Ubah Putusan Pencopotan Aswanto, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah Diberi Sanksi Teguran
loading...
A
A
A
Secara utuh, putusan yang dibacakan Saldi Isra adalah, “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK…”.
Sedangkan, dalam salinan putusan dan risalah persidangan tertulis “Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK…”.
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga menegaskan tak ada persekongkolan dalam perubahan substansi putusan pencopotan Aswanto sebagai hakim konstitusi seperti yang dituduhkan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.
“Bahwa tidak benar terjadi persekongkolan pengubahan risalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 103/PUU-XX/2022 yang menggantikan frasa “Dengan demikian” menjadi “Ke depan”," kata I Dewa Gede Palguna saat pembacaan putusan penyelidikan perkara perubahan subtansi tersebut di gedung MK, Jakarta Pusat.
Dalam sidang itu terungkap bahwa Hakim Konstitusi Guntur Hamzah terbukti merubah putusan tersebut. Namun, demikian, I Dewa memastikan bahwa tidak ada motif pribadi dalam perubahan subtansi itu.
"Sebab yang terjadi sesungguhnya adalah adanya perbedaan cara penyusunan risalah antara penyusunan risalah persidangan biasa yang bukan sidang pengucapan putusan dan cara penyusunan risalah sidang pengucapan putusan," katanya.
Sedangkan, dalam salinan putusan dan risalah persidangan tertulis “Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK…”.
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga menegaskan tak ada persekongkolan dalam perubahan substansi putusan pencopotan Aswanto sebagai hakim konstitusi seperti yang dituduhkan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.
“Bahwa tidak benar terjadi persekongkolan pengubahan risalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 103/PUU-XX/2022 yang menggantikan frasa “Dengan demikian” menjadi “Ke depan”," kata I Dewa Gede Palguna saat pembacaan putusan penyelidikan perkara perubahan subtansi tersebut di gedung MK, Jakarta Pusat.
Dalam sidang itu terungkap bahwa Hakim Konstitusi Guntur Hamzah terbukti merubah putusan tersebut. Namun, demikian, I Dewa memastikan bahwa tidak ada motif pribadi dalam perubahan subtansi itu.
"Sebab yang terjadi sesungguhnya adalah adanya perbedaan cara penyusunan risalah antara penyusunan risalah persidangan biasa yang bukan sidang pengucapan putusan dan cara penyusunan risalah sidang pengucapan putusan," katanya.
(cip)