Seminar Proteksi Diri dari Predator Seksual, Otto: UU TPKS Harus Disosialisasikan
loading...
A
A
A
“Bahkan prevalensi kekerasan seksual oleh selain pasangan dalam setahun terakhir meningkat dari 4,7% pada 2016 menjadi 5,2% pada tahun 2021,” katanya.
Sedangkan berdasarkan hasilsurvei nasional pengalaman hidup anak dan remaja tahun 2021, yakni 4 dari 100 anak laki-laki usia 13–17 tahun di perkotaan, pernah mengalami kekerasan seksual dalam bentuk kontak maupun nonkontak di sepanjang hidupnya.Sementara di perdesaan, prevalensinya sebanyak3 dari 100 anak laki-laki.
“Bagi anak perempuan yang tinggal, baik di perkotaan bahkan perdesaan, prevalensinya bahkan 2 kali lipatnya anak laki-laki, yaitu 8 dari 100,” katanya.
Menurutnya, angka itu merupakan fenomena gunung es, yakni jumah korban dan kasus kekerasan seksual yang sebenarnya terjadi jauh lebih tinggi dari pada yang dilaporkan.
“Keadaan ini harus menjadi perhatian kita semua karena dampak yang ditimbulkan kepada korban mengakibatkan penderitaan fisik, mental, kesehatan, ekonomi, dan juga sosial,” pungkasnya.
Lahirnya UU 12 Tahun 2022 tentang TPKS, lanjut Bintang, merupakan suatu bukti bahwa negara berupaya melindungi rakyatnya. Ia berharap, semua mengawal implementasi UU tersebut demi terciptanya lingkungan yang aman dan bebas dari tindak kekerasan seksual.
“Pembaruan hukum ini memiliki tujuan mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban,” imbuhnya.
Kemudian, lanjut dia, melaksanakan penegakan hukum, merehabilitasi korban, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, dan menjamin tidak berulangnya kekerasan seksual.
Seminar ini diikuti sejumlah mahasiswa UKI serta murid SMP danSMA atau sederajat dan pihak lainnya secara luring dan daring. Selain itu, dihadiri jajaran teras DPN Peradi dan civitas akademika UKI Jakarta.
Sedangkan berdasarkan hasilsurvei nasional pengalaman hidup anak dan remaja tahun 2021, yakni 4 dari 100 anak laki-laki usia 13–17 tahun di perkotaan, pernah mengalami kekerasan seksual dalam bentuk kontak maupun nonkontak di sepanjang hidupnya.Sementara di perdesaan, prevalensinya sebanyak3 dari 100 anak laki-laki.
“Bagi anak perempuan yang tinggal, baik di perkotaan bahkan perdesaan, prevalensinya bahkan 2 kali lipatnya anak laki-laki, yaitu 8 dari 100,” katanya.
Menurutnya, angka itu merupakan fenomena gunung es, yakni jumah korban dan kasus kekerasan seksual yang sebenarnya terjadi jauh lebih tinggi dari pada yang dilaporkan.
“Keadaan ini harus menjadi perhatian kita semua karena dampak yang ditimbulkan kepada korban mengakibatkan penderitaan fisik, mental, kesehatan, ekonomi, dan juga sosial,” pungkasnya.
Lahirnya UU 12 Tahun 2022 tentang TPKS, lanjut Bintang, merupakan suatu bukti bahwa negara berupaya melindungi rakyatnya. Ia berharap, semua mengawal implementasi UU tersebut demi terciptanya lingkungan yang aman dan bebas dari tindak kekerasan seksual.
“Pembaruan hukum ini memiliki tujuan mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban,” imbuhnya.
Kemudian, lanjut dia, melaksanakan penegakan hukum, merehabilitasi korban, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, dan menjamin tidak berulangnya kekerasan seksual.
Seminar ini diikuti sejumlah mahasiswa UKI serta murid SMP danSMA atau sederajat dan pihak lainnya secara luring dan daring. Selain itu, dihadiri jajaran teras DPN Peradi dan civitas akademika UKI Jakarta.