Tantangan NU Abad ke-2: Penguatan Aswaja dan Pancasila (Tulisan ke-2)

Minggu, 05 Februari 2023 - 20:01 WIB
loading...
Tantangan NU Abad ke-2:...
Ali Masykur Musa. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
Ali Masykur Musa
Ketua Umum PP ISNU

NAHDLATUL ULAMA (NU), organisasi yang berpaham Ahlussunnah Wal Jamaah An-Nahdliyyah (Aswaja), mengalami berbagai tantangan bersamaan dengan munculnya pandangan-pandangan keagamaan lainnya yang berkembang di dunia, khususnya di Timur Tengah. Untuk mengingatkan kembali bahwa Komite Hijaz sebagai misi diplomasi terhadap Pemerintah Arab Saudi adalah wujud nyata bahwa NU memang didirikan untuk mengamalkan dan mempertahankan Aswaja. Untuk itu menghadirkan dan memperkuat paham keagamaan Aswaja di tengah-tengah meningkatnya hegemoni paham keagamaan merupakan program utama bagi NU.

Tantangan Aswaja bagi NU juga dialami oleh negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Ideologi negara menghadapi tantangan dialektika oleh ideologi-ideologi kontemporer lainnya misalnya kapitalis-liberalis dan sosialis-marxis dengan modifikasinya. Efektivitas operasionalisasi Pancasila sebagai living ideology dipertanyakan dalam praktiknya. Pancasila harus tetap dipertahankan oleh semua pihak komponen bangsa karena Pancasila merupakan Kalimatus Sawa' yang mempertemukan di antara perbedaan suku, budaya, dan agama di Indonesia. Mempertanyakan keberadaan Pancasila sama halnya dengan mempertanyakan keberadaan Negara Indonesia.

Menghadapi tantangan tersebut, NU harus melakukan kaderisasi sebagai jantung dari suatu oraganisasi. Semakin gencarnya gerakan kaderisasi maka semakin besar dan kokoh pula organisasi NU dan Negara Indonesia. NU memang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia, bahkan di Dunia, namun demikian NU tidak boleh lengah untuk melakukan kaderisasi secara terusmenerus demi terwujudnya cita-cita organisasi dan cita-cita negara.

Tantangan dan Program Penguatan Aswaja
NU telah memberi keteladanan melalui Komite Hijaz sebagai misi Diplomasi Internasional untuk mengamalkan dan mempertahankan Aswaja. Banyak jamaah secara komunal maupun individual mengklaim bahwa dirinya berpaham Aswaja, namun dari sisi implementasi dan harokahnya jauh dari pada apa yang dimaksud Aswaja itu sendiri. Maka karakteristik Aswaja dalam paham yang dianut oleh NU perlu mempertegas bahwa Aswaja An-Nahdliyyah sebagai amaliyah, fikrah, ghirah, dan harakah di Indonesia perlu melakukan transformasi.

NU di semua tingkatkan, khususnya Lembaga Dakwah dan Lajnah Ta'lif Wannasr (LTN) harus secara masif membuat dan memilih konten yang kreatif, menarik dan mendidik sebagai wahana edukasi Warga Nahdliyyin.

NU harus melakukan kaderisasi untuk mempersiapkan tenaga profesional dibidang dakwah digital karena hal ini sesuai dengan perkembangan jaman yang ditandai dengan Higt Information Technology (HIT). Generasi muda NU harus memiliki digital competency adalah suatu keharusan agar dakwah NU yang berbasis Aswaja sesuai dengan jaman. Program yang dilakukan di antaranya meliputi:

Pertama, membuat kanal-kanal khusus sebagai instrumen media massa dengan mempertegas identitatas dan konten edukasi Aswaja secara masif dan efektif untuk mengajak agar umat Islam Indonesia secara konsisten mengamalkan dan mempertahankan Aswaja An-Nahdliyyah. Kanal yang dimaksud meliputi TV Komunitas, Youtube, FB dan kanal-kanal lainnya.

Kedua, NU harus menjalin kerja sama yang erat dengan pemilik media massa mainstrime baik cetak maupun elektronik yang dimaksudkan agar seluruh program dakwahnya diisi oleh narasumber dari NU atau yang perpaham Aswaja. NU harus menjalin kerjasama yang erat dengan pengelola masjid-masjid di perkantoran baik pemerintah maupun swasta, baik masjid BUMN maupun masjid swasta, masjid di mal yang bertujuan agar seluruh program dakwahnya diisi oleh narasumber dari NU atau yang perpaham Aswaja.

Ketiga, NU harus mencetak Opinion Leader untuk mengajak masyarakat sadar akan pentingnya pengamalan dan pengamanan paham Aswaja An-Nahdliyyah selalu didakwahkan di manapun berada. NU harus mempersiapkan kader dakwahnya untuk dikirim pada daerah terpencil dan terluar yang mempunyai semangat keagamaan Islam yang kuat, karena pada prinsipnya paham Aswaja An-Nahdliyyah sangat toleran yang dimungkinkan dapat diterima pada komunitas tersebut.

Tantangan dan Program Penguatan Ideologi
Nahdlatul Ulama perlu terus meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Pancasila secara melembaga serta dijadikan penuntun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan semakin memperteguh keyakinan bahwa Pancasila merupakan dasar dan penuntun bagi terwujudnya masyarakat yang harmonis, aman, tenteram, dan damai dalam keberagaman sehingga dapat memperkuat sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa.

Upaya NU untuk meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Pancasila sebagai dasar dan Ideologi Negara kepada penyelenggara negara, pimpinan pemerintahan dari pusat hingga desa/kelurahan, pimpinan partai politik, organisasi masyarakat dan organisasi profesi, kelompok kepentingan, dan seluruh kelompok strategis dan unsur masyarakat perlu terus ditingkatkan agar para elite bangsa dan negara tersebut mampu memelihara budi pekerti kemanusiaan, menegakkan etika publik dan perilaku etis, serta memegang teguh cita-cita moral bangsa dalam pelayanan masyarakat dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Komitmen NU ini dikarenakan NU merupakan Organisasi terbesar di Indonesia, dan karena mempunyai tanggung jawab yang besar.

NU harus terus menerus mendorong peningkatan secara konsisten dan berlanjut sikap toleran untuk menangkal radikalisme yang merupakan gerakan, tindakan dan aksi teror terencana dengan memanfaatkan irasionalitas dan emosi massa, rasa ketidakadilan, potensi konflik serta benturan pemahaman yang berlatar belakang perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan. Hal ini sejalan dengan pandangan keagamaan NU yang perpaham Aswaja yang mengedapankan moderasi dalam kehidupan sosial dan kenegaraan.

Sebagai Ideologi Nasional dan Falsafah Bangsa Indonesia, Pancasila bersifat terbuka dan dinamis dalam merespons perubahan zaman yang sudah teruji menghadapi tantangan zaman selama nilai-nilai Pancasila dipahami, dihayati, dan direaktualisasikan dalam kehidupan nyata. Karena itu, Pancasila harus diajarkan dalam setiap jenjang pendidikan formal serta disosialisakan dan diinternalisasikan di tengah masyarakat dengan pendekatan yang mudah dipahami. NU harus terus mendampingi masyarakat dalam memahami hubungan antara agama dan negara secara benar dan tidak bertentangan dengan akidah.

Kokohkan Tiga Ukhuwah
Masyarakat Indonesia yang beragam suku, ras, dan agama merupakan keniscayaan dan sunnatullah, di satu sisi bisa menjadi kekuatan, dan disisi yang lain bisa menjadi salah satu sumber konflik. Etika sosial NU yang telah dirumuskan dengan baik oleh KH Ahmad Siddiq yaitu Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathaniyah, dan Ukhuwah Basyariyah harus terus ditingkatkan pelaksanaannya secara seimbang dan porposional. Etika sosial ini jika dapat dijalankan secara simultan akan bisa melahirkan suatu tatanan masyarakat Indonesia yang Baldatun Thayyibatun sebagai manivestasi dari Islam Rahmatan Lil Alamin. Adapun program yang perlu dilakukan adalah:

Pertama, NU harus menghilangkan kesan bahwa persaudaraan dan toleransi itu hanya berdimensi pada kelompok minoritas yang berpaham kebangsaan. Menjalankan tiga ukhuwah tersebut secara porposional akan menempatkan NU sebagai payung bagi seluruh masyarakat Indonesia yang pluralis. Membangun Ukhuwah Islamiyah harus lebih ditingkatkan terhadap organisasi-organisasi Islam, sehingga tercipta hubungan yang harmoni dan saling percaya untuk berdakwah secara bijak. Dengan cara ini NU akan menjadi rujukan bagi Umat Islam dan Oraganisasi Sosial Keagamaan Islam dalam menjalankan ajaran Islam di Indonesia.

Kedua, bagi NU, mempertahankan negara kebangsaan (nation-state) merupakan amanah wathaniyah yang tidak bisa ditinggalkan sebagai manivestasi dari Muahadah Wathaniyah atau Darrul Mitsaq pada sebuah negara yang sangat plural dan hiterogen. NU harus mempunyai program untuk memperkuat paham kebangsaan dan paham keagamaan Aswaja An-Nahdliyyah akan tercipta negara yang stabil disatu sisi, dan pengamalan ajaran islam yang tenang dan damai, di sisi lain.

Ketiga, bagi NU, kemanusiaan adalah muara dari semua perujangan dan dakwah untuk mengamalkan dan memperjuangkan Islam Aswaja An-Nahdliyyah, karena itu Ukhuwah Basyariyah adalah komitmen yang tidak boleh dibatasi oleh sekat-sekat agama, etnis, kultur, dan asal usul negara. NU harus mempunyai program membangun solidaritas kemanusiaan (humanis solidarity) sebagai wujud dari akhlakul karimah sebagaimana risalah Rasulullah SAW. Penilaian publik terhadap NU yang sangat kuat memiliki solidaritas kemanusiaan ini harus terus ditingkatkan dalam kehidupan kemasyarakan dan kebangsaan.

Keempat, terciptanya solidaritas dan kerukunan sosial yang harmonis dan saling memahami eksistensi masing-masing merupakan syarat agar tercipta kehidupan sosial yang adil dan beradap. NU harus tetap pada jalur dan program untuk menciptakan tatanan sosial kemasyarakatan yang saling menghargai dan saling melindungi antar sesama warga negara. Program ini, selain dikerjakan secara mandiri yang memang sudah menjadi ciri khas NU, juga harus dikerjasamakan baik dengan sesama organisasi kemasyarakatan maupun dengan pemerintah.

Pancasila dan Aswaja An-Nahdliyyah harus menjadi komitmen dan ditarik satu nafas bagi Umat Islam Indonesia agar tercipta kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan yang kokoh di tengah gempuran ideologi global. Rapuhnya Aswaja An-Nahdliyyah berimplikasi terhadap rapuhnya Ideologi Pancasila, begitu juga sebaliknya. NU harus terus menggaungkan terhadap komitmen tersebut yang disampaikan kepada semua pihak. Semua terpulang kepada pengurus dan Warga Nahdliyyin disemua pihak. Sungguh tantangan yang sangat mulia. Sanggupkah?
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1299 seconds (0.1#10.140)