Layanan Digital Mutlak Diperlukan

Rabu, 05 Agustus 2020 - 06:03 WIB
loading...
Layanan Digital Mutlak...
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Ambisi menjadikan sektor digital sebagai pendorong ekonomi pada masa mendatang harus disertai upaya ekstrakeras dari semua pemangku kepentingan. Selain dukungan infrastruktur, penguatan talenta sumber daya manusia (SDM) mutlak diperlukan untuk mendukung kesiapan transformasi.

Berdasarkan data IMD World Digital Competitiveness 2019, di sektor kesiapan skill dan kemampuan SDM, peringkat Indonesia masih berada di atas 50. Misalnya saja terkait anggaran pengeluaran pendidikan yang ada di posisi 57, lalu pencapaian tingkat pendidikan di posisi 58 dan rasio lulusan dalam bidang sains di urutan ke-50.

Data-data tersebut menjadikan posisi Indonesia secara keseluruhan berada di posisi 56 dari 63 negara pada peringkat Daya Saing Digital pada 2019. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat (AS) yang menduduki peringkat pertama negara paling berdaya saing di sektor digital mendominasi faktor kualitas skill, seperti konsentrasi keilmuan yang selalu di urutan teratas selama lima tahun terakhir. (Baca: Daya Saing Digital Indonesia Tahun 2019 Rangking 8 Terbawah)

Fakta tersebut merupakan buah dari konsistensi AS dalam hal peningkatan skill, rasio lulusan pendidikan tinggi di sektor teknologi, produktivitas riset, serta jaminan hak paten yang kesemuanya selalu berada di peringkat 10 besar. Faktor lain yang mendukung perkembangan digital di AS adalah dukungan industri keuangan dan venture capital yang menduduki peringkat 1, serta tegasnya penegakan aturan terhadap pembajakan software. Satu hal lagi yang membuat perkembangan industri digital di AS begitu maju adalah terciptanya ekosistem yang baik dan saling terintegrasi mulai sektor hulu hingga hilirnya.

Pada masa pandemi virus corona (Covid-19), kebutuhan penggunaan teknologi digital memang tidak bisa dihindari. Hal itu disebabkan masyarakat masih terbatas melakukan aktivitas di luar rumah karena khawatir akan keamanan dan kesehatan diri. Maka itu, melakukan aktivitas sehari-hari dengan teknologi berbasis internet menjadi opsi terbaik saat ini.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, transformasi digital pada masa pandemi maupun setelah pandemi akan mengubah secara struktural cara kerja, beraktivitas, berkonsumsi, belajar, bertransaksi yang sebelumnya luring dengan kontak fisik menjadi lebih banyak ke daring. (Baca juga: Israel Bombardir Damaskus, Sistem Rudal Suriah Beraksi)

“Perubahan seperti ini perlu segera diantisipasi, disiapkan, direncanakan secara matang,” ujar Presiden saat rapat terbatas mengenai Perencanaan Transformasi Digital, di Jakarta, Senin (3/8/2020).

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Presiden memberikan beberapa arahan antara lain menginstruksikan perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital, menyiapkan roadmap transportasi digital di sektor-sektor strategis, percepatan integrasi Pusat Data Nasional, menyediakan kebutuhan SDM, dan mempercepat keluarnya regulasi terkait skema pembiayaan transformasi digital.

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan ada tiga faktor untuk membuat Indonesia lebih siap dalam hal transformasi digital. Pertama, meningkatkan pengetahuan (sains) teknologi dan riset yang memadai.

“Pengetahuan di bidang sains dan teknologi masih rendah, ditunjukkan dalam PISA (Programme for International Student Assessment) yang berada di peringkat bawah. Dasar penguasaan teknologi termasuk di bidang IT, juga masih relatif rendah,” kata Tauhid kepada SINDO Media kemarin.

Selain itu, dari segi anggaran, khususnya untuk mendukung riset dan pengembangan, juga terbilang minim yakni sekitar 0,01%. Tauhid membandingkan anggaran yang dikeluarkan Malaysia dan negara lain yang rata-rata mencapai 2% dari produk domestik bruto. (Baca juga: Wow, 103 Bank Perkreditan Rakyat Sudah Bangkrut)

Berikutnya, kata dia, yang juga menjadi sorotan adalah tingkat kepemilihan hak paten yang relatif rendah, sehingga tidak heran jika saat ini penguasaan teknologinya masih didominasi teknologi impor dan sumber daya yang berasal dari luar negeri.

“Kecepatan internet atau bandwith di Indonesia juga masih lambat dibandingkan negara lain. Peringkat kita di urutan 61 dari 63 negara. Speed kita masih lambat, negara lain mungkin sudah beberapa Mbps. Kita masih berapa, lambat banget, mahal lagi,” katanya.

Utamakan Karya Anak Negeri

Di bagian lain, anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi menilai ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar daya saing digital nasional bisa ditingkatkan. Menurutnya, agar tersedia infrastruktur fisik yang baik, pemerintah dapat mencari peluang untuk meningkatkan biaya hak penggunaan frekuensi dan biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi. (Baca juga: Bejat, Lelaki Ini Nyaris Renggut Kesucian Keponakan Sendiri)

Selanjutnya, ujar dia, perlunya pembangunan infrastruktur telekomunikasi sebagai manifestasi dari kewajiban universal pelayanan atau universal service obligation (USO), yang saat ini dinilai kurang terlaksana terutama di wilayah di luar Jawa.

“Implementasi USO semakin penting mengingat pandemi Covid-19 belum diketahui kapan akan berakhir, dan semakin besarnya kebutuhan untuk penyelenggaraan pekerjaan, usaha, dan pendidikan jarak jauh,” kata dia.

Hal lain yang juga penting adalah terkait ketersediaan aplikasi dan konten yang digunakan oleh konsumen akhir. Menurut Baidowi, ketersediaan aplikasi ini bisa dilakukan dengan cara menggandeng perusahaan telekomunikasi agar dapat menyediakan harga kuota data yang lebih murah. Perlu juga ada subsidi platform buatan anak negeri sehingga dapat diakses gratis atau sangat murah oleh konsumen dalam negeri.

“Kami meminta penyedia aplikasi dan konten pendidikan, kesehatan, dan agama dapat diprioritaskan oleh perusahaan raksasa telekomunikasi,” ujarnya. (Lihat videonya: Modus Usir Jin, Dukun Bejat Cabuli Dua Gadis di Bawah Umur)

Senada dengan Baidowi, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi juga sepakat agar implementasi USO dari operator telekomunikasi bisa dimanfaatkan sebaik mungkin. Selain itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga harus menyediakan alokasi khusus untuk membangun infrastruktur.

“Kita masalah di infrastruktur, di mana ribuan desa belum mendapat layanan internet. Ada yang sudah ada internet, tapi masih lemot. Masalahnya, selama ini infrastruktur dibangun oleh operator telekomunikasi dan penyelenggara jasa internet,” ujar Heru. Menurut Heru, harus ada upaya very extraordinary apabila ingin segera melakukan transformasi digital. (Faorick Pakpahan/Dita Angga)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1123 seconds (0.1#10.140)