Mengamputasi Kaki Sendiri

Jum'at, 31 Maret 2023 - 10:27 WIB
loading...
A A A
Sebuah kutipan pidato Bung Karno yang sangat terkenal, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”

Proses menjadi Indonesia itulah yang harus terus kita lakukan. Kita tidak boleh lelah untuk memupuk dan mempersiapkan anak-anak muda Indonesia agar menjadi lebih baik dibandingkan pendahulunya. Dengan lebih banyak anak-anak yang kita persiapkan, peluang untuk mendapatkan sosok-sosok yang akan menjadi penggerak kemajuan bangsa semakin besar.

Konteks kebangsaan

Tuan rumah Piala Dunia U-20 seharusnya kita lihat dalam konteks pembentukan Indonesia yang lebih baik. Inilah kesempatan bagi kita menyemai pemain-pemain sepak bola di bawah usia 20 tahun agar bisa berkompetisi pada level paling tinggi di kelompok usia mereka.

Setelah pengalaman tampil di ajang Piala Dunia, ada waktu sekitar satu dekade bagi para pemain untuk semakin mematangkan diri dan meraih puncak prestasi mereka. Pemain seperti Diego Armando Maradona membutuhkan waktu tujuh tahun setelah memenangi ajang Piala Dunia U-20 untuk bisa mengangkat Piala Dunia pada 1986. Lionel Messi bahkan butuh waktu sampai 15 tahun untuk sukses mengangkat Piala Dunia 2022.

Sekarang dengan pembatalan sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 bisa dibayangkan betapa patah hatinya para pemain muda Indonesia. Mimpi mereka benar-benar buyar karena dua tahun lagi tidak mungkin mereka berkompetisi di ajang itu. Usia mereka akan terus bertambah dan kelompok umurnya akan semakin meningkat.

Ironis kaki mereka diamputasi oleh bangsanya sendiri. Bahkan lebih jelasnya, kaki para pemain dipotong oleh para politisi yang mengatasnamakan Bung Karno. Sementara Bung Karno sendiri sangat mengidolakan anak-anak muda dan selalu ingin memajukan mereka.

Penyerang tim Indonesia U-20 Hokky Caraka menyampaikan kegetiran kepada para politisi di media sosial. “Kami baru mau merintis karier menjadi lebih baik, tetapi batu loncatan saya dihancurkan oleh Bapak,” tulis Hokky yang mewakili suara 23 pemain lainnya.

Latihan yang bertahun-tahun mereka kerjakan, kini menjadi sia-sia. Semua harapan itu tiba-tiba sirna setelah FIFA membatalkan penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.

Para pemain pantas sedih karena posisi politik Indonesia terhadap Palestina dan Israel sebenarnya sudah sangat jelas. Indonesia tidak pernah akan mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel sepanjang negara itu tidak mengakui kemerdekaan Palestina.

Namun tidak adanya hubungan diplomatik tidak membuat Indonesia dan Israel lalu bermusuhan. Di level masyarakat, banyak masyarakat Indonesia yang bepergian ke Israel baik untuk tujuan ibadah ke Jerusalem maupun berwisata ke wilayah Israel. Beberapa atlet Israel diperkenankan bertanding di Indonesia bahkan anggota parlemen Israel Maret tahun lalu datang Bali untuk menghadiri Sidang ke-144 Inter Parliamentary Union.

Sekarang nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada yang perlu disesali lagi karena keputusan pencabutan tuan rumah Piala Dunia U-20 tidak mungkin direvisi. Kenyataan ini membuat Indonesia tidak mungkin lagi dipercaya untuk menyelenggarakan kejuaraan besar dunia baik itu Piala Dunia ataupun Olimpiade.

Namun sepak bola Indonesia tidak akan kiamat. Hanya saja perjalanan menuju panggung dunia menjadi semakin panjang. Hanya dengan prestasi yang tinggi, Indonesia akan bisa tampil di ajang Piala Dunia.

Inilah pekerjaan utama yang harus dilakukan pengurus PSSI. Pembinaan pemain muda, peningkatan kualitas pelatih dan wasit, penataan organisasi klub, penyelenggaraan kompetisi yang lebih baik, dan pembinaan tim nasional yang berjenjang merupakan sebuah keharusan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1192 seconds (0.1#10.140)