Urgensi EducaSex bagi Remaja Autis
loading...
A
A
A
Fitria Ayuningtyas
Dosen Prodi Magister Ilmu Komunikasi, FISIP
Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta
MASA remaja menjadi salah satu tahap perkembangan alamiah yang terjadi pada manusia dan sesuatu hal yang tidak dapat dihindari. Perubahan fisik dan kematangan seksual menjadi salah satu tantangan penting yang terjadi di dalamnya. Tidak terkecuali, bagi remaja autis.
Menurut the National Commission on Adolescent Sexual Health (NCASH), seksualitas adalah bagian kehidupan yang alami. Seksualitas meliputi pengetahuan seks, sikap, nilai-nilai, dan perilaku individu. Ini berkaitan dengan anatomi dan fisiologi dari sistem respons seksual seseorang terhadap peran, identitas, dan kepribadian. Seksualitas tentunya berkaitan erat dengan pikiran, perasaan, perilaku, dan hubungan (Nugroho, 2017).
Apa itu Autisme?
Autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang kebanyakan diakibatkan faktor hereditas. Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang merupakan bagian dari Autism Spectrum Disorders (ASD) dan juga merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung Gangguan Perkembangan Pervasif atau Pervasive Development Disorder (PDD).
Autisme tidak mengenal batasan ras, etnis, sosial, pendapatan keluarga, gaya hidup, atau tingkat pendidikan serta dapat mempengaruhi keluarga manapun dan anak manapun. Meskipun peristiwa autisme secara keseluruhan konsisten di seluruh dunia, kejadian ini empat kali lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan (See, 2011).
Pentingnya Pendidikan Seks bagi Remaja Autis
Autisme bukanlah penyakit kejiwaan. Autisme merupakan suatu gangguan yang terjadi pada otak sehingga menyebabkan otak tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak normal dan hal ini terlihat pada perilaku autisme.
Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua tidak menginginkan anak ketika hamil. Oleh karenanya, setiap kekurangan pada aspek tersebut dapat dihubungkan dengan kurangnya pemahaman terkait informasi seksualitas.
Kita sebagai masyarakat timur, seringkali merasa enggan jika membicarakan masalah seksualitas. Apalagi pada remaja autis, yang memang memerlukan penanganan khusus.
Realmuto & Ruble (1999) menyarankan agar remaja autis mempelajari tentang informasi mengenai seks melalui pengalaman sosial sehari-hari. Pengalaman sosial yang dimaksud adalah penjelasan yang berasal dari keluarga ataupun pendidikan formal.
Pentingnya hal tersebut didasarkan penelitian yang dilakukan Ruble & Dalrymple (1993) terhadap 100 remaja autis. Penelitian ini menunjukkan kelaziman remaja autis yang melakukan aktivitas seksual yang kurang pantas. Di antaranya menyentuh bagian pribadi (65%), melepas pakaian di tempat umum (28%), masturbasi di tempat umum (23%), menyentuh organ seks lawan jenis (18%) dan masturbasi dengan menggunakan barang yang aneh atau tidak tepat (14%). Oleh karenanya, pendidikan edukasi tentang seks bagi remaja autis bersifat sangat penting.
Peran Penting Orang Tua terkait Pendidikan Seks
Peran orang tua sangat berpengaruh pada perkembangan anak-anak autis dalam menghadapi masa-masa remaja mereka. Dengan persiapan, penjelasan dan bimbingan dari orang tua, mereka akan lebih siap untuk menerima perubahan-perubahan yang terjadi pada masa pubertas mereka (Nugraheni & Tsaniyah, 2020).
Peran orang tua bagi anak-anak autisme dikehidupan sehari-harinya sangatlah penting. Sama halnya terkait pendidikan seks, peran orang tua terutama ibu bagi remaja autis menjadi hal yang sangat dominan.
Gangguan otak pada anak-anak autisme pada umumnya tidak dapat disembuhkan. Tetapi dapat ditanggulangi dengan cara intervensi sedini mungkin melalui terapi dini, terpadu dan intensif.
Oleh karenanya, orang tua dengan bantuan guru dan terapis harus melatih dan mengembangkan kemandirian anak-anak autis sehingga capaiannya bukan hanya dari sisi akademisnya saja. Fokus melatih dan mengembangkan kemandirian anak-anak autis ini.
Tujuannya mengurangi ketergantungan mereka kepada orang lain dalam kegiatan rutin sehari-harinya, karena mereka akan menjadi dewasa suatu hari nanti. Jika tidak dilatih dan diajarkan sedini mungkin akan sulit nantinya dan tidak akan terbiasa (Ayuningtyas, 2021).
Dosen Prodi Magister Ilmu Komunikasi, FISIP
Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta
MASA remaja menjadi salah satu tahap perkembangan alamiah yang terjadi pada manusia dan sesuatu hal yang tidak dapat dihindari. Perubahan fisik dan kematangan seksual menjadi salah satu tantangan penting yang terjadi di dalamnya. Tidak terkecuali, bagi remaja autis.
Menurut the National Commission on Adolescent Sexual Health (NCASH), seksualitas adalah bagian kehidupan yang alami. Seksualitas meliputi pengetahuan seks, sikap, nilai-nilai, dan perilaku individu. Ini berkaitan dengan anatomi dan fisiologi dari sistem respons seksual seseorang terhadap peran, identitas, dan kepribadian. Seksualitas tentunya berkaitan erat dengan pikiran, perasaan, perilaku, dan hubungan (Nugroho, 2017).
Apa itu Autisme?
Autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang kebanyakan diakibatkan faktor hereditas. Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang merupakan bagian dari Autism Spectrum Disorders (ASD) dan juga merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung Gangguan Perkembangan Pervasif atau Pervasive Development Disorder (PDD).
Autisme tidak mengenal batasan ras, etnis, sosial, pendapatan keluarga, gaya hidup, atau tingkat pendidikan serta dapat mempengaruhi keluarga manapun dan anak manapun. Meskipun peristiwa autisme secara keseluruhan konsisten di seluruh dunia, kejadian ini empat kali lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan (See, 2011).
Pentingnya Pendidikan Seks bagi Remaja Autis
Autisme bukanlah penyakit kejiwaan. Autisme merupakan suatu gangguan yang terjadi pada otak sehingga menyebabkan otak tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak normal dan hal ini terlihat pada perilaku autisme.
Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua tidak menginginkan anak ketika hamil. Oleh karenanya, setiap kekurangan pada aspek tersebut dapat dihubungkan dengan kurangnya pemahaman terkait informasi seksualitas.
Kita sebagai masyarakat timur, seringkali merasa enggan jika membicarakan masalah seksualitas. Apalagi pada remaja autis, yang memang memerlukan penanganan khusus.
Realmuto & Ruble (1999) menyarankan agar remaja autis mempelajari tentang informasi mengenai seks melalui pengalaman sosial sehari-hari. Pengalaman sosial yang dimaksud adalah penjelasan yang berasal dari keluarga ataupun pendidikan formal.
Pentingnya hal tersebut didasarkan penelitian yang dilakukan Ruble & Dalrymple (1993) terhadap 100 remaja autis. Penelitian ini menunjukkan kelaziman remaja autis yang melakukan aktivitas seksual yang kurang pantas. Di antaranya menyentuh bagian pribadi (65%), melepas pakaian di tempat umum (28%), masturbasi di tempat umum (23%), menyentuh organ seks lawan jenis (18%) dan masturbasi dengan menggunakan barang yang aneh atau tidak tepat (14%). Oleh karenanya, pendidikan edukasi tentang seks bagi remaja autis bersifat sangat penting.
Peran Penting Orang Tua terkait Pendidikan Seks
Peran orang tua sangat berpengaruh pada perkembangan anak-anak autis dalam menghadapi masa-masa remaja mereka. Dengan persiapan, penjelasan dan bimbingan dari orang tua, mereka akan lebih siap untuk menerima perubahan-perubahan yang terjadi pada masa pubertas mereka (Nugraheni & Tsaniyah, 2020).
Peran orang tua bagi anak-anak autisme dikehidupan sehari-harinya sangatlah penting. Sama halnya terkait pendidikan seks, peran orang tua terutama ibu bagi remaja autis menjadi hal yang sangat dominan.
Gangguan otak pada anak-anak autisme pada umumnya tidak dapat disembuhkan. Tetapi dapat ditanggulangi dengan cara intervensi sedini mungkin melalui terapi dini, terpadu dan intensif.
Oleh karenanya, orang tua dengan bantuan guru dan terapis harus melatih dan mengembangkan kemandirian anak-anak autis sehingga capaiannya bukan hanya dari sisi akademisnya saja. Fokus melatih dan mengembangkan kemandirian anak-anak autis ini.
Tujuannya mengurangi ketergantungan mereka kepada orang lain dalam kegiatan rutin sehari-harinya, karena mereka akan menjadi dewasa suatu hari nanti. Jika tidak dilatih dan diajarkan sedini mungkin akan sulit nantinya dan tidak akan terbiasa (Ayuningtyas, 2021).
(poe)