Potret Buram Kebakaran Museum dan Bangunan Sejarah Lainnya
loading...
A
A
A
Polisi pun tidak menutup mata akan potensi dan sinyalemen ini. Bahkan seperti yang dikatakan oleh Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin, Minggu (17/9/2023), pihaknya akan menelusuri kemungkinan unsur pidana dalam kasus ini. Komitmen polisi untuk menginvestigasi secara komperhensif ini harus didukung. Artinya, polisi sudah bertekad tidak hanya fokus berbasis fakta di lapangan semata, tapi berupaya menarik lebih jauh kemungkinan aktor-aktor di balik terjadinya insiden ini.
baca juga: Kebakaran Museum Nasional, Kemendikbudristek: Koleksi Repatriasi dari Belanda Dipastikan Aman
Lantas jika memang unsur kesengajaan itu benar ada, yang menjadi pertanyaan, kenapa ada pihak yang begitu tega membakar kekayaan bangsa dengan nilai tak terhingga ini? Apakah ada skenario penghilangan data pencurian benda-benda bersejarah? Apakah ada target sabotase dari kelompok tertentu? Ataukah ada kepentingan bisnis dan politis di balik ini semua?
Entah. Di sisi lain munculnya berbagai dugaan-dugaan itu juga sah. Apalagi, mafhum bahwa Museum Gajah selama ini adalah locus danmagnet utama untuk menjumpai benda-benda bersejarah tinggi. Ditilik dari sejarahnya, Museum Gajah pun berulangkali menjadi sasaran kejahatan. Bahkan pada rentang 60 tahun terakhir, setidaknya ada lima kali kasus kejahatan besar di museum yang berlokasi di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusatini. Terakhir persis 10 tahun lalu, yakni pada 11 September 2013.
Empat artefak berbahan emas yang tersimpan di lemari kaca Ruang Kasana lantai dua disikat maling. Artefak ini begitu berharga karena merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno sekitar abad ke-10 dan ditemukan Belanda pada abad ke-18 silam. Kecurigaan kejahatan ini melibatkan orang dalam menguat karena saat kejadian CCTV menjadi tak berfungsi, alarm juga tak berbunyi dan tak ada petugas di lokasi. Ganjil bukan? Tapi itulah faktanya.
Pada 1996, lukisan-lukisan hasil karya besar pelukis kenamaan sepertiRaden Saleh, Basoeki Abdullah, dan Affandi juga dicuri. Beberapa tahun kemudian, barang curian itu sudah berada di Singapura, tepatnya di Balai Lelang Christy. Pencurian keramik yang ditaksir senilai Rp1,5 miliar juga pernah terjadi. Bahkan pada 1979, segerombol koleksi uang logam juga disikat para pencuri. Sedang pada 1961, perampokan dilakukan oleh Kusni Kasdut cs. Dengan mengelabuhi petugas lewat seragam polisi palsunya, Kusni membawa lari 11 permata di museum ini.
Dari beberapa kasus di atas, banyak aksi pencurian tak berhasil diungkap. Sulitnya polisi mengungkap kasus ini menggambarkan adanya kejahatan yang dipersiapkan dengan sangat rapi. Dan, biasanya model kejahatan seperti ini diduga melibatkan orang kuat ataupun orang dalam sendiri.
Maka, segala kemungkinan di balik kebakaran ini sangat bisa terjadi. Namun sekali lagi, saat ini tim tengah berupaya mengungkap penyebab pasti insiden ini. Banyak pihak berharap, kendati kesadaran dan minat publik Indonesia terhadap museum masih rendah, jangan sampai penyelidikan atas kasus ini mudah goyah dan melempem di tengah jalan.
Kerja investigasi ini tentu tak enteng. Namun adanya harapan besar publik atas transparansi kasus ini selayaknya menjadi pelecut tim untuk bekerja ekstra keras agar mendapatkan hasil investigasi yang tuntas.
Terbakarnya Museum Gajah juga sepatutnya tak sekadar menghadirkan rasa keprihatinan semata. Lebih dari itu, kasus ini selayaknya menjadi momentum dan leverage pengelolaan museum di Indonesia yang tertata lebih baik.
baca juga: Kebakaran Museum Nasional, Kemendikbudristek: Koleksi Repatriasi dari Belanda Dipastikan Aman
Lantas jika memang unsur kesengajaan itu benar ada, yang menjadi pertanyaan, kenapa ada pihak yang begitu tega membakar kekayaan bangsa dengan nilai tak terhingga ini? Apakah ada skenario penghilangan data pencurian benda-benda bersejarah? Apakah ada target sabotase dari kelompok tertentu? Ataukah ada kepentingan bisnis dan politis di balik ini semua?
Entah. Di sisi lain munculnya berbagai dugaan-dugaan itu juga sah. Apalagi, mafhum bahwa Museum Gajah selama ini adalah locus danmagnet utama untuk menjumpai benda-benda bersejarah tinggi. Ditilik dari sejarahnya, Museum Gajah pun berulangkali menjadi sasaran kejahatan. Bahkan pada rentang 60 tahun terakhir, setidaknya ada lima kali kasus kejahatan besar di museum yang berlokasi di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusatini. Terakhir persis 10 tahun lalu, yakni pada 11 September 2013.
Empat artefak berbahan emas yang tersimpan di lemari kaca Ruang Kasana lantai dua disikat maling. Artefak ini begitu berharga karena merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno sekitar abad ke-10 dan ditemukan Belanda pada abad ke-18 silam. Kecurigaan kejahatan ini melibatkan orang dalam menguat karena saat kejadian CCTV menjadi tak berfungsi, alarm juga tak berbunyi dan tak ada petugas di lokasi. Ganjil bukan? Tapi itulah faktanya.
Pada 1996, lukisan-lukisan hasil karya besar pelukis kenamaan sepertiRaden Saleh, Basoeki Abdullah, dan Affandi juga dicuri. Beberapa tahun kemudian, barang curian itu sudah berada di Singapura, tepatnya di Balai Lelang Christy. Pencurian keramik yang ditaksir senilai Rp1,5 miliar juga pernah terjadi. Bahkan pada 1979, segerombol koleksi uang logam juga disikat para pencuri. Sedang pada 1961, perampokan dilakukan oleh Kusni Kasdut cs. Dengan mengelabuhi petugas lewat seragam polisi palsunya, Kusni membawa lari 11 permata di museum ini.
Dari beberapa kasus di atas, banyak aksi pencurian tak berhasil diungkap. Sulitnya polisi mengungkap kasus ini menggambarkan adanya kejahatan yang dipersiapkan dengan sangat rapi. Dan, biasanya model kejahatan seperti ini diduga melibatkan orang kuat ataupun orang dalam sendiri.
Maka, segala kemungkinan di balik kebakaran ini sangat bisa terjadi. Namun sekali lagi, saat ini tim tengah berupaya mengungkap penyebab pasti insiden ini. Banyak pihak berharap, kendati kesadaran dan minat publik Indonesia terhadap museum masih rendah, jangan sampai penyelidikan atas kasus ini mudah goyah dan melempem di tengah jalan.
Kerja investigasi ini tentu tak enteng. Namun adanya harapan besar publik atas transparansi kasus ini selayaknya menjadi pelecut tim untuk bekerja ekstra keras agar mendapatkan hasil investigasi yang tuntas.
Terbakarnya Museum Gajah juga sepatutnya tak sekadar menghadirkan rasa keprihatinan semata. Lebih dari itu, kasus ini selayaknya menjadi momentum dan leverage pengelolaan museum di Indonesia yang tertata lebih baik.