Crab Mentality Penggerus Soliditas Bangsa

Kamis, 19 Oktober 2023 - 06:58 WIB
loading...
Crab Mentality Penggerus Soliditas Bangsa
Foto: Istimewa
A A A
Anis Masykhur
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Peneliti pada Alhikmah Institut for Islamic Studies Jakarta

KISAH Ken Arok membunuh Tunggul Ametung yang kemudian menjadi embrio berdirinya kerajaan Singosari menjadi potret kelam "perebutan kekuasaan". Praktik ini dilanjutkan oleh Anusapati yang merebut paksa kekuasaan dari Ken Arok, ayah tirinya. Perebutan diulang lagi oleh Tohjoyo yang mengudeta Anusapati, dan begitu seterusnya.

baca juga: Kekuasaan, Politik, dan Hukum

Praktik jegal menjegal memperebutkan tampuk kekuasaan ini juga mendasari berdirinya kerajaan besar di bumi Nusantara yakni kerajaan Singasari dan Majapahit, yang mana masa berkuasanya lebih dari dua abad. Potret ini pula yang kadang dijadikan "sandaran" model politik yang dipilih bangsa ini.

Praktik politik ini menjadi contoh kelam, karena dalam psikologi mencerminkan bangunan praktik riil mental kepiting (crab mentality). Crab mentality adalah sikap iri yang dimiliki oleh seseorang yang mendorongnya untuk melakukan segala cara agar ia lebih unggul dari orang lain, yang ujungnya adalah kekuasaan.

Jegal menjegal menjadi biasa. Tapi bentuknya kini sudah mengalami perubahan. Dulu pola kasar seperti membunuh atau kudeta, kini bentuknya lebih lembut, misalkan melalui penyebaran hoax (fitnah), caci maki, dan sejenisnya.

Tokoh yang pertama memperkenalkan teori ini adalah David Wong, seorang penulis dan blogger asal Amerika Serikat. Dalam artikelnya yang berjudul "Crab Mentality: How to Stop Letting Others Hold You Back", Wong menjelaskan bahwa crab mentality merupakan fenomena yang jamak terjadi di masyarakat, baik di lingkungan kerja, sekolah, maupun keluarga.

baca juga: Hukum dan Kekuasaan Suatu Keniscayaan

Istilah tersebut muncul dari analogi yang diambil dari perilaku kepiting di dalam suatu keranjang yang mencapit kawannya ketika salah satu dari mereka berusaha merambat memanjat keluar keranjang.

Wong memberikan indikator seseorang yang mengidap mental kepiting ini, antara lain suka iri dengan kesuksesan orang, menyebarkan fitnah dan rumor untuk menjatuhkan orang lain dan lain sebagainya.Crab mentality dapat terjadi di mana saja. Penting untuk mengenali ciri-ciri orang yang memiliki crab mentality agar bisa dihadapi dengan tepat.

Pendidikan Adalah Kunci

Pendidikan yang tepat dapat meminimalisasi mental negatif ini. Pendidikan Agama sudah mengantisipasi sejak awal dan mengelompokkan mental ini sebagai perilaku tercela (akhlak mazmumah) yang dapat menggiring pelakunya kepada kesengsaraan abadi (dukhul an-nar).

baca juga: Politik "Santuy" atau Politik "Baperan"

Bahkan, kitab suci umat Islam sejak awal selalu mengingatkan bahwa prasangka buruk itu seperti memakan daging saudaranya sendiri. Jika sampai tumbuh sifat iri dan dengki, maka dapat menghapus kebaikan-kebaikannya di hadapan Tuhan. Kesalihan manusia akan menjadi jaminan tergerusnya mental buruk ini.

Sedangkan pendidikan terkini dengan kurikulum merdeka-nya mendorong para pembelajar untuk menumbuhkembangkan sportivitas antarsesama.Kompetensi abad 21 yakni berpikir kritis, berpikir kreatif, kerjasama dan komunikatif adalah target akhir dari sebuah proses pendidikan. Penguatan karakter ditancapkan kokoh melalui mekanisme pengerjaan projek yang disebut P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila).

Para pendidik diingatkan agar memiliki komitmen yang sama untuk membasmi crab mentality peserta didik. Proses pendidikan yang tepat akan mampu "memenjarakan" mental kepiting ini, yang tidak akan pernah kambuh di masa depan.
(hdr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1689 seconds (0.1#10.140)