Pandemi Jadi Tantangan Wujudkan Indonesia Layak Anak 2030

Minggu, 26 Juli 2020 - 18:38 WIB
loading...
Pandemi Jadi Tantangan Wujudkan Indonesia Layak Anak 2030
Indonesia menargetkan menjadi salah satu negara layak anak pada 2030. Dari 270 juta jiwa penduduk Indonesia, ada sekitar 80 juta anak yang mesti dijamin mendapat hak hidup yang layak. Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Yuswantoro
A A A
JAKARTA - Indonesia menargetkan menjadi salah satu negara layak anak pada 2030. Dari 270 juta jiwa penduduk Indonesia, ada sekitar 80 juta anak yang mesti dijamin mendapat hak hidup yang layak.

Target menuju negara layak anak telah digagas sejak 2006 silan. Saat ini sudah ada 247 kabupaten/kota di Tanah Air yang menginisiasi Kota Layak Anak (KLA).

Sedangkan 516 kabupaten/kota lain masih dalam proses menuju KLA. KLA merupakan sistem yang dikembangkan Kementerian Pemberdayaan Perempaun dan Perlindungan Anak (PPPA) sejak 2006.

Kabupaten atau kota dapat dikatakan layak anak bila mempunyai sistem pembangunan yang menjamin pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak secara terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan.

Selain itu, kabupaten atau kota bisa dikatakan layak anak jika memenuhi 24 indikator yang mencerminkan lima klaster hak anak. Lima klaster tersebut, yakni pemenuhan hak sipil dan kebebasan hak anak, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, dan perlindungan khusus.

( )

Berdasarkan kluster tersebut, terlihat bahwa pendidikan salah satu hak anak yang mutlak dipenuhi. Namun, keadilan dalam memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi dan tingkat kecerdasan anak mendapat tantangan berat seiring pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020.

Di lapangan, muncul ketidaksesuaian antara kebijakan pemerintah dan realitas. Saat ini banyak anak-anak yang terancam tidak mendapatkan layanan pendidikan memadai setelah sistem belajar tatap muka sekolah ditiadakan demi mencegah penularan virus Corona.

Sistem pendidikan jarak jauh melalui daring tidak bisa diterapkan di sebagian daerah atau sekolah karena keterbatasan akses dan infrastruktur jaringan internet.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Gerakan Siswa Kristen Indonesia (GSKI) Delis Jukarson Hehi mengatakan, selain efektivitas pendidikan daring saat ini yang masih perlu dievaluasi, masalah infrastruktur yang terbatas ini pekerjaan rumah yang harus diatasi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3739 seconds (0.1#10.140)