Layanan Digital Mutlak Diperlukan
loading...
A
A
A
Selain itu, dari segi anggaran, khususnya untuk mendukung riset dan pengembangan, juga terbilang minim yakni sekitar 0,01%. Tauhid membandingkan anggaran yang dikeluarkan Malaysia dan negara lain yang rata-rata mencapai 2% dari produk domestik bruto. (Baca juga: Wow, 103 Bank Perkreditan Rakyat Sudah Bangkrut)
Berikutnya, kata dia, yang juga menjadi sorotan adalah tingkat kepemilihan hak paten yang relatif rendah, sehingga tidak heran jika saat ini penguasaan teknologinya masih didominasi teknologi impor dan sumber daya yang berasal dari luar negeri.
“Kecepatan internet atau bandwith di Indonesia juga masih lambat dibandingkan negara lain. Peringkat kita di urutan 61 dari 63 negara. Speed kita masih lambat, negara lain mungkin sudah beberapa Mbps. Kita masih berapa, lambat banget, mahal lagi,” katanya.
Utamakan Karya Anak Negeri
Di bagian lain, anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi menilai ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar daya saing digital nasional bisa ditingkatkan. Menurutnya, agar tersedia infrastruktur fisik yang baik, pemerintah dapat mencari peluang untuk meningkatkan biaya hak penggunaan frekuensi dan biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi. (Baca juga: Bejat, Lelaki Ini Nyaris Renggut Kesucian Keponakan Sendiri)
Selanjutnya, ujar dia, perlunya pembangunan infrastruktur telekomunikasi sebagai manifestasi dari kewajiban universal pelayanan atau universal service obligation (USO), yang saat ini dinilai kurang terlaksana terutama di wilayah di luar Jawa.
“Implementasi USO semakin penting mengingat pandemi Covid-19 belum diketahui kapan akan berakhir, dan semakin besarnya kebutuhan untuk penyelenggaraan pekerjaan, usaha, dan pendidikan jarak jauh,” kata dia.
Hal lain yang juga penting adalah terkait ketersediaan aplikasi dan konten yang digunakan oleh konsumen akhir. Menurut Baidowi, ketersediaan aplikasi ini bisa dilakukan dengan cara menggandeng perusahaan telekomunikasi agar dapat menyediakan harga kuota data yang lebih murah. Perlu juga ada subsidi platform buatan anak negeri sehingga dapat diakses gratis atau sangat murah oleh konsumen dalam negeri.
“Kami meminta penyedia aplikasi dan konten pendidikan, kesehatan, dan agama dapat diprioritaskan oleh perusahaan raksasa telekomunikasi,” ujarnya. (Lihat videonya: Modus Usir Jin, Dukun Bejat Cabuli Dua Gadis di Bawah Umur)
Senada dengan Baidowi, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi juga sepakat agar implementasi USO dari operator telekomunikasi bisa dimanfaatkan sebaik mungkin. Selain itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga harus menyediakan alokasi khusus untuk membangun infrastruktur.
Berikutnya, kata dia, yang juga menjadi sorotan adalah tingkat kepemilihan hak paten yang relatif rendah, sehingga tidak heran jika saat ini penguasaan teknologinya masih didominasi teknologi impor dan sumber daya yang berasal dari luar negeri.
“Kecepatan internet atau bandwith di Indonesia juga masih lambat dibandingkan negara lain. Peringkat kita di urutan 61 dari 63 negara. Speed kita masih lambat, negara lain mungkin sudah beberapa Mbps. Kita masih berapa, lambat banget, mahal lagi,” katanya.
Utamakan Karya Anak Negeri
Di bagian lain, anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi menilai ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar daya saing digital nasional bisa ditingkatkan. Menurutnya, agar tersedia infrastruktur fisik yang baik, pemerintah dapat mencari peluang untuk meningkatkan biaya hak penggunaan frekuensi dan biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi. (Baca juga: Bejat, Lelaki Ini Nyaris Renggut Kesucian Keponakan Sendiri)
Selanjutnya, ujar dia, perlunya pembangunan infrastruktur telekomunikasi sebagai manifestasi dari kewajiban universal pelayanan atau universal service obligation (USO), yang saat ini dinilai kurang terlaksana terutama di wilayah di luar Jawa.
“Implementasi USO semakin penting mengingat pandemi Covid-19 belum diketahui kapan akan berakhir, dan semakin besarnya kebutuhan untuk penyelenggaraan pekerjaan, usaha, dan pendidikan jarak jauh,” kata dia.
Hal lain yang juga penting adalah terkait ketersediaan aplikasi dan konten yang digunakan oleh konsumen akhir. Menurut Baidowi, ketersediaan aplikasi ini bisa dilakukan dengan cara menggandeng perusahaan telekomunikasi agar dapat menyediakan harga kuota data yang lebih murah. Perlu juga ada subsidi platform buatan anak negeri sehingga dapat diakses gratis atau sangat murah oleh konsumen dalam negeri.
“Kami meminta penyedia aplikasi dan konten pendidikan, kesehatan, dan agama dapat diprioritaskan oleh perusahaan raksasa telekomunikasi,” ujarnya. (Lihat videonya: Modus Usir Jin, Dukun Bejat Cabuli Dua Gadis di Bawah Umur)
Senada dengan Baidowi, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi juga sepakat agar implementasi USO dari operator telekomunikasi bisa dimanfaatkan sebaik mungkin. Selain itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga harus menyediakan alokasi khusus untuk membangun infrastruktur.