Membangun Desa Melalui Pariwisata
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
INDONESIA memiliki 74.000 desa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Sehingga, penting bagi Indonesia untuk melakukan pembangunan dari desa agar masyarakat desa mampu mandiri, mengolala sumberdaya alam dengan baik dan berkelanjutan serta dapat meningkatkan sumber pendapatan dan lapangan kerja masyarakat di desa.
Artinya, pembangunan desa akan mendorong masyarakat desa untuk sanggup memenuhi kebutuhan masyarakat desa sendiri dengan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia melalui konsep pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan desa yang berkelanjutan (sustainable village) adalah wujud desa penyedia dan cadangan pangan nasional dengan mempertahankan kualitas lingkungan alaminya. Salah satu tahap untuk menuju ke sana adalah mewujudkan desa mandiri, yakni desa yang dapat memenuhi kebutuhan akan prasarana dasar, dan kebutuhan pokok, serta dapat mensejahterakan masyarakatnya secara berkelanjutan.
Desa wisata merupakan pembuktian bahwa mempertahankan kebudayaan dan peradaban yang dimiliki mampu menjadi patron pembangunan yang bisa ditiru. Sebagai simbol kebudayaan asli masyarakat, dengan perkembangan yang beragam (random) karena tergantung tata budaya yang berkembang di masyarakat, menjadi modal sosial yang sangat besar nilainya dalam menggerakkan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Unsur-unsur partisipasi dan kontrol yang berjalan, merupakan resultante dari segala dinamika yang terjadi di masyarakat. Faktor-faktor itulah yang mampu mendorong pembangunan desa berjalan dengan baik, bertahap dan diikuti oleh pembangunan kualitas SDM di desa tersebut.
Di Inggris, menurut Kemenparekraf, lapangan kerja sebesar 12% disumbangkan oleh desa wisata. Sementara di Indonesia, Desa Pujon Kidul (Malang), Desa Pentingsari (Yogjakarta), Desa Ponggok (Klaten), Desa Kete Kesul (Toraja), Desa Panglipuran (Bali), Desa Blekok (Situbondo) dan Desa Umbulharjo (Yogjakarta), ada 7 desa yang dibangun dengan konsep desa wisata berkelanjutan telah mampu mengurangi kemiskinan dan pengangguran di wilayah tersebut.
Pengembangan Desa Wisata Melalui Dana Desa
Ramuan utama desa wisata merupakan pergumulan nilai gaya hidup dan kualitas hidup masyarakatnya. Keaslian budaya memang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, fisik dan sosial daerah pedesaan tersebut, misalnya ruang, warisan budaya, kegiatan pertanian, bentangan alam, jasa, pariwisata sejarah dan budaya, serta pengalaman yang unik dan eksotis khas daerah. Artinya, selain aspek pemberdayaan sektor ekonomi, Desa Wisata juga harus mampu mendorong desa untuk mengenalkan dan mempertahankan kearifan lokal.
Pemerintahan desa memiliki APBDes yang berisi tentang ADD (Alokasi Dana Desa), DD (Dana Desa), Bagi Hasil Pajak daerah, pendapatan lain-lain yang syah (BUMDes, misal). ADD bersumber dari APBD, sementara DD bersumber dari APBN, sehingga peruntukan dua jenis dana transfer tersebut berbeda.
DD digunakan unutk peningkatan kualitas hidup, peningkatan kesejahteraan, penanggulangan kemiskinan, peningkatan pelayanan publik. Sementara untuk ADD ditujukan untuk prioritas kabupaten/kota sebagai sumber dana. Dari pengelolaan dana-dana tersebut, kita bisa melihat bahwa desa memiliki sumber daya baik dana maupun non-dana (modal sosial) yang sangat besar untuk tumbuh dan berkembang sesuai karakteristiknya.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
INDONESIA memiliki 74.000 desa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Sehingga, penting bagi Indonesia untuk melakukan pembangunan dari desa agar masyarakat desa mampu mandiri, mengolala sumberdaya alam dengan baik dan berkelanjutan serta dapat meningkatkan sumber pendapatan dan lapangan kerja masyarakat di desa.
Artinya, pembangunan desa akan mendorong masyarakat desa untuk sanggup memenuhi kebutuhan masyarakat desa sendiri dengan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia melalui konsep pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan desa yang berkelanjutan (sustainable village) adalah wujud desa penyedia dan cadangan pangan nasional dengan mempertahankan kualitas lingkungan alaminya. Salah satu tahap untuk menuju ke sana adalah mewujudkan desa mandiri, yakni desa yang dapat memenuhi kebutuhan akan prasarana dasar, dan kebutuhan pokok, serta dapat mensejahterakan masyarakatnya secara berkelanjutan.
Desa wisata merupakan pembuktian bahwa mempertahankan kebudayaan dan peradaban yang dimiliki mampu menjadi patron pembangunan yang bisa ditiru. Sebagai simbol kebudayaan asli masyarakat, dengan perkembangan yang beragam (random) karena tergantung tata budaya yang berkembang di masyarakat, menjadi modal sosial yang sangat besar nilainya dalam menggerakkan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Unsur-unsur partisipasi dan kontrol yang berjalan, merupakan resultante dari segala dinamika yang terjadi di masyarakat. Faktor-faktor itulah yang mampu mendorong pembangunan desa berjalan dengan baik, bertahap dan diikuti oleh pembangunan kualitas SDM di desa tersebut.
Di Inggris, menurut Kemenparekraf, lapangan kerja sebesar 12% disumbangkan oleh desa wisata. Sementara di Indonesia, Desa Pujon Kidul (Malang), Desa Pentingsari (Yogjakarta), Desa Ponggok (Klaten), Desa Kete Kesul (Toraja), Desa Panglipuran (Bali), Desa Blekok (Situbondo) dan Desa Umbulharjo (Yogjakarta), ada 7 desa yang dibangun dengan konsep desa wisata berkelanjutan telah mampu mengurangi kemiskinan dan pengangguran di wilayah tersebut.
Pengembangan Desa Wisata Melalui Dana Desa
Ramuan utama desa wisata merupakan pergumulan nilai gaya hidup dan kualitas hidup masyarakatnya. Keaslian budaya memang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, fisik dan sosial daerah pedesaan tersebut, misalnya ruang, warisan budaya, kegiatan pertanian, bentangan alam, jasa, pariwisata sejarah dan budaya, serta pengalaman yang unik dan eksotis khas daerah. Artinya, selain aspek pemberdayaan sektor ekonomi, Desa Wisata juga harus mampu mendorong desa untuk mengenalkan dan mempertahankan kearifan lokal.
Pemerintahan desa memiliki APBDes yang berisi tentang ADD (Alokasi Dana Desa), DD (Dana Desa), Bagi Hasil Pajak daerah, pendapatan lain-lain yang syah (BUMDes, misal). ADD bersumber dari APBD, sementara DD bersumber dari APBN, sehingga peruntukan dua jenis dana transfer tersebut berbeda.
DD digunakan unutk peningkatan kualitas hidup, peningkatan kesejahteraan, penanggulangan kemiskinan, peningkatan pelayanan publik. Sementara untuk ADD ditujukan untuk prioritas kabupaten/kota sebagai sumber dana. Dari pengelolaan dana-dana tersebut, kita bisa melihat bahwa desa memiliki sumber daya baik dana maupun non-dana (modal sosial) yang sangat besar untuk tumbuh dan berkembang sesuai karakteristiknya.