Mengamputasi Kaki Sendiri
loading...
A
A
A
Suryo Pratomo
Duta Besar RI untuk Singapura
DRAMA tuan rumah Piala Dunia U-20 berakhir sudah. FIFA mengambil keputusan memindahkan penyelenggaraan Piala Dunia U-20 dari Indonesia. Isu penolakan keikutsertaan Israel menjadi dasar pertimbangan pemindahan pesta sepak bola bagi calon bintang masa depan.
Presiden Joko Widodo sebenarnya sudah merespons berbagai penolakan itu dengan menyatakan bahwa penyelenggaraan akan terus berjalan. Presiden memerintahkan Ketua Umum PSSI Erick Thohir untuk menyampaikan jaminan pelaksanaan kejuaraan di Indonesia kepada Presiden FIFA Gianni Infantino.
Namun Komite Eksekutif FIFA sepertinya tidak yakin penyelenggaraan Piala Dunia U-20 akan berlangsung mulus. Dengan kelompok utama penolak kehadiran Israel adalah partai pendukung utama Pemerintah sendiri, yaitu PDI-Perjuangan, wajar apabila FIFA ragu atas kesiapan Indonesia sebagai tuan rumah yang baik.
Penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia sebenarnya merupakan inisiatif Pemerintah Indonesia untuk mempercepat transformasi sepak bola Indonesia. Indonesia mengajukan diri menjadi tuan rumah pada 2019 dan bukan perkara yang mudah untuk meyakinkan Komite Eksekutif FIFA agar mempercayai Indonesia sebagai tuan rumah.
Bukan hanya prestasi sepak bola Indonesia yang tidak pernah menonjol, tetapi kawasan Asia Tenggara tertinggal perkembangan sepak bolanya dibandingkan kawasan Asia Timur dan Timur Tengah. Namun dengan jumlah pecinta sepak bola yang terbesar di dunia, FIFA meyakini penyelenggaraan Piala Dunia U-20 akan bisa sukses untuk mendatangkan penonton.
Penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa. Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari FIFA.
Kalau kita mampu memanfaatkan momentum tuan rumah ini dengan baik, maka transformasi sepak bola yang kita dambakan bisa dilakukan. Bahkan kalau kita konsisten melaksanakan perbaikan tata kelola persepakbolaan nasional, bukan mustahil pada 2042 atau 2046, Indonesia akan bisa dipercaya menjadi tuan rumah Piala Dunia yang sesungguhnya.
Kita semua seharusnya bisa melihat horizon yang lebih jauh ke depan. Kalau kita bisa melakukan itu, perayaan 100 tahun atau satu abad kemerdekaan Indonesia benar-benar akan menjadi tonggak Indonesia Emas. Apalagi kalau 2035 nanti Indonesia menjadi negara industri. Generasi kelima atau keenam Indonesia akan hidup lebih baik dan makmur dari generasi yang hidup sekarang.
Namun sejak awal Bung Karno tidak hanya ingin merdeka sekadar untuk merdeka. Kemerdekaan itu merupakan pintu gerbang menuju Indonesia yang maju, makmur untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sikap para pendiri bangsa jelas bahwa tujuan kemerdekaan itu adalah untuk menciptakan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan menjadi prioritas utama Pemerintahan Presiden Soekarno. Ratusan ribu putra-putri Indonesia dikirim untuk belajar ke luar negeri.
Bung Karno sadar bahwa masa depan bangsa ini berada di tangan anak-anak muda. Kalau mereka tumbuh menjadi anak-anak yang cerdas, berilmu pengetahuan luas, serta memiliki karakter yang kuat, maka akan menjadi pilar untuk menciptakan Indonesia yang kuat.
Sebuah kutipan pidato Bung Karno yang sangat terkenal, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Proses menjadi Indonesia itulah yang harus terus kita lakukan. Kita tidak boleh lelah untuk memupuk dan mempersiapkan anak-anak muda Indonesia agar menjadi lebih baik dibandingkan pendahulunya. Dengan lebih banyak anak-anak yang kita persiapkan, peluang untuk mendapatkan sosok-sosok yang akan menjadi penggerak kemajuan bangsa semakin besar.
Setelah pengalaman tampil di ajang Piala Dunia, ada waktu sekitar satu dekade bagi para pemain untuk semakin mematangkan diri dan meraih puncak prestasi mereka. Pemain seperti Diego Armando Maradona membutuhkan waktu tujuh tahun setelah memenangi ajang Piala Dunia U-20 untuk bisa mengangkat Piala Dunia pada 1986. Lionel Messi bahkan butuh waktu sampai 15 tahun untuk sukses mengangkat Piala Dunia 2022.
Sekarang dengan pembatalan sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 bisa dibayangkan betapa patah hatinya para pemain muda Indonesia. Mimpi mereka benar-benar buyar karena dua tahun lagi tidak mungkin mereka berkompetisi di ajang itu. Usia mereka akan terus bertambah dan kelompok umurnya akan semakin meningkat.
Ironis kaki mereka diamputasi oleh bangsanya sendiri. Bahkan lebih jelasnya, kaki para pemain dipotong oleh para politisi yang mengatasnamakan Bung Karno. Sementara Bung Karno sendiri sangat mengidolakan anak-anak muda dan selalu ingin memajukan mereka.
Penyerang tim Indonesia U-20 Hokky Caraka menyampaikan kegetiran kepada para politisi di media sosial. “Kami baru mau merintis karier menjadi lebih baik, tetapi batu loncatan saya dihancurkan oleh Bapak,” tulis Hokky yang mewakili suara 23 pemain lainnya.
Latihan yang bertahun-tahun mereka kerjakan, kini menjadi sia-sia. Semua harapan itu tiba-tiba sirna setelah FIFA membatalkan penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.
Para pemain pantas sedih karena posisi politik Indonesia terhadap Palestina dan Israel sebenarnya sudah sangat jelas. Indonesia tidak pernah akan mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel sepanjang negara itu tidak mengakui kemerdekaan Palestina.
Namun tidak adanya hubungan diplomatik tidak membuat Indonesia dan Israel lalu bermusuhan. Di level masyarakat, banyak masyarakat Indonesia yang bepergian ke Israel baik untuk tujuan ibadah ke Jerusalem maupun berwisata ke wilayah Israel. Beberapa atlet Israel diperkenankan bertanding di Indonesia bahkan anggota parlemen Israel Maret tahun lalu datang Bali untuk menghadiri Sidang ke-144 Inter Parliamentary Union.
Sekarang nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada yang perlu disesali lagi karena keputusan pencabutan tuan rumah Piala Dunia U-20 tidak mungkin direvisi. Kenyataan ini membuat Indonesia tidak mungkin lagi dipercaya untuk menyelenggarakan kejuaraan besar dunia baik itu Piala Dunia ataupun Olimpiade.
Namun sepak bola Indonesia tidak akan kiamat. Hanya saja perjalanan menuju panggung dunia menjadi semakin panjang. Hanya dengan prestasi yang tinggi, Indonesia akan bisa tampil di ajang Piala Dunia.
Inilah pekerjaan utama yang harus dilakukan pengurus PSSI. Pembinaan pemain muda, peningkatan kualitas pelatih dan wasit, penataan organisasi klub, penyelenggaraan kompetisi yang lebih baik, dan pembinaan tim nasional yang berjenjang merupakan sebuah keharusan.
Sebaliknya Pemerintah bertanggung jawab menyediakan sarana dan prasarana sepak bola agar terbangun ekosistem sepak bola yang sehat. Kalau itu bisa dilakukan, maka dalam dua dekade ke depan kita bisa berharap sepak bola Indonesia akan mampu berbicara di level dunia.
Duta Besar RI untuk Singapura
DRAMA tuan rumah Piala Dunia U-20 berakhir sudah. FIFA mengambil keputusan memindahkan penyelenggaraan Piala Dunia U-20 dari Indonesia. Isu penolakan keikutsertaan Israel menjadi dasar pertimbangan pemindahan pesta sepak bola bagi calon bintang masa depan.
Presiden Joko Widodo sebenarnya sudah merespons berbagai penolakan itu dengan menyatakan bahwa penyelenggaraan akan terus berjalan. Presiden memerintahkan Ketua Umum PSSI Erick Thohir untuk menyampaikan jaminan pelaksanaan kejuaraan di Indonesia kepada Presiden FIFA Gianni Infantino.
Namun Komite Eksekutif FIFA sepertinya tidak yakin penyelenggaraan Piala Dunia U-20 akan berlangsung mulus. Dengan kelompok utama penolak kehadiran Israel adalah partai pendukung utama Pemerintah sendiri, yaitu PDI-Perjuangan, wajar apabila FIFA ragu atas kesiapan Indonesia sebagai tuan rumah yang baik.
Penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia sebenarnya merupakan inisiatif Pemerintah Indonesia untuk mempercepat transformasi sepak bola Indonesia. Indonesia mengajukan diri menjadi tuan rumah pada 2019 dan bukan perkara yang mudah untuk meyakinkan Komite Eksekutif FIFA agar mempercayai Indonesia sebagai tuan rumah.
Bukan hanya prestasi sepak bola Indonesia yang tidak pernah menonjol, tetapi kawasan Asia Tenggara tertinggal perkembangan sepak bolanya dibandingkan kawasan Asia Timur dan Timur Tengah. Namun dengan jumlah pecinta sepak bola yang terbesar di dunia, FIFA meyakini penyelenggaraan Piala Dunia U-20 akan bisa sukses untuk mendatangkan penonton.
Penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa. Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari FIFA.
Kalau kita mampu memanfaatkan momentum tuan rumah ini dengan baik, maka transformasi sepak bola yang kita dambakan bisa dilakukan. Bahkan kalau kita konsisten melaksanakan perbaikan tata kelola persepakbolaan nasional, bukan mustahil pada 2042 atau 2046, Indonesia akan bisa dipercaya menjadi tuan rumah Piala Dunia yang sesungguhnya.
Kita semua seharusnya bisa melihat horizon yang lebih jauh ke depan. Kalau kita bisa melakukan itu, perayaan 100 tahun atau satu abad kemerdekaan Indonesia benar-benar akan menjadi tonggak Indonesia Emas. Apalagi kalau 2035 nanti Indonesia menjadi negara industri. Generasi kelima atau keenam Indonesia akan hidup lebih baik dan makmur dari generasi yang hidup sekarang.
Mengguncang dunia
Ketika menyatakan kemerdekaan Indonesia, Bung Karno dan Bung Hatta menggelorakan kesetaraan dan semangat kemerdekaan kepada dunia. Sebagai orang yang merasakan penjajahan, Bung Karno sangat membenci penindasan yang dilakukan satu bangsa kepada bangsa yang lain. Oleh karena itu semangat antipenjajahan dituliskan di Pembukaan UUD 1945.Namun sejak awal Bung Karno tidak hanya ingin merdeka sekadar untuk merdeka. Kemerdekaan itu merupakan pintu gerbang menuju Indonesia yang maju, makmur untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sikap para pendiri bangsa jelas bahwa tujuan kemerdekaan itu adalah untuk menciptakan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan menjadi prioritas utama Pemerintahan Presiden Soekarno. Ratusan ribu putra-putri Indonesia dikirim untuk belajar ke luar negeri.
Bung Karno sadar bahwa masa depan bangsa ini berada di tangan anak-anak muda. Kalau mereka tumbuh menjadi anak-anak yang cerdas, berilmu pengetahuan luas, serta memiliki karakter yang kuat, maka akan menjadi pilar untuk menciptakan Indonesia yang kuat.
Sebuah kutipan pidato Bung Karno yang sangat terkenal, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Proses menjadi Indonesia itulah yang harus terus kita lakukan. Kita tidak boleh lelah untuk memupuk dan mempersiapkan anak-anak muda Indonesia agar menjadi lebih baik dibandingkan pendahulunya. Dengan lebih banyak anak-anak yang kita persiapkan, peluang untuk mendapatkan sosok-sosok yang akan menjadi penggerak kemajuan bangsa semakin besar.
Konteks kebangsaan
Tuan rumah Piala Dunia U-20 seharusnya kita lihat dalam konteks pembentukan Indonesia yang lebih baik. Inilah kesempatan bagi kita menyemai pemain-pemain sepak bola di bawah usia 20 tahun agar bisa berkompetisi pada level paling tinggi di kelompok usia mereka.Setelah pengalaman tampil di ajang Piala Dunia, ada waktu sekitar satu dekade bagi para pemain untuk semakin mematangkan diri dan meraih puncak prestasi mereka. Pemain seperti Diego Armando Maradona membutuhkan waktu tujuh tahun setelah memenangi ajang Piala Dunia U-20 untuk bisa mengangkat Piala Dunia pada 1986. Lionel Messi bahkan butuh waktu sampai 15 tahun untuk sukses mengangkat Piala Dunia 2022.
Sekarang dengan pembatalan sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 bisa dibayangkan betapa patah hatinya para pemain muda Indonesia. Mimpi mereka benar-benar buyar karena dua tahun lagi tidak mungkin mereka berkompetisi di ajang itu. Usia mereka akan terus bertambah dan kelompok umurnya akan semakin meningkat.
Ironis kaki mereka diamputasi oleh bangsanya sendiri. Bahkan lebih jelasnya, kaki para pemain dipotong oleh para politisi yang mengatasnamakan Bung Karno. Sementara Bung Karno sendiri sangat mengidolakan anak-anak muda dan selalu ingin memajukan mereka.
Penyerang tim Indonesia U-20 Hokky Caraka menyampaikan kegetiran kepada para politisi di media sosial. “Kami baru mau merintis karier menjadi lebih baik, tetapi batu loncatan saya dihancurkan oleh Bapak,” tulis Hokky yang mewakili suara 23 pemain lainnya.
Latihan yang bertahun-tahun mereka kerjakan, kini menjadi sia-sia. Semua harapan itu tiba-tiba sirna setelah FIFA membatalkan penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.
Para pemain pantas sedih karena posisi politik Indonesia terhadap Palestina dan Israel sebenarnya sudah sangat jelas. Indonesia tidak pernah akan mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel sepanjang negara itu tidak mengakui kemerdekaan Palestina.
Namun tidak adanya hubungan diplomatik tidak membuat Indonesia dan Israel lalu bermusuhan. Di level masyarakat, banyak masyarakat Indonesia yang bepergian ke Israel baik untuk tujuan ibadah ke Jerusalem maupun berwisata ke wilayah Israel. Beberapa atlet Israel diperkenankan bertanding di Indonesia bahkan anggota parlemen Israel Maret tahun lalu datang Bali untuk menghadiri Sidang ke-144 Inter Parliamentary Union.
Sekarang nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada yang perlu disesali lagi karena keputusan pencabutan tuan rumah Piala Dunia U-20 tidak mungkin direvisi. Kenyataan ini membuat Indonesia tidak mungkin lagi dipercaya untuk menyelenggarakan kejuaraan besar dunia baik itu Piala Dunia ataupun Olimpiade.
Namun sepak bola Indonesia tidak akan kiamat. Hanya saja perjalanan menuju panggung dunia menjadi semakin panjang. Hanya dengan prestasi yang tinggi, Indonesia akan bisa tampil di ajang Piala Dunia.
Inilah pekerjaan utama yang harus dilakukan pengurus PSSI. Pembinaan pemain muda, peningkatan kualitas pelatih dan wasit, penataan organisasi klub, penyelenggaraan kompetisi yang lebih baik, dan pembinaan tim nasional yang berjenjang merupakan sebuah keharusan.
Sebaliknya Pemerintah bertanggung jawab menyediakan sarana dan prasarana sepak bola agar terbangun ekosistem sepak bola yang sehat. Kalau itu bisa dilakukan, maka dalam dua dekade ke depan kita bisa berharap sepak bola Indonesia akan mampu berbicara di level dunia.
(rca)