Putu Wijaya sebelum Jadi Teroris

Senin, 31 Juli 2023 - 08:05 WIB
loading...
A A A
Sambil menghapus air matanya. “Aku tidak akan mencegahnya lagi. Kita akan mengawinkannya, tapi jangan ceritakan lagi tentang yang dulu-dulu. Aku sangat malu.”

Wayan tersenyum “Kalau begitu Wayan tidak jadi pergi. Wayan akan menjagamu selama-lamanya ... Sagung Mirah....”

“Apa, Wayan?”

“Kau tetap cantik seperti Sagung Mirah...” kata Wayan.

“Huuuuuusssss!” desis Gusti Biang.

Wayan berjalan ke gudang. Gusti Biang mengangkat lampu teplok untuk Wayan. Terdengar bunyi suling dan Wayan menembang. Gusti Biang meniup padam teplok. Drama pun berakhir.........

Kini, untuk mendapati “cerita normal” semacam Bila Malam Bertambah Malam atau novel Tiba-Tiba Malam dari Putu Wijaya, rasanya sudah sulit. Karya-karya Putu sekarang lebih banyak berupa cerita “aneh-aneh” dengan dialog-dialog yang meneror mental atau pikiran. Kini karya-karya Putu Wijaya seperti menggugat aneka norma yang sudah biasa kita yakini dalam kehidupan sehari-hari. Teror itu disampaikan melalui dialog-dialog yang cerdas dari para tokohnya, yang bisa membuat penonton atau pembaca bimbang terhadap norma-norma yang sudah dipercaya sebelumnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal beberapa jenis norma. Ada norma sopan santun, norma hukum, dan norma moral. Ketiganya disebut sebagai norma umum. Selain itu ada juga norma khusus yang hanya berlaku pada bidang atau momentum tertentu.

Norma sebagai suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesama atau lingkungannya inilah yang kini sering “diacak-acak” melalui aforisme para tokoh dalam karya-karya Putu Wijaya. Apa yang dilakukan Putu Wijaya, mengingatkan kita pada apa yang pernah dikatakan Karl R. Popper tentang gedankenexperiment, yakni melakukan, “Eksperimen-eksperimen dalam pikiran dengan menyodorkan berbagai kemungkinan yang saling berbeda dan bahkan bertentangan.”

Dalam bahasa Putu Wijaya sendiri, bahwa “.... Teror mental pada dasarnya adalah terapi batin untuk mencoba sudut pandang baru dalam menerobos rimba raya kehidupan.” Lebih jauh dikatakan –khususnya mengenai apa yang dilakukan Teater Mandiri -- bahwa pada dasarnya ia ingin membuat tontonan yang mengguncang keseimbangan batin, sehingga mereka terpaksa berpikir dan mempertimbangkan sekali lagi apa yang sudah diputuskan.”
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2054 seconds (0.1#10.140)