Menakar Usulan Masa Jabatan Kades
loading...
A
A
A
Masrully
Analis Kebijakan Ahli Pertama LAN.
Baru-baru ini ramai demonstrasi kepala desa se-Indonesia di depan Gedung DPR. Demonstrasi tersebut dilakukan untuk menuntut perubahan kebijakan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun.
Pengunjuk rasa menuntut agar kebijakan yang mengatur tentang desa direvisi, yaitu Undang-Undang No 6/2014 tentang Desa, khususnya bagian yang mengatur tentang masa jabatan kepala desa.
Menurut pada pendemo, masa jabatan selama enam tahun tidak cukup untuk dapat mewujudkan pembangunan desa. Jangka waktu tersebut juga dianggap tidak cukup untuk membangun kerja sama dengan pihak-pihak yang menjadi saingan politik pasca pemilihan kepala desa.
Mengamati perkembangan tersebut, sebenarnya tuntutan itu perlu dikaji secara cermat. Perlu pertimbangan dan menakar terlebih dahulu seberapa perlu dan mendesak untuk dilakukannya perubahan kebijakan penambahan masa jabatan kepala desa.
Dalam studi kebijakan publik, perubahan/perbaikan sebuah kebijakan memang dimungkinkan. Karena pengelolaan kebijakan publik merupakan sebuah proses yang terus menerus dan membentuk sebuah siklus. Menurut Parsons (1997), siklus kebijakan publik meliputi formulasi (perumusan) kebijakan, implementasi kebijakan, evaluasi kebijakan, lalu kembali lagi ke formulasi/perbaikan.
Tidak jauh berbeda dengan itu, menurut William Dunn tahapan kebijakan publik meliputi, penyusunan agenda (agenda setting), formulasi kebijakan (policy formulation), legitimasi kebijakan (policy adoption), implementasi kebijakan (policy implementation) dan penilaian kebijakan (policy evaluation). Namun poinnya disini adalah untuk melakukan perbaikan sebuah kebijakan idealnya ada proses evaluasi/penilaian terhadap kebijakan tersebut terlebih dahulu.
Perubahan kebijakan seyogyanya dilakukan berdasarkan hasil evaluasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Perlu ada kajian/analisis mendalam untuk menilai bagaimana kinerja kebijakan tersebut.
Jika berdasarkan hasil evaluasi memang disimpulkan bahwa kebijakan tersebut menyebabkan kinerjanya tidak efektif, perlu dianalisis lebih lanjut faktor penyebabnya. Berangkat dari sana, baru bisa didesain perbaikan yang perlu dilakukan.
Dalam proses evaluasi kebijakan publik, selain evaluasi substansi juga perlu dilakukan evaluasi implementasi untuk menilai bagaimana proses penerapan kebijakan tersebut. Ap saja kendala dan bagaimana mengatasinya.
Analis Kebijakan Ahli Pertama LAN.
Baru-baru ini ramai demonstrasi kepala desa se-Indonesia di depan Gedung DPR. Demonstrasi tersebut dilakukan untuk menuntut perubahan kebijakan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun.
Pengunjuk rasa menuntut agar kebijakan yang mengatur tentang desa direvisi, yaitu Undang-Undang No 6/2014 tentang Desa, khususnya bagian yang mengatur tentang masa jabatan kepala desa.
Menurut pada pendemo, masa jabatan selama enam tahun tidak cukup untuk dapat mewujudkan pembangunan desa. Jangka waktu tersebut juga dianggap tidak cukup untuk membangun kerja sama dengan pihak-pihak yang menjadi saingan politik pasca pemilihan kepala desa.
Mengamati perkembangan tersebut, sebenarnya tuntutan itu perlu dikaji secara cermat. Perlu pertimbangan dan menakar terlebih dahulu seberapa perlu dan mendesak untuk dilakukannya perubahan kebijakan penambahan masa jabatan kepala desa.
Dalam studi kebijakan publik, perubahan/perbaikan sebuah kebijakan memang dimungkinkan. Karena pengelolaan kebijakan publik merupakan sebuah proses yang terus menerus dan membentuk sebuah siklus. Menurut Parsons (1997), siklus kebijakan publik meliputi formulasi (perumusan) kebijakan, implementasi kebijakan, evaluasi kebijakan, lalu kembali lagi ke formulasi/perbaikan.
Tidak jauh berbeda dengan itu, menurut William Dunn tahapan kebijakan publik meliputi, penyusunan agenda (agenda setting), formulasi kebijakan (policy formulation), legitimasi kebijakan (policy adoption), implementasi kebijakan (policy implementation) dan penilaian kebijakan (policy evaluation). Namun poinnya disini adalah untuk melakukan perbaikan sebuah kebijakan idealnya ada proses evaluasi/penilaian terhadap kebijakan tersebut terlebih dahulu.
Perubahan kebijakan seyogyanya dilakukan berdasarkan hasil evaluasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Perlu ada kajian/analisis mendalam untuk menilai bagaimana kinerja kebijakan tersebut.
Jika berdasarkan hasil evaluasi memang disimpulkan bahwa kebijakan tersebut menyebabkan kinerjanya tidak efektif, perlu dianalisis lebih lanjut faktor penyebabnya. Berangkat dari sana, baru bisa didesain perbaikan yang perlu dilakukan.
Dalam proses evaluasi kebijakan publik, selain evaluasi substansi juga perlu dilakukan evaluasi implementasi untuk menilai bagaimana proses penerapan kebijakan tersebut. Ap saja kendala dan bagaimana mengatasinya.