Membangun Sumber Ekonomi Baru Menghadapi Ancaman Resesi Global

Kamis, 01 Desember 2022 - 15:15 WIB
Pengembangan hilirisasi industri minerba bukan hal yang mudah, karena selama ini negara industrialis adalah pasar bahan mentah hasil tambang bertahun-tahun hingga sebelum Indonesia merdeka di masa penjajahan. Perjuangan ini sungguh perlu mendapat dukungan seluruh masyarakat luas Indonesia.

Presiden Jokowi pada awal 2020 telah melarang ekspor biji nikel mentah, sejak berdirinya smelter pengolahan nikel di Sulawesi. Kebijakan ini berakibat adanya gugatan dari negara Uni Eropa yang selama ini mendapatkan keuntungan besar dari impor mentah biji nikel. Presiden Jokowi menyatakan Indonesia akan memakai jasa pengacara paling ulung untuk menghadapi gugatan negara Uni Eropa di WTO.

Jokowi juga yakin hilirisasi bisa mendorong pendapatan per kapita Indonesia. Hal itu bisa tercapai asal dilakukan secara konsisten. Setelah itu Jokowi berpesan agar pemimpin selanjutnya tidak perlu takut untuk menyetop ekspor nikel meski kalah dalam gugatan di WTO.

Perlu diketahui, sejak kebijakan hilirisasi minerba dalam catatan Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), tahun ini hasil ekspor nikel diprediksi menembus USD27 miliar-USD30 miliar atau Rp418 triliun-Rp465 triliun (kurs rupiah Rp15.500 per dolar AS).

Sebelum larangan ekspor bijih nikel berlaku di Indonesia, nilai ekspor bijih nikel hanya mencapai USD3 miliar atau Rp46,5 triliun (kurs Rp15.500 per dolar AS) pada 2017-2018. Adapun di 2021 nilai ekspor melejit mencapai UD20,9 miliar atau sekitar Rp323 triliun. Menurut data Kementerian Perdagangan dan Kemenko Perekonomian, di akhir 2022 ekspor nikel bisa mencapai USD27 miliar-USD30 miliar (Rp465 triliun) dari dampak hilirisasi.

Kemudian Kementerian ESDM mencatat kontribusi penerimaan negara bukan pajak dari sektor mineral dan batu bara hingga 11 November mencapai Rp146,85 triliun. Ekspor batubara disebut berperan memberikan kontribusi lebih dari 60%. Perlu diketahui transaksi berjalan RI surplus USD4,4 miliar.

Pelaksana Tugas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Mohammad Kemal khawatir resesi global akan menggerus minat perusahaan untuk berinvestasi di sektor minyak dan gas. Resesi global diperkirakan terjadi pada 2023 dan dampaknya akan memukul sejumlah industri. Perusahaan cenderung tidak mau berinvestasi karena menahan cash flow. Namun SKK Migas akan berusaha mengatasi kekhawatiran itu. Salah satunya dengan dengan mengunci program kerja dan anggaran yang sedang berjalan.

Adapun SKK menargetkan investasi di sektor migas sebesar USD14 miliar atau setara dengan Rp219,2 triliun (kurs Rp15.644 per dolar AS). Untuk tahun ini, target investasi untuk hulu migas senilai USD13,2 miliar. Optimistis target tersebut tercapai.

Mendorong Penggunaan Produk Dalam Negeri

Hal ini sejalan dengan permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang selalu menekankan penggunaan produk dalam negeri. Perlu diketahui APBN 2023 lebih dari Rp3.000 triliun dan hampir Rp750 triliun di antaranya bisa digunakan untuk belanja produk dalam negeri. Maka alokasi belanja ini, meski jangka pendek, bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More