Mencari Cara Tuntas Bersihkan Sampah Sejak Dari Rumah
loading...
A
A
A
Syamsul Asinar Radjam, penggagas acara sekaligus moderator Cangkir Kopi, mengakui bahwa kegiatan ini dimaksudkan untuk mencapai tiga hal. Pertama, membangun kerekatan antar para pemangku kepentingan (multi-stakehoders engagement) di Kota Prabumulih. Kedua, mengidentifikasi isu dan permasalahan dalam pembangunan kota Prabumulih sekaligus menjaring gagasan dan prakarsa untuk menjawab isu dan mengentaskan permasalahan tersebut. Ketiga, membangun budaya diskusi dan kultur intelektual di masyarakat Prabumulih.
baca juga: Menggelorakan Gerakan Jakarta Sadar Sampah
Penggiat di Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) ini mengatakan, sebagai kota yang secara resmi baru terbentuk pada 2001, Prabumulih masih pada tahapan berkembang, namun juga berhadapan dengan sejumlah problem khas urban sebagaimana kota lain. Baik itu problem kualitas lingkungan, problem kemiskinan, kapasitas kota dalam pengembangan dan pengelolaan perkotaan, maupun isu-isu global yang tak dapat dihindari.
Untuk itu, kata Syamsul, semua pihak perlu membangun kultur intelektual di Prabumulih sekaligus menghidupkan budaya “begesah” (diskusi), yang menjadi budaya lokal dalam mendiskusikan isu publik sehari-hari untuk menyokong pembangunan kota Prabumulih, baik pada urusan ekonomi, alam, dan manusianya,” tukasnya.
“Semoga kelak dapat menghasilkan rumusan yang penting bagi para pemangku kepentingan yang ada di kota ini. Sebab, sebuah kota tidak muncul dalam semalam. Peradabannya terbangun dari sumbangan pemikiran banyak orang dan lintas generasi," kata anggota IMPALM Wahana Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup Sriwijaya ini.
baca juga: Menggelorakan Gerakan Jakarta Sadar Sampah
Penggiat di Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) ini mengatakan, sebagai kota yang secara resmi baru terbentuk pada 2001, Prabumulih masih pada tahapan berkembang, namun juga berhadapan dengan sejumlah problem khas urban sebagaimana kota lain. Baik itu problem kualitas lingkungan, problem kemiskinan, kapasitas kota dalam pengembangan dan pengelolaan perkotaan, maupun isu-isu global yang tak dapat dihindari.
Untuk itu, kata Syamsul, semua pihak perlu membangun kultur intelektual di Prabumulih sekaligus menghidupkan budaya “begesah” (diskusi), yang menjadi budaya lokal dalam mendiskusikan isu publik sehari-hari untuk menyokong pembangunan kota Prabumulih, baik pada urusan ekonomi, alam, dan manusianya,” tukasnya.
“Semoga kelak dapat menghasilkan rumusan yang penting bagi para pemangku kepentingan yang ada di kota ini. Sebab, sebuah kota tidak muncul dalam semalam. Peradabannya terbangun dari sumbangan pemikiran banyak orang dan lintas generasi," kata anggota IMPALM Wahana Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup Sriwijaya ini.
(hdr)