Soal RUU Kesehatan, Serikat Pekerja Berharap Tak Rugikan Rakyat Kecil
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang saat ini tengah menjadi isu publik, diharapkan tidak merugikan rakyat kecil. Sebab, pembahasan dalam RUU Kesehatan dinilai akan berdampak sangat besar.
Pandangan ini disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja (SP) Rokok Tembakau Makanan Minuman-SPSI (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS. Sudarto menyatakan hal tersebut karena sejumlah pasal dalam RUU Kesehatan terkait tembakau.
Pasal-pasal ini dinilai akan berdampak sangat besar. Bukan hanya bagi industri IHT, tetapi masyarakat kecil yang bergantung pada rantai pasok tembakau seperti petani, buruh, pekerja seni, hingga pedagang.
"FSR RTMM-SPSI di seluruh Indonesia akan memilih para wakil rakyat yang peduli dan berani membela para tenaga kerja, dengan menolak seluruh pengaturan tembakau pada RUU Kesehatan," kata Sudarto dalam keterangannya, Kamis (7/6/2023).
Seperti diketahui, aturan terkait tembakau terdapat di Pasal 154-158 di RUU Kesehatan. Salah satu Pasal paling kontroversial adalah terkait penyetaraan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol yang sama-sama digolongkan pada Pasal 154.
Penyetaraan berpeluang menjadi celah kriminalisasi bagi rakyat kecil, para petani yang menanam, industri yang mengolah, pedagang yang menjual, dan konsumen tembakau.
Pihaknya mencatat, sedikitnya ada 143 ribu anggotanya yang bekerja di industri rokok. Angka ini, belum termasuk petani, konsumen, dan pedagang yang terlibat dalam rantai pasok industri.
"Tak hanya itu namun dalam Pasal 156 juga menuai kontroversi. Jika pasal ini tetap dimasukkan, maka akan terjadi tumpang tindih aturan dengan kementerian lainnya sehingga menyalahi tujuan pembentukan RUU secara omnibus law, yakni harmonisasi peraturan," jelasnya.
Lebih lanjut kata dia, RUU Kesehatan juga dinilai akan melahirkan aturan-aturan lanjutan yang mengatur IHT tanpa memahami karakteristik industri dan tanpa mempedulikan bahwa IHT adalah sektor padat karya yang telah menyediakan jutaan lapangan pekerjaan.
Pandangan ini disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja (SP) Rokok Tembakau Makanan Minuman-SPSI (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS. Sudarto menyatakan hal tersebut karena sejumlah pasal dalam RUU Kesehatan terkait tembakau.
Pasal-pasal ini dinilai akan berdampak sangat besar. Bukan hanya bagi industri IHT, tetapi masyarakat kecil yang bergantung pada rantai pasok tembakau seperti petani, buruh, pekerja seni, hingga pedagang.
"FSR RTMM-SPSI di seluruh Indonesia akan memilih para wakil rakyat yang peduli dan berani membela para tenaga kerja, dengan menolak seluruh pengaturan tembakau pada RUU Kesehatan," kata Sudarto dalam keterangannya, Kamis (7/6/2023).
Seperti diketahui, aturan terkait tembakau terdapat di Pasal 154-158 di RUU Kesehatan. Salah satu Pasal paling kontroversial adalah terkait penyetaraan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol yang sama-sama digolongkan pada Pasal 154.
Penyetaraan berpeluang menjadi celah kriminalisasi bagi rakyat kecil, para petani yang menanam, industri yang mengolah, pedagang yang menjual, dan konsumen tembakau.
Pihaknya mencatat, sedikitnya ada 143 ribu anggotanya yang bekerja di industri rokok. Angka ini, belum termasuk petani, konsumen, dan pedagang yang terlibat dalam rantai pasok industri.
"Tak hanya itu namun dalam Pasal 156 juga menuai kontroversi. Jika pasal ini tetap dimasukkan, maka akan terjadi tumpang tindih aturan dengan kementerian lainnya sehingga menyalahi tujuan pembentukan RUU secara omnibus law, yakni harmonisasi peraturan," jelasnya.
Lebih lanjut kata dia, RUU Kesehatan juga dinilai akan melahirkan aturan-aturan lanjutan yang mengatur IHT tanpa memahami karakteristik industri dan tanpa mempedulikan bahwa IHT adalah sektor padat karya yang telah menyediakan jutaan lapangan pekerjaan.