Petugas Partai Versus Presidensialisasi Politik
loading...
A
A
A
Ketiga, bila koalisi partai mengusung calon presiden yang bukan anggota partai, apakah konsep petugas partai masih berlaku? Kalau berlaku, presiden tersebut adalah petugas partai yang mana?
Keempat, koalisi untuk mengusung presiden dalam pilpres, seringkali berbeda dengan koalisi untuk menjalankan pemerintahan. Artinya, ada partai yang tadinya lawan dari koalisi presiden dalam pilpres tapi bergabung pasca pilpres untuk menjalankan pemerintahan. Kalau presiden adalah petugas partai, apakah partai yang baru bergabung ini, dapat juga menganggap presiden adalah petugas partainya?
Pertanyaan-pertanyaan yang menyiratkan potensi parlementarisasi dan komplikasi politik akibat adanya konsep presiden sebagai petugas partai mungkin masih banyak. Kalau konsep atau istilah petugas partai sesungguhnya untuk menegaskan betapa pentingnya partai politik, maka itu tidak perlu.
Peran partai politik di Indonesia sudah sangat sentral. Semua rekrutmen jabatan politik harus melalui/melibatkan partai politik baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti jabatan presiden/wakil presiden, kepala daerah, anggota legislatif di semua tingkatan, dan jabatan-jabatan lain seperti hakim agung/konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), anggota komisi-komisi independen negara, hingga jabatan seperti Kepala Polri, Panglima TNI, duta besar, dan masih banyak lagi.
Proses pembuatan kebijakan publik di DPR seperti pembuatan undang-undang dikontrol oleh partai politik melalui fraksinya masing-masing. Yang perlu dikuatkan oleh partai adalah kualitas pelaksanaan peran-peran tersebut baik melalui kualitas anggota legislatif maupun melalui sistem dan proses rekrutmen dan kaderisasi pejabat-pejabat politik atau administratif yang melibatkan partai politik.
Namun, untuk jangka pendek, potensi terjadinya parlementarisasi akibat konsep petugas partai, nampaknya belum begitu besar. Mengingat besarnya kekuasaan presiden baik secara konstitusional, institusional, maupun wibawa politik, penegasan istilah atau konsep petugas partai akan lebih bermakna secara simbolik dan komunikasi politik saja.
Selama presiden dinominasikan oleh banyak partai dalam pilpres dan menjalankan pemerintahan secara koalisional, maka sulit bagi satu partai untuk melakukan klaim ke-petugas-partai-an seorang presiden. Maka, dampak konsep petugas partai belum substantif, minimal dalam jangka pendek.
Keempat, koalisi untuk mengusung presiden dalam pilpres, seringkali berbeda dengan koalisi untuk menjalankan pemerintahan. Artinya, ada partai yang tadinya lawan dari koalisi presiden dalam pilpres tapi bergabung pasca pilpres untuk menjalankan pemerintahan. Kalau presiden adalah petugas partai, apakah partai yang baru bergabung ini, dapat juga menganggap presiden adalah petugas partainya?
Pertanyaan-pertanyaan yang menyiratkan potensi parlementarisasi dan komplikasi politik akibat adanya konsep presiden sebagai petugas partai mungkin masih banyak. Kalau konsep atau istilah petugas partai sesungguhnya untuk menegaskan betapa pentingnya partai politik, maka itu tidak perlu.
Peran partai politik di Indonesia sudah sangat sentral. Semua rekrutmen jabatan politik harus melalui/melibatkan partai politik baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti jabatan presiden/wakil presiden, kepala daerah, anggota legislatif di semua tingkatan, dan jabatan-jabatan lain seperti hakim agung/konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), anggota komisi-komisi independen negara, hingga jabatan seperti Kepala Polri, Panglima TNI, duta besar, dan masih banyak lagi.
Proses pembuatan kebijakan publik di DPR seperti pembuatan undang-undang dikontrol oleh partai politik melalui fraksinya masing-masing. Yang perlu dikuatkan oleh partai adalah kualitas pelaksanaan peran-peran tersebut baik melalui kualitas anggota legislatif maupun melalui sistem dan proses rekrutmen dan kaderisasi pejabat-pejabat politik atau administratif yang melibatkan partai politik.
Namun, untuk jangka pendek, potensi terjadinya parlementarisasi akibat konsep petugas partai, nampaknya belum begitu besar. Mengingat besarnya kekuasaan presiden baik secara konstitusional, institusional, maupun wibawa politik, penegasan istilah atau konsep petugas partai akan lebih bermakna secara simbolik dan komunikasi politik saja.
Selama presiden dinominasikan oleh banyak partai dalam pilpres dan menjalankan pemerintahan secara koalisional, maka sulit bagi satu partai untuk melakukan klaim ke-petugas-partai-an seorang presiden. Maka, dampak konsep petugas partai belum substantif, minimal dalam jangka pendek.
(rca)