Petugas Partai Versus Presidensialisasi Politik

Senin, 10 Juli 2023 - 14:21 WIB
loading...
A A A
Kedua, kekuatan kelembagaan yang dikendalikan presiden jauh lebih kuat dibanding kekuatan kelembagaan yang dikendalikan partai-partai di DPR. Misalnya mesin birokrasi eksekutif jauh lebih kuat dibanding mesin birokrasi DPR.

Ketiga, adanya kecenderungan partai-partai untuk lebih suka menjadi bagian dari koalisi presiden. Tidak banyak partai yang mau menjadi oposisi. Selain itu, presiden juga punya sumber kekuatan lain yang bisa membuatnya dominan, yaitu dukungan publik.

Dengan program-programnya yang populer seperti infrastruktur jalan dan kemampuan menjaga stabilitas ekonomi walau didera pandemi misalnya, tingkat penerimaan publik atas kinerja presiden (approval rating), menurut riset LSI, tetap tinggi di atas 70% hingga menjelang akhir periode kedua.

Presiden juga tetap memelihara dan mengonsolidasikan para pendukungnya di 2019 lalu melalui aktifitas berbagai organisasi relawan. Maka gejala menguatnya dominasi presiden terlihat jelas. Penegasan istilah petugas partai, tampaknya adalah upaya dari partai presiden untuk mengimbangi dominasi tersebut.

Di sejumlah kesempatan, Ketua Umum PDIP, walau kadang dengan bergurau, mengingatkan presiden bahwa dia ditugaskan oleh partai, dan tidak ada apa-apanya tanpa partainya. Yang terbaru, istilah ini ditegaskan lagi oleh PDIP dalam pengumuman nominasi Ganjar Pranowo sebagai calon presiden yang diusung partai tersebut untuk Pemilihan Presiden 2024.

Gejala mayoritarianisme presidensial bila tidak terkontrol bisa mengarah pada otoritarianisme. Gejala ini sudah muncul dengan adanya upaya memperpanjang masa jabatan presiden atau menambah masa jabatan presiden.

Ironisnya, atau malah untungnya, untuk sementara gejala ini dapat dicegah justru karena adanya ambiguitas hubungan presiden dengan partainya sendiri. Meskipun sejumlah menteri mengupayakan perpanjangan/pertambahan masa jabatan presiden, PDIP menolak, walaupun itu bisa menguntungkan presiden yang berasal dari partainya.

Riset dari LSI juga menunjukkan, mayoritas publik terlihat masih bersikap konstitusional dengan menyatakan menolak walaupun mayoritas publik puas dengan kinerja presiden. Dapat dibayangkan kalau PDIP tidak menolak, kemungkinan perpanjangan/pertambahan masa jabatan presiden tersebut bisa terjadi (setelah melalui proses amandemen UUD).

Risiko parlementarisasi politik


Upaya menegaskan dan menjadikan presiden atau pejabat politik, terutama yang di eksekutif sebagai petugas partai, minimal secara teoritis, akan memunculkan resiko parlementarisasi dan komplikasi politik dalam koalisi pemerintahan.

Pertama, kalau presiden adalah petugas partai, itu berarti pemimpin tertinggi pemerintahan adalah ketua partai, bukan presiden. Kalau ini berlaku, maka terjadi parliamentarisasi politik, artinya, tidak sejalan dengan sistem pemerintahan presidensial.

Kedua, dalam sistem multipartai yang kita anut, juga akibat adanya presidential threshold, partai yang mengusung presiden terpilih terdiri dari banyak partai (koalisi). Kalau presiden adalah petugas partai, petugas partai manakah sang presiden? Apakah dia petugas partai dimana dia menjadi anggota? Ataukah dia adalah petugas partai dari semua partai pengusungnya?
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1804 seconds (0.1#10.140)