Suara Waria untuk Siapa?

Senin, 25 September 2023 - 17:23 WIB
loading...
A A A
Kesuksesan Myrna itu membuat dia dijadikan ketua waria seluruh DKI pada 1979. Berkat kegigihan mengurus kematian Susi dan Iin, yang tenggelam di Kali Malang, dia menggantikan posisi Maya Puspa di Hiwad dan mengubah nama Hiwad menjadi Hiwaria (Himpunan Waria).

Organisasi waria kedua yang lumayan besar adalah Persatuan Waria Kota Surabaya (Purwakos) yang didirikan pada Oktober 1978. Selanjutnya ada juga Ikatan Waria Malang (Iwama) dan Waria DIY. Waria DIY, yang didirikan pada 1980 di Daerah Istimewa Yogyakarta dan setahun kemudian beganti nama dengan Ikatan Waria Yogyakarta (Iwayo).

Waria memang termasuk yang menonjol dibanding kaum gay atau lesbian dalam hal pengorganisasian diri. Demikian juga dengan keberanian mereka untuk tampil di tengah masyarakat. Gay atau lesbian masih bisa menyembunyikan identitas mereka sebagai gay atau lesbian karena sekilas tak bisa dibedakan antara lelaki/perempuan yang suka cewek/cowok dan lelaki/perempuan yang suka cowok/cewek dari segi penampilan.

Gay tetap memakai baju laki-laki dan lesbian tetap pakai baju perempuan. Sedangkan waria adalah laki-laki yang tidak hanya cenderung berperilaku perempuan, tetapi juga berpenampilan, berdandan, dan berpakaian perempuan. Identitas mereka sebagai waria cenderung lebih jelas di mata publik dan waria siap tampil di depan publik.

Di era Orde Baru, pada pertengahan 80-an, organisasi waria Hiwaria, bergabung dengan MKGR, salah satu underbow dari Golkar. Akhirnya, setiap waria yang ada di DKI Jakarta, langsung atau tidak, menjadi anggota Hiwaria. Organisasi ini mencoba bersuara dan menyampaikan aspirasi untuk melindungi kaum waria. Misalnya, sebelum konferensi APEC diselenggarakan di Jakarta pada 1994, Hiwaria membuat pernyataan untuk memprotes perilaku Satpol PP dan tentara di Jakarta yang diskriminatif dan tidak manusiawi kepada waria.

Tetapi hubungan Hiwaria dengan MKGR itu terkesan sekadar legalistas dan formalitas saja. Kelompok ini sendiri tidak pernah menjadi kelompok yang kukuh dengan administrasi yang rapi. Kelompok ini tidak memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, daftar anggota, kop surat, stempel atau persyaratan lain sebagai organisasi. Bahkan Hiwaria cenderung hanya sekadar nama.

Model lain keterlibatan waria dalam politik pada zaman Orde Baru adalah mereka kerap diminta untuk menjadi penghibur, penari atau penyanyi di panggung pada saat kampanye. Di antara 3 (tiga) organisasi peserta pemilu (Golkar-PDI-PPP), PDI-lah yang sering menggunakan jasa waria pada saat kampanye. Tentu waria-waria itu ikut kampanye bukan karena kesadaran politik atau strategi untuk menuntut hak mereka, tetapi karena kebutuhan uang. PDI juga mengikutsertakan waria untuk meramaikan kampanye bukan untuk mendengar aspirasi waria.

Adapun gerakan yang lumayan menonjol pernah dilakukan di Surabaya pada 1999. Perwakos bersama Gaya Nusantara dan Pusat Kebudayaan Perancis menyelenggarakan Gay Pride Parade di Surabaya pada Juni 1999. Ini merupakan Gay Pride Parade pertama di Indonesia. Ini sebuah tanda bahwa kaum waria, gay, lesbian menguatkan kerjasama secara kelembagaan dan bersama-sama menuntut hak azasi manusia secara terbuka. Mereka mendukung Megawati Sukarnoputri menjadi presiden pertama di era Reformasi. Bahkan ada sekitar 200-an waria yang tergabung di dalam Perwakos di Surabaya melakukan aksi cap jempol darah pada Juli 1999.

“Ini adalah aksi dukungan kami buat Mbak Mega yang terus diganjal oleh penguasa. Kami siap jika harus di-dar dor polisi," kata Pangky. Menurutnya, dukungan itu tidak bisa dipisahkan dengan status Mega sebagai perempuan yang "sama" dengan status mereka. "Aksi ini didasari oleh rasa kemanusiaan. Kami punya perasaan wanita dan tidak rela bila wanita disia-siakan," tambah Pangky Kenthut, Ketua Perwakos.

Namun, merasa kecewa karena merasa tak dihargai dan nasib mereka juga tidak berubah, maka ajakan tim sukses Megawati-Hasyim Muzadi pada 2004 untuk membentuk Barisan Komitmen Pendukung Megawati di Surabaya untuk merangkul kaum minoritas seperti mantan penderita kusta, pengamen jalanan dan para waria, tidak disambut dengan antusias oleh Pangky.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1542 seconds (0.1#10.140)