Kesejahteraan Belum Membaik, Pekerjaan sebagai Nelayan Kian Ditinggalkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengungkapkan penurunan jumlah rumah tangga bermata pencarian pada sektor perikanan tangkap. Hal itu ditunjukkan melalui data kelautan dan perikanan yang menampilkan adanya tren negatif jumlah nelayan dalam belasan tahun terakhir.
Pada 2003, ada sekitar 2,1 juta rumah tangga di sektor perikanan tangkap. Jumlah itu kemudian merosot tajam mulai 2004. Pada 2016, angkanya menjadi 965 ribu rumah tangga di sektor tersebut.
“Apabila dilihat dari jumlah nelayan , didapatkan angka sebanyak 2,6 juta nelayan perikanan tangkap pada tahun 2016. Juga ditemukan tren negatif, jumlah nelayan perikanan tangkap pada periode 2012-2016,” papar Ida dalam seminar daring, Kamis (16/7/2020).
(Baca: Fahri Hamzah Sebut Kebijakan Susi Larang Nelayan Tangkap Benur Salah Fatal)
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menilai fakta memprihatinkan tersebut menunjukkan semakin berkurangnya minat masyarakat untuk bekerja sebagai nelayan perikanan tangkap. Pada akhirnya, kondisi itu mengurangi potensi sumber daya manusia yang bisa dimanfaatkan untuk memajukan sektor perikanan tangkap.
Salah satu pemicu rendahnya minta untuk menjadi nelayan, lanjut Ida, karena rendahnya kesejahteraan pekerja di bidang tersebut. Data menunjukkan bahwa mayoritas klaster perikanan nelayan berada pada status miskin. Bahkan, jumlah nelayan miskin berkontribusi cukup signifikan pada angka kemiskinan secara nasional, mencapai sekitar 25 persen.
“Kalau ini dibiarkan, maka akan semakin menyurutklan minat generasi muda untuk menjadi nelayan. Bahkan, saat ini banyak pemuda Indonesia yang lebih memilih sebagai anak buah kapal (ABK) di kapal ikan asing demi mencari kesejahteraan yang lebih baik,” imbuhnya.
(Baca: Lindungi ABK Indonesia, Menaker Tegaskan RPP Awak Kapal Dipercepat)
Ia menambahkan, dari sisi ketenagakerjaan perlu dilakukan upaya agar profesi nelayan sebagai pekerjaan yang layak dan menyejahterakan bagi pekerja. Terlebih lagi di masa pandemi Covid-19 yang berimbas pada sektor ketenagakerjaan.
Data pekerja yang terdampak Covid-19 yang dihimpun Kemenaker, baik pekerja formal maupun informal mencapai lebih dari 3 juta orang. Sedangkan dari data yang sudah ditelusuri melalui BPJS mencapai 1,7 juta orang yang terdampak terdata by name, by address.
Pada 2003, ada sekitar 2,1 juta rumah tangga di sektor perikanan tangkap. Jumlah itu kemudian merosot tajam mulai 2004. Pada 2016, angkanya menjadi 965 ribu rumah tangga di sektor tersebut.
“Apabila dilihat dari jumlah nelayan , didapatkan angka sebanyak 2,6 juta nelayan perikanan tangkap pada tahun 2016. Juga ditemukan tren negatif, jumlah nelayan perikanan tangkap pada periode 2012-2016,” papar Ida dalam seminar daring, Kamis (16/7/2020).
(Baca: Fahri Hamzah Sebut Kebijakan Susi Larang Nelayan Tangkap Benur Salah Fatal)
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menilai fakta memprihatinkan tersebut menunjukkan semakin berkurangnya minat masyarakat untuk bekerja sebagai nelayan perikanan tangkap. Pada akhirnya, kondisi itu mengurangi potensi sumber daya manusia yang bisa dimanfaatkan untuk memajukan sektor perikanan tangkap.
Salah satu pemicu rendahnya minta untuk menjadi nelayan, lanjut Ida, karena rendahnya kesejahteraan pekerja di bidang tersebut. Data menunjukkan bahwa mayoritas klaster perikanan nelayan berada pada status miskin. Bahkan, jumlah nelayan miskin berkontribusi cukup signifikan pada angka kemiskinan secara nasional, mencapai sekitar 25 persen.
“Kalau ini dibiarkan, maka akan semakin menyurutklan minat generasi muda untuk menjadi nelayan. Bahkan, saat ini banyak pemuda Indonesia yang lebih memilih sebagai anak buah kapal (ABK) di kapal ikan asing demi mencari kesejahteraan yang lebih baik,” imbuhnya.
(Baca: Lindungi ABK Indonesia, Menaker Tegaskan RPP Awak Kapal Dipercepat)
Ia menambahkan, dari sisi ketenagakerjaan perlu dilakukan upaya agar profesi nelayan sebagai pekerjaan yang layak dan menyejahterakan bagi pekerja. Terlebih lagi di masa pandemi Covid-19 yang berimbas pada sektor ketenagakerjaan.
Data pekerja yang terdampak Covid-19 yang dihimpun Kemenaker, baik pekerja formal maupun informal mencapai lebih dari 3 juta orang. Sedangkan dari data yang sudah ditelusuri melalui BPJS mencapai 1,7 juta orang yang terdampak terdata by name, by address.
(muh)