Kasus Covid-19 Melonjak, Lampu Kuning untuk Pilkada Serentak

Selasa, 14 Juli 2020 - 09:31 WIB
loading...
Kasus Covid-19 Melonjak, Lampu Kuning untuk Pilkada Serentak
Kekhawatiran kian tinggi mengiringi rencana pelaksanaan pilkada serentak pada 9 Desember mendatang. Foto/Koran SINDO/Yulianto
A A A
JAKARTA - Kekhawatiran kian tinggi mengiringi rencana pelaksanaan pilkada serentak pada 9 Desember mendatang. Hal tersebut dipicu makin melonjaknya kasus positif Covid-19 di Tanah Air. Kembali muncul usulan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda pelaksanaan pilkada ini dengan alasan keselamatan warga.

Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebelumnya bersikukuh tetap menggelar pilkada dengan alasan Covid-19 belum diketahui kapan waktunya akan berakhir. Konsekuensinya, pemerintah akhirnya harus menambah anggaran pilkada sebesar Rp4,7 triliun melalui APBN. Tambahan anggaran ini untuk pengadaan alat pelindung diri (APD) karena pilkada digelar di masa pandemi sehingga harus memenuhi protokol kesehatan.

Namun, tren kasus Covid-19 di Tanah Air beberapa pekan ini makin mengkhawatirkan. Jumlah pasien baru terus meningkat tajam. Bahkan, pada Kamis (9/7) tercatat rekor tertinggi penambahan pasien baru, yakni 2.657 kasus dalam sehari. Merespons hal ini, kemarin, Presiden Joko Widodo meminta agar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 memberi perhatian khusus kepada delapan provinsi yang memiliki kasus Covid-19 tertinggi (lihat infografis).

Pada provinsi yang disebutkan Presiden Jokowi tersebut, terdapat kabupaten/kota di dalamnya yang akan menggelar pilkada. Bahkan, puluhan di antaranya kategori zona merah atau memiliki kerawanan penularan virus yang tinggi. (Baca: Meksiko Mau Tukar Pesawat Kepresidenan dengan Alat Medis)

Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengatakan, penundaan tahapan pilkada untuk kedua kalinya memungkinkan. Hal tersebut telah diatur pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020. Hanya, inisiatif untuk kembali menunda tahapan pilkada harus datang dari pemerintah.

“Inisiatif mesti dari pemerintah karena mereka yang punya infrastruktur informasi dan jaringan. Nanti dibahas bersama dengan DPR dan KPU,” ujarnya saat dihubungi kemarin.

Mardani juga mencermati tren peningkatan kasus Covid-19. Namun, kata dia, keputusan apakah kelanjutan tahapan pilkada sudah membahayakan atau tidak, mesti dilihat dulu data peningkatannya di setiap wilayah, apakah menyeluruh atau tidak. Dia beranggapan, waktu yang tepat untuk memutuskan pilkada ditunda atau berlanjut nanti dua bulan sebelum hari H. “Cut off-nya nanti 9 Oktober,” ujarnya.

Tahapan pilkada serentak sejauh ini masih terus berjalan. Pada 15 Juni memasuki tahapan pencocokan dan penelitian data. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga melihat tingginya risiko di lapangan saat ini. Namun, sejauh ini Bawaslu mencoba memperketat pengawasan, khususnya dalam hal penerapan protokol kesehatan. Meski daya jangkau pengawasan juga terbatas, namun diharapkan pelanggaran bisa diminimalkan.

“Harapan kami, pilkada yang dilaksanakan di tengah situasi pandemi ini bisa tetap berkualitas,” ujar anggota Bawaslu Muhammad Afifuddin saat dihubungi kemarin. (Baca juga: Prabowo Urusi Cadangan Pangan, Pengamat: Berpotensi Mengulang Masa Orba)

Mengenai kemungkinan penundaan pilkada, atau menunda pemungutan suara pada sebagian daerah yang saat ini dalam kondisi zona merah akibat Covid-19, Afifuddin mengatakan itu tergantung keputusan pemerintah bersama DPR. “Ditunda atau tidak, tentu butuh keputusan politik,” ujarnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1140 seconds (0.1#10.140)