NATO juga mengutuk kematian warga sipil yang disebabkan oleh serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan. Erdogan juga mendesak pasukan Israel untuk menahan diri. Ankara sangat mengecam keras pemboman Israel di Gaza.
Berkali-kali Erdogan menegaskan bahwa “Hamas bukanlah organisasi teroris, mereka adalah kelompok pembebasan, ‘mujahidin’ yang melancarkan pertempuran untuk melindungi tanah dan rakyatnya,” katanya kepada anggota parlemen dari Partai AK dengan menggunakan bahasa Arab yang secara harfiah memiliki arti "mereka yang memperjuangkan keyakinan mereka".
Berbeda dengan sekutu NATO Uni Eropa, Turki tidak menganggap Hamas sebagai organisasi teroris dan menjadi tuan rumah bagi anggota kelompok tersebut di wilayahnya. Ankara mendukung solusi dua negara terhadap konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun itu.
Sampai kapan tragedi kemanusian ekstrem ini berakhir?
Sangat tergantung pihak pihak yang bertikai. Berbagai pertanyaan timbul akan tundukkah mereka pada badan internasional PBB? Adakah sanksi untuk Israel? Akan adakah gencatan senjata? Kapan dan siapa yang akan memulai?
Atas semua pertanyaan tersebut bagi Indonesia, Indonesia telah memulai dan berbuat sangat berani. Itulah yang disampaikan oleh Ibu Retno Marsudi di hadapan Dewan Keamanan PBB beberapa hari lalu. Bravo Ibu Menlu RI.
(rca)