Ubah Putusan Pencopotan Aswanto, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah Diberi Sanksi Teguran

Senin, 20 Maret 2023 - 23:52 WIB
loading...
Ubah Putusan Pencopotan...
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi teguran secara tertulis kepada Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi teguran secara tertulis kepada Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah. Hal itu lantaran Guntur Hamzah terbukti merubah subtansi putusan pencopotan Aswanto atau perubahan putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022.

"Menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada hakim terduga," ujar ketua MKMK I Dewa Gede Palguna saat pembacaan putusan penyelidikan perkara perubahan subtansi tersebut di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, (20/3/2023).

I Dewa mengatakan, Guntur Hamzah terbukti telah merubah putusan tersebut. Itu dikuatkan dengan pengakuannya saat Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 30 Januari 2023. "Menyatakan hakim terduga terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam salta karsa Hutama dalam hal ini bagian dari prinsip integritas," jelasnya.



Seperti diketahui, Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah telah mengakui kalau dirinyalah yang mengubah subtansi putusan pencopotan Aswanto sebagai hakim konstitusi atau perubahan putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022.

Hal itu diungkapkan ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKM) I Dewa Gede Palguna saat pembacaan putusan penyelidikan perkara perubahan subtansi tersebut.



Hal ini merupakan keterangan dari Ketua MK Anwar Usman saat dimintai kesaksian. Menurut keterangan itu, Guntur Hamzah mengakui perbuatannya pada saat Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) 30 Januari 2023. "Bahwa dalam RPH 30 Januari 2023 Hakim M Guntur Hamzah Sudah mengakui melakukan perubahan frasa tersebut," ucapnya di sidang pleno putusan MKMK, Senin (20/3/2023).

Dugaan perubahan substansi ini diungkap oleh penggugat perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 yakni Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Zico menduga ada individu hakim yang sengaja mengganti substansi perkara 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK sebelum diunggah ke situs MK.

Frasa "dengan demikian" sebagaimana yang diucapkan langsung hakim konstitusi saat sidang diubah menjadi "ke depannya" dalam salinan putusan.

Secara utuh, putusan yang dibacakan Saldi Isra adalah, “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK…”.

Sedangkan, dalam salinan putusan dan risalah persidangan tertulis “Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK…”.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga menegaskan tak ada persekongkolan dalam perubahan substansi putusan pencopotan Aswanto sebagai hakim konstitusi seperti yang dituduhkan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.

“Bahwa tidak benar terjadi persekongkolan pengubahan risalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 103/PUU-XX/2022 yang menggantikan frasa “Dengan demikian” menjadi “Ke depan”," kata I Dewa Gede Palguna saat pembacaan putusan penyelidikan perkara perubahan subtansi tersebut di gedung MK, Jakarta Pusat.

Dalam sidang itu terungkap bahwa Hakim Konstitusi Guntur Hamzah terbukti merubah putusan tersebut. Namun, demikian, I Dewa memastikan bahwa tidak ada motif pribadi dalam perubahan subtansi itu.

"Sebab yang terjadi sesungguhnya adalah adanya perbedaan cara penyusunan risalah antara penyusunan risalah persidangan biasa yang bukan sidang pengucapan putusan dan cara penyusunan risalah sidang pengucapan putusan," katanya.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1063 seconds (0.1#10.140)