Kompromi Hukum Tata Kelola SDA demi Laju Ekonomi Dalam Negeri
loading...
A
A
A
Pengaruh penegakkan hukum SDA terhadap laju tumbuh ekonomi Indonesia menjadi hal yang kontroversial. Penegakkan tersebut dapat berpengaruh positif dan negatif, tergantung dari aspek dan sisi mana yang akan di kaji.
Jika pengawasan dan penindakan hukum yang serampangan pada sektor sumber daya alam dapat berimplikasi pada terhambatnya investasi, apalagi jika institusi penegak hukumnya tidak mempunyai korelasi tentu peristiwa tersebut mampu merembet pada hilangnya lapangan kerja masyarakat, membuat sektor hilir industri pemurnian smelter kehilangan pasokanbahan baku, membuat ekonomi dalam negeri nyungsep.
Poin penting penegakkan hukum SDA adalah membantu mencegah eksploitasi berlebihan dan ilegal terhadap SDA, seperti penambangan ilegal, penebangan liar, atau penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan. Ini penting untuk menjaga keberlanjutan SDA jangka panjang, yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Pendapatan negara yang stabil merupakan bagian penting dalam penegakkan hukum yang baik dapat memastikan bahwa negara menerima pendapatan yang wajar dari eksploitasi SDA melalui pajak, royalti, dana jaminan reklamasi dan kontrak yang adil dengan perusahaan yang beroperasi di sektor SDA. Pendapatan yang stabil dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, dan program-program sosial yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya juga meningkatkan kepercayaan investor, baik domestik maupun asing.
Kepercayaan ini penting untuk menarik investasi jangka panjang yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang stabil. Namun, penegakkan hukum SDA juga dapat menimbulkan beberapa tantangan, seperti birokrasi yang kompleks, potensi korupsi, dan konflik kepentingan.
Justru dalam situasi ini, kenyamanan dalam berusaha dan iklim investasi yang kondusif harus menjadi pertimbangan utama bagi pemerintah utamanya penegak hukum, baik dalam penindakan maupun penegakkan hukum sumber daya alam sektor pertambangan. Proses penegakkan hukum SDA diharapkan dapatkompromtif, penulis menyarankan agar pemerintah mengadopsi konsep restorative justice Polri dalam mengatasi persoalan tindak pidana SDA yang termuat dalam UU Cipta Kerja (Omnibus law).
Konsep Restorative Justice Meneduhkan Hukum SDA
Sesuai dengan asas restoratif, di mana pemidanaan atau sanksi pidana adalah alternatif atau upaya terakhir dalam penegakan hukum. Oleh karena itu keadilan restoratif adalah program yang menjanjikan dalam strategi mereduksi kejahatan. Restorative justice Polri sama halnya dengan ultimum remedium, maksud dari asas ultimum remedium ini adalah untuk mengutamakan perbaikan lingkungan yang rusak akibat kegiatan orang/badan usaha tersebut.
Dalam hal ini pidana hukuman dapat diganti dengan pengembalian kerugian negara dan denda pengembalian kondisi lingkungan melalui rehabilitasi.
Dalam UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja memuat terobosan kebijakan baru denga menerapkan konsep ultimum remedium yaitu mengedepankan sanksi administratif sebelum dikenai sanksi pidana terhadap pelanggaran yang bersifat administratif dan tidak menimbulkan dampak pada masalah kesehatan, keselamatan dan/atau kerusakan lingkungan (Riyanto 2022).
Penegakkan hukum pertambangan saat ini seringkali dianggap penuh rekayasa dan tebang pilih. Bahkan seringkali menjadi alat untuk kepentingan kelompok maupun korporasi. Hingga situasi ini secara bersamaan kontradiktif dari semangat pemerintah dalam pemulihan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, penciptaan wirausaha lokal, menumbuhkan UMKM. Karena penindakan hukum yang serampangan memberi efek domino tak terelakkan disektor ekonomi.
Jika pengawasan dan penindakan hukum yang serampangan pada sektor sumber daya alam dapat berimplikasi pada terhambatnya investasi, apalagi jika institusi penegak hukumnya tidak mempunyai korelasi tentu peristiwa tersebut mampu merembet pada hilangnya lapangan kerja masyarakat, membuat sektor hilir industri pemurnian smelter kehilangan pasokanbahan baku, membuat ekonomi dalam negeri nyungsep.
Poin penting penegakkan hukum SDA adalah membantu mencegah eksploitasi berlebihan dan ilegal terhadap SDA, seperti penambangan ilegal, penebangan liar, atau penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan. Ini penting untuk menjaga keberlanjutan SDA jangka panjang, yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Pendapatan negara yang stabil merupakan bagian penting dalam penegakkan hukum yang baik dapat memastikan bahwa negara menerima pendapatan yang wajar dari eksploitasi SDA melalui pajak, royalti, dana jaminan reklamasi dan kontrak yang adil dengan perusahaan yang beroperasi di sektor SDA. Pendapatan yang stabil dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, dan program-program sosial yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya juga meningkatkan kepercayaan investor, baik domestik maupun asing.
Kepercayaan ini penting untuk menarik investasi jangka panjang yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang stabil. Namun, penegakkan hukum SDA juga dapat menimbulkan beberapa tantangan, seperti birokrasi yang kompleks, potensi korupsi, dan konflik kepentingan.
Justru dalam situasi ini, kenyamanan dalam berusaha dan iklim investasi yang kondusif harus menjadi pertimbangan utama bagi pemerintah utamanya penegak hukum, baik dalam penindakan maupun penegakkan hukum sumber daya alam sektor pertambangan. Proses penegakkan hukum SDA diharapkan dapatkompromtif, penulis menyarankan agar pemerintah mengadopsi konsep restorative justice Polri dalam mengatasi persoalan tindak pidana SDA yang termuat dalam UU Cipta Kerja (Omnibus law).
Konsep Restorative Justice Meneduhkan Hukum SDA
Sesuai dengan asas restoratif, di mana pemidanaan atau sanksi pidana adalah alternatif atau upaya terakhir dalam penegakan hukum. Oleh karena itu keadilan restoratif adalah program yang menjanjikan dalam strategi mereduksi kejahatan. Restorative justice Polri sama halnya dengan ultimum remedium, maksud dari asas ultimum remedium ini adalah untuk mengutamakan perbaikan lingkungan yang rusak akibat kegiatan orang/badan usaha tersebut.
Dalam hal ini pidana hukuman dapat diganti dengan pengembalian kerugian negara dan denda pengembalian kondisi lingkungan melalui rehabilitasi.
Dalam UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja memuat terobosan kebijakan baru denga menerapkan konsep ultimum remedium yaitu mengedepankan sanksi administratif sebelum dikenai sanksi pidana terhadap pelanggaran yang bersifat administratif dan tidak menimbulkan dampak pada masalah kesehatan, keselamatan dan/atau kerusakan lingkungan (Riyanto 2022).
Penegakkan hukum pertambangan saat ini seringkali dianggap penuh rekayasa dan tebang pilih. Bahkan seringkali menjadi alat untuk kepentingan kelompok maupun korporasi. Hingga situasi ini secara bersamaan kontradiktif dari semangat pemerintah dalam pemulihan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, penciptaan wirausaha lokal, menumbuhkan UMKM. Karena penindakan hukum yang serampangan memberi efek domino tak terelakkan disektor ekonomi.