Moralitas Hukum Pidana

Senin, 05 Juni 2023 - 19:41 WIB
loading...
A A A
Perlindungan dan upaya manusia untuk menegakkan perlindungan hak asasi tersebut belum juga selesai karena karakter syahwat kekuasaan (power) tidak lepas dari kekerasan (force) dan tidak lekang oleh perubahan zaman. Bahkan sampai hari ini. Prinsip balas dendam yang biasa berlaku antarsuku di Eropa, an eye for an eye, a tooth for a tooth, telah menghilang dari kosa kata peradaban abad modern.

Substitusi peradaban masyarakat kuno oleh keadilan restoratif sejak dilontarkan para ahli belum menginternalisasi ke dalam sikap dan kepribadian sosial masyarakat kita. Keinginan manusia untuk hidup damai, tenteram dan sejahtera selalu berbanding terbalik dengan hadirnya kejahatan di tengah kehidupan manusia, tidak ada yang luput dari padanya.

Cesare Lombroso (1830), seorang ahli antropologi mengatakan, manusia dilahirkan sebagai penjahat; laki-laki sebagai perampok, perempuan sebagai pelacur bukan omong kosong belaka. Kehadiran ilmu pengetahuan yang selalu mendorong keingintahuan manusia untuk meneliti seluk beluk kehidupan alam semesta yang selalu dipertanyakan tentang asal mula dan implikasinya terhadap kehidupan manusia berimbas kepada dirinya telah mendorong kemajuan ilmu-ilmu.

Dalam pencarian tersebut keyakinan akan kekuatan ilmu pengetahuan pada para ahlinya sering melebihi keyakinannya terhadap keyakinan kepada Tuhan Maha Kuasa sebagai pencipta alam semesta dan segala isinya.

Munculnya Charles Darwin tentang asal usul lahirnya manusia dan teori Lombroso tentang man is borned criminal sering diyakini merupakan keunggulan manusia daripada Sang Pencipta. Pengaruh teori-teori tersebut bukan tidak nyata.

Seorang ahli filsafat hukum, Oliver Wendell Holmes mengatakan untuk mendalami hukum sejatinya harus belajar dari penjahat. Sebuah pendapat ekstrem yang mencerminkan bahwa ilmuwan khususnya hukum, sejatinya tidak memahami hukum; makna, penyebab, dan implikasinya terhadap kehidupan manusia.

Hal demikian seharusnya menjadi bagian tidak terpisah dari pemikiran angggota penegak hukum dan ahli hukum, termasuk hakim. Sehingga tidak keliru jika di semester awal pendidikan hukum telah diajarkan mata kuliah antropologi, sosiologi, serta kriminologi.

Sejarah hukum sejak terjadi revolusi keilmuan yang menentang pengaruh ajaran agama pada pertengahan abad 19 telah menuai hasilnya di abad ini. Bahkan hari ini karena sejak terbentuknya negara-bangsa (nation-state), pengaruh ajaran agama serta fungsi dan peranannya dalam ikut serta membangun pemerintahan sama sekali tidak dipertimbangkan.

Peralihan atau pengambilalihan kekuasaan pemerintahan dari pemuka agama oleh politisi negara telah berlangsung lebih dari 50 abad lampau sehingga dalam ilmu hukum buatan manusia hanya mengandalkan apa yang menurut moral masyarakat adalah benar. Roscou Pound, ahli botani dan filsafat Amerika abad 19 menegaskan kekuatan norma buatan manusia sejatinya dipengaruhi moral, agama, dan lebih fokus pada kenyataan (realita) yang terjadi di sekelilingnya.

Pendapat Pound cocok dengan pandangan tradisional masyarakat Indonesia bahwa kekuatan hukum terletak pada nilai-nilai (values) moral masyarakatnya yang masih berpegang pada nilai agama, panutan, dan adat istiadat. Sejalan dengan pendapat tersebut Lord Patrick Devlin, ahli hukum Inggris dalam perdebatan masalah moralitas dan hukum ketika membahas apakah hukum dapat memaksakan kesusilaan atau apakah kesusilaan dapat mempengaruhi hukum menyatakan bahwa hanya UU yang memerintahkannya tanpa kecuali. Perubahan norma yang dipandang baik, adil bagi masyarakat berbeda di setiap masa ke masa sehingga perubahan norma yang terjadi selalu berada dan tumbuh di dalam masyarakatnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1824 seconds (0.1#10.140)