Membaca Buku Dunia dan Indonesia
loading...
A
A
A
Buku Paling Banyak Dibaca: sejarah, misteri, dan biografi. Survei Leonhardt mengatakan, tiga genre bahan bacaan teratas di seluruh dunia pada 2022 adalah Sejarah (34%); Misteri (33%); Biografi/memoar (31%). Terdapat beberapa perbedaan kecil di wilayah tertentu. Misalnya, orang Kanada jauh lebih tidak tertarik pada sejarah. Sementara itu, pembaca Inggris menunjukkan minat yang kuat pada fantasi.
Buku-buku teratas yang suka dibaca orang Indonesia setikdak tercermin dari komposisi kategori koleksi perpustakaan umum. Hal ini karena kebijakan pengembangan koleksi perpustakan umumnya didasarkan pada tingkat ketermanfaatan atau keterbacaan koleksi oleh pemustaka. Berdasar kajian Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional (2022), tertinggi subjek Sosial (18,2%); kedua Agama (13,3%); dan ketiga Geografi dan Sejarah (12,7%). Pilihan bacaan teratas ini nampaknya berbeda dibanding dengan negara-negara lain, namun sama untuk kategori sejarah.
Survei David Leonhardt mengatakan; 57% orang membaca buku cetak; 32% pembaca memilih eBook; dan 8% lainnya mendengarkan buku audio dan 3% memilih lainnya (buku komik, brail atau format lainnya). Orang Amerika kurang tertarik pada bahan bacaan cetak dan agak lebih tertarik pada semua jenis format lainnya. Yang mencolok adalah 29% pembaca Amerika yang menyukai Kindle mereka. Orang Kanada menunjukkan kecenderungan sebaliknya, dengan 67% lebih suka membaca dalam format tercetak, dan hanya 23% memilih eBook.
Hasil kajian di atas berbeda dengan Indonesia. Saat ini orang Indonesia lebih memlih bahan bacaan digital dibanding bahan bacaan tercetak. Hal ini terungkap dalam hasil riset Kegemaran Membaca (Perpusnas, 2022). Format bahan bacaan yang sering digunakan di Indonesia paling banyak digital (36,0%) yang terdiri dari e-book, artikel internet, e-koran, e-majalah; bahan bacaan tercetak sebesar 33.5% yang terdiri dari buku, koran, majalah dan sebagainya; dan sisanya (30,5%) dalam format audio visual berupa siaran TV, siaran radio, audiobook dan podcast.
Hal ini kemungkinan karena didukung oleh faktor tingkat penetrasi internet Indonesia mencapai 77,02% pada 2022 (APJII) dan jumlah pemilik smartphone mencapai 345,3 juta, lebih banyak dari total penduduk yang mencapai 271,35 juta jiwa (Kominfo, 2022).
Survei Leonhardt mengatakan 86% pembaca berpikir buku mereka memiliki panjang yang tepat; 11% berpikir bacaan mereka terlalu panjang sehingga sulit memokuskan perhatian; tetapi 3% dari pembaca yang berdedikasi mengatakan tidak bisa mendapatkan pemahaman yang cukup, jika buku mereka terlalu pendek. Tentu saja, tidak semua orang setuju. Seorang pembaca Italia berkata, "Saya suka membaca sangat panjang, sesuatu yang benar-benar bisa saya selami." Tetapi seorang pembaca Amerika membalas, "Buku lebih dari 600 halaman benar-benar memperlambat Anda. Tidak ada akhir yang terlihat."
Sayangnya, di Indonesia belum ada riset tentang panjang buku yang diinginkan pembaca, setidak-tidaknya oleh Perpustakaan Nasional atau asosiasi penerbit seperti IKAPI.
Jika Anda berpikir bahwa popularitas buku yang bertahan lama, buku tercetak khususnya, adalah karena orang tua mengalami kesulitan beradaptasi dengan teknologi baru, survei Leonhardt ini menunjukkan sebaliknya. Survei menunjukkan pembaca buku dalam rentang usia 25-34 sebanyak 17%; rentang usia 35-44 sebesar 18%; rentang usia 45-54 sebesar 19%; dan rentang usia 55-64 sebesar 19%; di atas 65 sebesar 4%. Yang menarik justru dari kalangan anak-anak dengan rentang usia di bawah 18 tahun hanya 1% dan remaja usia 18-24 tahun hanya sebesar 10%.
Kalangan pembaca buku di Indonesia tampak berbeda. Hal itu terlihat dalam hasil kajian Kegemaran Membaca (Perpusnas, 2022). Pembaca yang berasal dari rentang usia 10 – 24 tahun sebesar 40,48%; 25 – 39 tahun sebesar 32.15%; 40 – 54 tahun sebanyak 22,31%; 55 – 69 tahun sebesar 4,89% dan di atas 69 tahun hanya 0,17%. Di Indonesia kemungkinan besar tingkat membaca yang tinggi pada kalangan muda (anak dan remaja) berkorelasi dengan kebutuhan pendidikan.
Survei Leonhardt juga mengatakan pembaca buku terbanyak dari kalangan perempuan (56%) dan sisanya (42%) adalah pria dan 1% diidentifikasi sebagai lainnya. Kesenjangan ini bahkan lebih jelas di Amerika Serikat, yakni dua pertiga pembaca adalah perempuan. Ini konsisten dengan penelitian lain yang menunjukkan anak perempuan dan perempuan di seluruh dunia membaca lebih banyak buku.
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, perempuan menempati peringkat pertama dalam membaca buku (65,87%) dan laki-laki 34,13% (Kajian Kegemaran Membaca, Perpusnas, 2022).
Dengan melihat hasil kajian membaca buku dunia, juga di Indonesia, nampak sekali bahwa semangat membaca mewarnai perkembangan dunia. Membaca adalah tindakan aktif untuk menyerap informasi dan pengetahuan melalui berbagai media.
Membaca adalah tahap terpenting dalam metoda menyimak, memperhatikan, menganalisis, belajar, praktik, memandang, mengkritisi dan mengawai setiap fenomena dan peristiwa. Semangat membaca dunia barangkali tercermin dalam ujar seorang responden dari Aljazair: "Saya suka buku. Setiap orang harus membaca buku." (Leonhardt, 2022).
Buku-buku teratas yang suka dibaca orang Indonesia setikdak tercermin dari komposisi kategori koleksi perpustakaan umum. Hal ini karena kebijakan pengembangan koleksi perpustakan umumnya didasarkan pada tingkat ketermanfaatan atau keterbacaan koleksi oleh pemustaka. Berdasar kajian Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional (2022), tertinggi subjek Sosial (18,2%); kedua Agama (13,3%); dan ketiga Geografi dan Sejarah (12,7%). Pilihan bacaan teratas ini nampaknya berbeda dibanding dengan negara-negara lain, namun sama untuk kategori sejarah.
Buku Tercetak Masih Disukai
Survei David Leonhardt mengatakan; 57% orang membaca buku cetak; 32% pembaca memilih eBook; dan 8% lainnya mendengarkan buku audio dan 3% memilih lainnya (buku komik, brail atau format lainnya). Orang Amerika kurang tertarik pada bahan bacaan cetak dan agak lebih tertarik pada semua jenis format lainnya. Yang mencolok adalah 29% pembaca Amerika yang menyukai Kindle mereka. Orang Kanada menunjukkan kecenderungan sebaliknya, dengan 67% lebih suka membaca dalam format tercetak, dan hanya 23% memilih eBook.
Hasil kajian di atas berbeda dengan Indonesia. Saat ini orang Indonesia lebih memlih bahan bacaan digital dibanding bahan bacaan tercetak. Hal ini terungkap dalam hasil riset Kegemaran Membaca (Perpusnas, 2022). Format bahan bacaan yang sering digunakan di Indonesia paling banyak digital (36,0%) yang terdiri dari e-book, artikel internet, e-koran, e-majalah; bahan bacaan tercetak sebesar 33.5% yang terdiri dari buku, koran, majalah dan sebagainya; dan sisanya (30,5%) dalam format audio visual berupa siaran TV, siaran radio, audiobook dan podcast.
Hal ini kemungkinan karena didukung oleh faktor tingkat penetrasi internet Indonesia mencapai 77,02% pada 2022 (APJII) dan jumlah pemilik smartphone mencapai 345,3 juta, lebih banyak dari total penduduk yang mencapai 271,35 juta jiwa (Kominfo, 2022).
Orang Suka Memajang Buku
Survei Leonhardt mengatakan 86% pembaca berpikir buku mereka memiliki panjang yang tepat; 11% berpikir bacaan mereka terlalu panjang sehingga sulit memokuskan perhatian; tetapi 3% dari pembaca yang berdedikasi mengatakan tidak bisa mendapatkan pemahaman yang cukup, jika buku mereka terlalu pendek. Tentu saja, tidak semua orang setuju. Seorang pembaca Italia berkata, "Saya suka membaca sangat panjang, sesuatu yang benar-benar bisa saya selami." Tetapi seorang pembaca Amerika membalas, "Buku lebih dari 600 halaman benar-benar memperlambat Anda. Tidak ada akhir yang terlihat."
Sayangnya, di Indonesia belum ada riset tentang panjang buku yang diinginkan pembaca, setidak-tidaknya oleh Perpustakaan Nasional atau asosiasi penerbit seperti IKAPI.
Jika Anda berpikir bahwa popularitas buku yang bertahan lama, buku tercetak khususnya, adalah karena orang tua mengalami kesulitan beradaptasi dengan teknologi baru, survei Leonhardt ini menunjukkan sebaliknya. Survei menunjukkan pembaca buku dalam rentang usia 25-34 sebanyak 17%; rentang usia 35-44 sebesar 18%; rentang usia 45-54 sebesar 19%; dan rentang usia 55-64 sebesar 19%; di atas 65 sebesar 4%. Yang menarik justru dari kalangan anak-anak dengan rentang usia di bawah 18 tahun hanya 1% dan remaja usia 18-24 tahun hanya sebesar 10%.
Kalangan pembaca buku di Indonesia tampak berbeda. Hal itu terlihat dalam hasil kajian Kegemaran Membaca (Perpusnas, 2022). Pembaca yang berasal dari rentang usia 10 – 24 tahun sebesar 40,48%; 25 – 39 tahun sebesar 32.15%; 40 – 54 tahun sebanyak 22,31%; 55 – 69 tahun sebesar 4,89% dan di atas 69 tahun hanya 0,17%. Di Indonesia kemungkinan besar tingkat membaca yang tinggi pada kalangan muda (anak dan remaja) berkorelasi dengan kebutuhan pendidikan.
Survei Leonhardt juga mengatakan pembaca buku terbanyak dari kalangan perempuan (56%) dan sisanya (42%) adalah pria dan 1% diidentifikasi sebagai lainnya. Kesenjangan ini bahkan lebih jelas di Amerika Serikat, yakni dua pertiga pembaca adalah perempuan. Ini konsisten dengan penelitian lain yang menunjukkan anak perempuan dan perempuan di seluruh dunia membaca lebih banyak buku.
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, perempuan menempati peringkat pertama dalam membaca buku (65,87%) dan laki-laki 34,13% (Kajian Kegemaran Membaca, Perpusnas, 2022).
Dengan melihat hasil kajian membaca buku dunia, juga di Indonesia, nampak sekali bahwa semangat membaca mewarnai perkembangan dunia. Membaca adalah tindakan aktif untuk menyerap informasi dan pengetahuan melalui berbagai media.
Membaca adalah tahap terpenting dalam metoda menyimak, memperhatikan, menganalisis, belajar, praktik, memandang, mengkritisi dan mengawai setiap fenomena dan peristiwa. Semangat membaca dunia barangkali tercermin dalam ujar seorang responden dari Aljazair: "Saya suka buku. Setiap orang harus membaca buku." (Leonhardt, 2022).