Kasus Bank Swadesi, Kuasa Hukum Ungkap Kejanggalan Penyidikan Bareskrim

Senin, 13 Juli 2020 - 13:15 WIB
Padahal lelang dilakukan secara terbuka sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang serta tercatat dalam risalah lelang yang diterbitkan KPKNL. “Aneh jika appraisal independen yang menaksir dan menentukan nilai likuidasi aset lelang tidak diperiksa. Petunjuk hakim praperadilan kan jelas untuk mendalami benturan kepentingan dalam proses lelang,” tutur Fransisca.

Kejanggalan lain adalah penyidik tidak pernah mempertimbangkan putusan pengadilan tahun 2016 yang memvonis bebas murni petugas KPKNL Usman Arif Murtopo, atas dugaan penyalahgunaan wewenang sebagaimana laporan Rita Kishore. “Kami jadi bertanya-tanya ada apa antara penyidik dan debitur wanprestasi ini,” ucapnya.

Kejanggalan lainnya adalah kesaksian saksi ahli, Nindyo Pramono yang dihadirkan debitur pada sidang praperadilan guna mementahkan upaya SP3 Polda Bali. Kesaksian itu justru dipakai kembali oleh penyidik untuk memperkuat argumen hukum dalam penetapan ke 20 tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri.

Pakar Hukum Perbankan Yunus Husen yang dihadirkan sebagai saksi ahli dalam gekar perkara kasus ini, akhir pekan lalu mengingatkan Bareskrim Polri untuk tidak memaksakan sebuah perkara perdata masuk ke ranah pidana. Mantan Kepala PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) ini menegaskan bahwa penanganan sebuah perkara perdata harus diselesaikan pula secara perdata.

Yunus memberi pandangan kepada penyidik terkait penerapan Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Perbankan yang menjerat ke-20 tersangka. Ia menilai pelanggaran yang diduga dilakukan oleh para tersangka sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut bukanlah ranah pidana, melainkan kesalahan administrasi yang bisa diperbaiki melalui kesepakatan kedua pihak yang berperkara.

“Jadi pasal 49 itu tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan, tapi langkah yang di perintahkan oleh otoritas dalam hal ini BI atau OJK,” jelas Yunus.

Kasus ini bermula pada Maret dan Juni 2008, di mana debitur Ratu Kharisma mendapatkan fasilitas kredit dari Bank Swadesi sejumlah Rp10,5 miliar dengan agunan berupa tanah seluas 1.520 meter persegi di daerah Seminyak, Bali. Baru membayar angsuran dan bunga Rp300 juta, debitur lalai atas kewajibannya. Tercatat sejak Juni 2009 tidak lagi membayar bunga dan angsuran.

Setelah diberitahukan, peringatan, dan pemutusan kredit, bank mengajukan lelang umum di KPKNL Denpasar. Hasilnya aset tersebut laku dilelang dengan nilai Rp6,386 miliar melalui lima kali proses lelang. Bahkan saat lelang keempat, debitur meminta kreditur melakukan utang hapus Rp5 miliar sesuai putusan hakim dalam gugatan wanprestasi yang mewajibkan debitur membayar utang Rp 5 miliar, selisih dari nominal utang dipotong nilai aset yang dilelang

Namun pihak Rita tidak puas karena nilai lelang jauh di bawah nilai pasar. Setelah melalui proses panjang, akhirnya Rita melaporkan komisaris, direksi, dan karyawan Bank Swadesi ke Polda Bali atas dugaan melakukan tindak pindana perbankan (tipibank) yang saat ini ditangani Bareskrim Polri.
(poe)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More