Determinan Sosio-Ekonomi dalam Bingkai PTM
loading...
A
A
A
Oleh sebab itu, dalam mengatasi masalah PTM, penting untuk memahami bahwa pendidikan yang berkualitas dan mengentas orang dari jurang kemiskinan menjadi kunci atas permasalahan. Investasi dalam pendidikan dengan demikian merupakan hal yang tidak bisa dianggap biasa saja tetapi menjadi kunci atas berbagai permasalahan pembangunan di Indonesia.
Optimalisasi Kualitas Belanja Kesehatan
Dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tahun 1948 dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya. Hak atas kesehatan juga dapat ditemukan dalam instrument nasional yang diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Sesuai dengan norma HAM, maka negara berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi kesehatan tersebut.
Kewajiban tersebut antara lain dilakukan dengan cara menyediakan pelayanan kesehatan berkualitas yang aksesibel bagi seluruh rakyat (inklusif) sebagai upaya pencegahan menurunnya status kesehatan masyarakat, melakukan Langkah-langkah legislasi yang dapat menjamin perlindungan kesehatan masyarakat dan mengembangkan kebijakan kesehatan serta menyediakan anggaran memadai.
Di Indonesia, dilihat dari alokasi dana kesehatan nasional, pemerintah telah menggelontorkan anggaran kesehatan yang cukup tinggi dan terus meningkat tajam. Peningkatan tersebut mencapai Rp62,73 triliun atau 2,3 kali lebih besar anggaran kesehatan pada tahun 2018 dibandingkan tahun 2013. Bahkan pada tahun 2023 anggaran dana kesehatan mencapai Rp178,7 triliun.
Peran pemerintah melalui belanja kesehatan pemerintah dengan alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), Anggaran Kesehatan melalui Transfer Ke Dana Desa (TKDD), dan jaminan pelayanan kesehatan pemerintah memiliki pengaruh signifikan terhadap penurunan angka PTM. Setiap ada kenaikan DBHCHT, TKDD, dan jaminan pelayanan kesehatan berdampak signifikan terhadap penurunan angka PTM di Indonesia. Hasil tersebut mutlak mengilustrasikan bahwa belanja pemerintah di bidang kesehatan memiliki peran penting dalam mendorong penurunan angka PTM di Indonesia.
Kenaikan DBHCHT telah membantu meningkatkan anggaran kesehatan secara signifikan. Dana tersebut dapat digunakan untuk memperluas akses ke pelayanan kesehatan yang berkualitas, memperbaiki infrastruktur kesehatan, dan menyediakan sumber daya medis yang diperlukan. Ini telah memungkinkan pemerintah untuk lebih efektif mengatasi PTM. Selain itu, melalui TKDD maupun DBHCHT juga dapat berguna untuk meningkatkan jaminan pelayanan kesehatan masyarakat.
Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018 menunjukkan hanya 3 dari 10 orang penderita penyakit tidak menular yang mengetahui dirinya sakit. Sebetulnya, apabila faktor risiko dan penyakit tidak menular segera diketahui lebih dini maka angka kesakitan dan kematian akibat penyakit ini dapat ditekan, pembiayaan kesehatan menjadi lebih kecil, produktifitas dan kualitas hidup masyarakat menjadi meningkat.
Oleh sebab itu, dengan adanya peningkatan alokasi belanja pemerintah pada jaminan pelayanan kesehatan masyarakat, maka akan mendorong lebih banyak masyarakat untuk dapat memiliki akses ke perawatan kesehatan yang diperlukan tanpa harus khawatir tentang biaya. Pun hal ini akan sangat berperan penting dalam mendeteksi dan mengelola PTM lebih awal.
Di sisi lain, seiring dengan terus meningkatnya anggaran kesehatan, masih terdapat prevalensi PTM pada beberapa kelompok justru mengalami peningkatan tajam. Kasus penyakit tidak menular, seperti stroke, diabetes melitus, dan rematik masih tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa upaya pencegahan masih belum meningkat signifikan. Selama ini, pemanfaatan anggaran untuk penguatan upaya promotif dan preventif di bidang kesehatan masih perlu ditingkatakan.
Optimalisasi Kualitas Belanja Kesehatan
Dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tahun 1948 dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya. Hak atas kesehatan juga dapat ditemukan dalam instrument nasional yang diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Sesuai dengan norma HAM, maka negara berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi kesehatan tersebut.
Kewajiban tersebut antara lain dilakukan dengan cara menyediakan pelayanan kesehatan berkualitas yang aksesibel bagi seluruh rakyat (inklusif) sebagai upaya pencegahan menurunnya status kesehatan masyarakat, melakukan Langkah-langkah legislasi yang dapat menjamin perlindungan kesehatan masyarakat dan mengembangkan kebijakan kesehatan serta menyediakan anggaran memadai.
Di Indonesia, dilihat dari alokasi dana kesehatan nasional, pemerintah telah menggelontorkan anggaran kesehatan yang cukup tinggi dan terus meningkat tajam. Peningkatan tersebut mencapai Rp62,73 triliun atau 2,3 kali lebih besar anggaran kesehatan pada tahun 2018 dibandingkan tahun 2013. Bahkan pada tahun 2023 anggaran dana kesehatan mencapai Rp178,7 triliun.
Peran pemerintah melalui belanja kesehatan pemerintah dengan alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), Anggaran Kesehatan melalui Transfer Ke Dana Desa (TKDD), dan jaminan pelayanan kesehatan pemerintah memiliki pengaruh signifikan terhadap penurunan angka PTM. Setiap ada kenaikan DBHCHT, TKDD, dan jaminan pelayanan kesehatan berdampak signifikan terhadap penurunan angka PTM di Indonesia. Hasil tersebut mutlak mengilustrasikan bahwa belanja pemerintah di bidang kesehatan memiliki peran penting dalam mendorong penurunan angka PTM di Indonesia.
Kenaikan DBHCHT telah membantu meningkatkan anggaran kesehatan secara signifikan. Dana tersebut dapat digunakan untuk memperluas akses ke pelayanan kesehatan yang berkualitas, memperbaiki infrastruktur kesehatan, dan menyediakan sumber daya medis yang diperlukan. Ini telah memungkinkan pemerintah untuk lebih efektif mengatasi PTM. Selain itu, melalui TKDD maupun DBHCHT juga dapat berguna untuk meningkatkan jaminan pelayanan kesehatan masyarakat.
Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018 menunjukkan hanya 3 dari 10 orang penderita penyakit tidak menular yang mengetahui dirinya sakit. Sebetulnya, apabila faktor risiko dan penyakit tidak menular segera diketahui lebih dini maka angka kesakitan dan kematian akibat penyakit ini dapat ditekan, pembiayaan kesehatan menjadi lebih kecil, produktifitas dan kualitas hidup masyarakat menjadi meningkat.
Oleh sebab itu, dengan adanya peningkatan alokasi belanja pemerintah pada jaminan pelayanan kesehatan masyarakat, maka akan mendorong lebih banyak masyarakat untuk dapat memiliki akses ke perawatan kesehatan yang diperlukan tanpa harus khawatir tentang biaya. Pun hal ini akan sangat berperan penting dalam mendeteksi dan mengelola PTM lebih awal.
Di sisi lain, seiring dengan terus meningkatnya anggaran kesehatan, masih terdapat prevalensi PTM pada beberapa kelompok justru mengalami peningkatan tajam. Kasus penyakit tidak menular, seperti stroke, diabetes melitus, dan rematik masih tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa upaya pencegahan masih belum meningkat signifikan. Selama ini, pemanfaatan anggaran untuk penguatan upaya promotif dan preventif di bidang kesehatan masih perlu ditingkatakan.