Ini Dia 5 Isu Krusial Revisi UU Pemilu

Rabu, 22 Juli 2020 - 14:26 WIB
loading...
Ini Dia 5 Isu Krusial Revisi UU Pemilu
FOTO/SINDOnews/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurni menyatakan saat ini pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu masih sangat awal. Doli mengatakan, draf RUU Pemilu sudah dalam proses penyusunan akhir yang kemudian akan diajukan kepada pimpinan DPR untuk ditetapkan sebagai RUU melalui rapat paripurna.

Namun menurut dia, ada 5 isu krusial yang muncul dalam pembahasan RUU Pemilu . Di antaranya persoalan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) hingga district magnitude (besaran daerah pemilihan). (Baca juga: DPR Targetkan Revisi UU Pemilu Kelar Pertengahan Tahun 2021)

"Lima isu klasik, yang setiap pembahasan revisi UU Pemilu selalu menjadi perbincangan, polemik, dan karena berkaitan dengan kepentingan-kepentingan politik para kontenstan pemilu yaitu partai politik," tandasnya dalam sebuah diskusi daring, Rabu (22/7/2020).

Isu krusial yang pertama, kata Doli adalah tentang sistem pemilu. Sistem pemilu yang dimaksud ini adalah pilihan penerapan sistem pemilu proporsional tertutup, kemudian proporsional terbuka, dan kali ini muncul opsi ketiga yaitu sistem pemilu campuran.

Kemudian isu kedua, adanya sejumlah fraksi yang mengusulkan agar ambang batas parlemen tetap 4%. Namun, kata Doli ada juga yang mengusulkan agar angka ambang batas dinaikkan menjadi 5 sampai 7%. (Baca juga: Oligarki Politik Tumbuh Subur karena Regulasi Pemilu dan Tata Kelola Parpol)

Ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, kata Doli menjadi isu yang ketiga. Sama dengan parlimentary treshold, suara-suara di fraksi beragam, ada yang mengusulkan tetap di angka 20% dan adapula yang menyarankan ambang batas presiden dihapus atau ditiadakan.

"Kemudian isu yang keempat adalah besaran atau alokasi kursi per daerah pemilihan. Kalau sekarang kan 3:10 untuk nasional dan 3:12 untuk daerah. Ada opsi kedua 3:8 nasional dan 3:10 di daerah," paparnya.

Kemudian, isu kelima yakni adanya usulan pergantian sistem penghitungan konversi suara ke kursi. Menurut dia, dalam dua pemilu terakhir ini, Indonesia menggunakan sistem penghitungan divisor dengan metode Divisor Sainte Lague murni. "Tetapi ada opsi baru, tetap melakukan divisor ya, tetapi menggunakan metodologinya de hondt," ungkapnya.

Untuk diketahui, merode divisor de hondt juga diterapkan di beberapa negara seperti di Turki, Jepang, Kamboja, Brasil, Timor Leste, Wales, hingga Belgia.
(nbs)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1785 seconds (0.1#10.140)