Membangun Sumber Ekonomi Baru Menghadapi Ancaman Resesi Global
Kamis, 01 Desember 2022 - 15:15 WIB
Penggunaan atau pembelian produk-produk dalam negeri tentu juga dapat menjadi strategi menghadapi resesi global dengan mendorong tingkat konsumsi masyarakat. Tentunya disesuikan dengan kemampuan daya beli masyarakat dengan menjaga nilai inflasi dan harga barang kebutuhan.
Sebagai contoh, Jepang mencatatkan kenaikan inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir sejak Februari 1982 yaitu sebesar 3,6%. Bank Jepang (BOJ) menyebut inflasi negara itu naik selama 14 bulan berturut-turut dan angka pada Oktober telah melampaui kenaikan 3% di bulan sebelumnya.
Menurut perusahaan analisis Teikoku Databank Ltd, harga sekitar 6.700 barang sehari-hari naik di Oktober. Sementara harga makanan naik rata-rata 5,9%, disusul listrik 20,9%, dan gas 26,8%. Angka inflasi belakangan ini diperburuk oleh peningkatan harga energi dan Yen yang melemah.
Kondisi ini disikapi oleh masyarakat Jepang dengan mulai mengurangi pengeluaran secara drastis sebagai imbas dari harga barang dan jasa yang terus meroket di tengah hantaman inflasi. Namun kehati-hatian keuangan semacam itu telah membuat rumah tangga Jepang malah mengumpulkan aset sebesar Rp244 triliun selama bertahun-tahun, dengan lebih dari setengahnya disimpan dalam tabungan.
Gaya hidup hemat ini yang kemudian membuat pemerintah sakit kepala, karena bisa bikin ekonomi nasional hampir mati. Pemerintah Jepang memberikan bantuan masing-masing senilai 100.000 Yen atau sekitar Rp12,5 juta untuk setiap anggota keluarga sebagai bagian dari program menggenjot konsumsi masyarakat. Tapi yang terjadi adalah, uang itu lebih banyak ditabung daripada untuk belanja.
Pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida telah membayar hampir Rp244 triliun dalam bentuk bantuan langsung tunai kepada keluarga. Namun tidak seperti stimulus AS yang mengangkat belanja konsumen, dampaknya terlihat terbatas di Jepang, di mana rumah tangga lebih cenderung menyimpan uang atau membayar utang.
Meningkatkan konsumsi produk-produk lokal tentu sangat perlu memperhatikan tingkat daya beli masyarakat terhadap harga barang kebutuhan. Sehingga perputaran ekonomi domistik tetap terjaga dengan baik, yang akan berdampak menahan laju PHK akibat arus barang konsumsi.
Memperdalam Sektor Keuangan
Untuk mendukung sumber-sumber ketahanan, maka juga diperlukan percepatan proses penyusunan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK). Mengingat sektor keuangan Indonesia masih sangat dangkal sementara industri ini menghadapi disrupsi teknologi yang masif. Reformasi sektor keuangan dengan meningkatkan lebih luas akses jasa keuangan. Dengan memperluas sumber pembiayaan jangka panjang akan meningkatkan daya saing dan efisiensi, serta meningkatkan perlindungan investor dan konsumen. Sebab kondisi ekonomi Indonesia masih relatif lebih solid.
Transformasi Ekonomi Hijau
Sebagai contoh, Jepang mencatatkan kenaikan inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir sejak Februari 1982 yaitu sebesar 3,6%. Bank Jepang (BOJ) menyebut inflasi negara itu naik selama 14 bulan berturut-turut dan angka pada Oktober telah melampaui kenaikan 3% di bulan sebelumnya.
Menurut perusahaan analisis Teikoku Databank Ltd, harga sekitar 6.700 barang sehari-hari naik di Oktober. Sementara harga makanan naik rata-rata 5,9%, disusul listrik 20,9%, dan gas 26,8%. Angka inflasi belakangan ini diperburuk oleh peningkatan harga energi dan Yen yang melemah.
Kondisi ini disikapi oleh masyarakat Jepang dengan mulai mengurangi pengeluaran secara drastis sebagai imbas dari harga barang dan jasa yang terus meroket di tengah hantaman inflasi. Namun kehati-hatian keuangan semacam itu telah membuat rumah tangga Jepang malah mengumpulkan aset sebesar Rp244 triliun selama bertahun-tahun, dengan lebih dari setengahnya disimpan dalam tabungan.
Gaya hidup hemat ini yang kemudian membuat pemerintah sakit kepala, karena bisa bikin ekonomi nasional hampir mati. Pemerintah Jepang memberikan bantuan masing-masing senilai 100.000 Yen atau sekitar Rp12,5 juta untuk setiap anggota keluarga sebagai bagian dari program menggenjot konsumsi masyarakat. Tapi yang terjadi adalah, uang itu lebih banyak ditabung daripada untuk belanja.
Pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida telah membayar hampir Rp244 triliun dalam bentuk bantuan langsung tunai kepada keluarga. Namun tidak seperti stimulus AS yang mengangkat belanja konsumen, dampaknya terlihat terbatas di Jepang, di mana rumah tangga lebih cenderung menyimpan uang atau membayar utang.
Meningkatkan konsumsi produk-produk lokal tentu sangat perlu memperhatikan tingkat daya beli masyarakat terhadap harga barang kebutuhan. Sehingga perputaran ekonomi domistik tetap terjaga dengan baik, yang akan berdampak menahan laju PHK akibat arus barang konsumsi.
Memperdalam Sektor Keuangan
Untuk mendukung sumber-sumber ketahanan, maka juga diperlukan percepatan proses penyusunan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK). Mengingat sektor keuangan Indonesia masih sangat dangkal sementara industri ini menghadapi disrupsi teknologi yang masif. Reformasi sektor keuangan dengan meningkatkan lebih luas akses jasa keuangan. Dengan memperluas sumber pembiayaan jangka panjang akan meningkatkan daya saing dan efisiensi, serta meningkatkan perlindungan investor dan konsumen. Sebab kondisi ekonomi Indonesia masih relatif lebih solid.
Transformasi Ekonomi Hijau
Lihat Juga :
tulis komentar anda