Pemuda Muhammadiyah Minta Polri Gandeng Kejagung Tangkap Djoko Tjandra
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua bidang Hukum dan HAM PP Pemuda Muhammadiyah, Razikin menyatakan, langkah cepat Kapolri menindak Brigjen Pol Prasetyo Utomo pembuat surat jalan Djoko Tjandra patut diapresiasi.
Menurutnya, skandal surat jalan Djoko Tjandra harus dibuka secara terang benderang sebagai pembuktian bahwa sikap profesionalitas itu adalah sesuatu yang tak bisa ditawar-tawar bagi anggota dalam Polri dalam menjalankan tugasnya melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia. (Baca juga: Brigjen Prasetijo dan Djoko Tjandra Pernah Satu Pesawat ke Pontianak)
"Dalam konteks itu, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis juga Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo memiliki tanggung jawab yang cukup besar mewujudkan Polri menjadi institusi sipil yang mandiri yang mengabdi bagi kepentingan masayarakat (civilian police) bukan yang memiliki kecenderungan mengabdi pada kepentingan penguasa," tutur Razikin kepada SINDOnews, Senin (20/7/2020). (Baca juga: Tak Pernah Hadir di Persidangan, PK Djoko Tjandra Harus Ditolak)
Terlebih, lanjut Razikin, melayani koruptor seperti yang dilakukan oleh Prasetijo Utomo terhadap Djoko Tjandra jelas-jelas menabrak undang-undang No.2 Tahun 2002 serta Peraturan Kapolri No 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dengan demikiran, pihaknya memberikan catatan kepada Kapolri. Pertama, pihaknya mengapresiasi langkah cepat menangani skandal Brigjen Pol Prasetyo Utomo dan mengawasi penyelesaian skandal secara tuntas serta mengusut keterlibatan pihak-pihak lain yang bukan anggota Polri. Kedua, Polri bersama Kejaksaan segera menangkap Tjoko Tjandra.
Ketiga, sambung dia, sebagai upaya memperkuat legitimasi institusi, Polri dapat terbuka dan membuka diri terhadap masyarakat sipil, tidak bersikukuh dengan dalih legalitas formal yang kaku. "Pelibatan organisasi masyarakat sipil sangat penting dalam membangun citra positif polri. Keempat, perlu dibuka pembicaraan untuk merumusan ulang term profesionalisme kepolisian, mengingat luasnya ruang lingkup kerja Polri yang berakibat pada kaburnya profesionalisme profesi polri," ujar dia.
Di sisi lain, Kapolri harus menjadikan momentum skandal surat jalan Djoko Tjandra untuk memperbaiki citra negatif yang telah berkembang di masyarakat. Menurut dia, Polri baik secara personal maupun secara kelembagaan masih dinilai negatif, sebagian besar masyarakat terutama masyarakat lapis bawah yang menilai Polri bukan problem solving melainkan pembuat masalah (trouble maker).
Hal itu muncul dikarenakan Polri belum secara konsisten melakukan perubahan kinerja kearah profesionalisme. "Sudah saatnya Polri membangun komitmen melaksanakan fungsi pemerintahan dalam bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayom dan pelayan masyarakat sebagaimana diatur dalam pasal 2 undang-undang No.2 Tahun 2002," kata.
Menurutnya, skandal surat jalan Djoko Tjandra harus dibuka secara terang benderang sebagai pembuktian bahwa sikap profesionalitas itu adalah sesuatu yang tak bisa ditawar-tawar bagi anggota dalam Polri dalam menjalankan tugasnya melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia. (Baca juga: Brigjen Prasetijo dan Djoko Tjandra Pernah Satu Pesawat ke Pontianak)
"Dalam konteks itu, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis juga Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo memiliki tanggung jawab yang cukup besar mewujudkan Polri menjadi institusi sipil yang mandiri yang mengabdi bagi kepentingan masayarakat (civilian police) bukan yang memiliki kecenderungan mengabdi pada kepentingan penguasa," tutur Razikin kepada SINDOnews, Senin (20/7/2020). (Baca juga: Tak Pernah Hadir di Persidangan, PK Djoko Tjandra Harus Ditolak)
Terlebih, lanjut Razikin, melayani koruptor seperti yang dilakukan oleh Prasetijo Utomo terhadap Djoko Tjandra jelas-jelas menabrak undang-undang No.2 Tahun 2002 serta Peraturan Kapolri No 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dengan demikiran, pihaknya memberikan catatan kepada Kapolri. Pertama, pihaknya mengapresiasi langkah cepat menangani skandal Brigjen Pol Prasetyo Utomo dan mengawasi penyelesaian skandal secara tuntas serta mengusut keterlibatan pihak-pihak lain yang bukan anggota Polri. Kedua, Polri bersama Kejaksaan segera menangkap Tjoko Tjandra.
Ketiga, sambung dia, sebagai upaya memperkuat legitimasi institusi, Polri dapat terbuka dan membuka diri terhadap masyarakat sipil, tidak bersikukuh dengan dalih legalitas formal yang kaku. "Pelibatan organisasi masyarakat sipil sangat penting dalam membangun citra positif polri. Keempat, perlu dibuka pembicaraan untuk merumusan ulang term profesionalisme kepolisian, mengingat luasnya ruang lingkup kerja Polri yang berakibat pada kaburnya profesionalisme profesi polri," ujar dia.
Di sisi lain, Kapolri harus menjadikan momentum skandal surat jalan Djoko Tjandra untuk memperbaiki citra negatif yang telah berkembang di masyarakat. Menurut dia, Polri baik secara personal maupun secara kelembagaan masih dinilai negatif, sebagian besar masyarakat terutama masyarakat lapis bawah yang menilai Polri bukan problem solving melainkan pembuat masalah (trouble maker).
Hal itu muncul dikarenakan Polri belum secara konsisten melakukan perubahan kinerja kearah profesionalisme. "Sudah saatnya Polri membangun komitmen melaksanakan fungsi pemerintahan dalam bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayom dan pelayan masyarakat sebagaimana diatur dalam pasal 2 undang-undang No.2 Tahun 2002," kata.
(cip)