Saat Terorisme Bersemayam di Sekolah
Senin, 14 November 2022 - 11:46 WIB
Itu karena yang ada di bawah permukaan jauh lebih banyak dibanding yang muncul di atas permukaan. Itulah prinsip konseptual gunung es.
Prinsip konseptual gunung es patut diberlakukan pada fenomena terorisme. Ada dua alasan. Pertama, terorisme adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang tindak praktisnya dibangun di atas sebuah ideologi yang menggerakkan pelakunya untuk tidak hanya berpikir melainkan juga bertindak konkret untuk merealisasikannya dalam aksi nyata.
Kedua, sebagai akibat lanjutan dari karakter dan jenis kejahatannya. Terorisme selalu menggunakan strategi bawah tanah (underground movement) yang kemunculannya ke permukaan dilakukan hanya saat perhatian publik dan atau aparat keamanan menunjukkan tingkat rendahnya.
Karena itu, saat terorisme bersemayam di sekolah, saat itu pula perhatian publik harus segera dikonversi menjadi kewaspadaan tingkat tinggi. Hal itu lebih-lebih saat orang yang terpapar dan sekaligus kemudian menjadi pelaku aktifnya adalah guru yang menjabat sebagai kepala sekolah.
Dia tidak saja bertindak sebagai orang yang bertugas mendidik anak di sekolah, melainkan juga berkewenangan untuk membuat kebijakan apapun di sekolah dimaksud.
Model dan ukuran bisa beda. Tetapi sebagai sebuah fenomena, terorisme di sekolah melalui figur kepala sekolah seperti oknum AR di Sumenep di atas mengirimkan sinyal kuat bahwa sekolah sebagai ruang publik kini bukan saja tidak lagi steril dari terorisme.
Tetapi juga menjadi saluran strategis bagi pengembangan ideologi dan kader terorisme berbasis pengambil kebijakamn yang bernama kepala sekolah. Untuk itu, para pemangku kepentingan pendidikan penting menyalakan alarm darurat antiterorisme di lembaga pendidikan.
Langkah Konkret
Apa yang harus dilakukan dalam darurat antiterorisme di lembaga pendidikan? Minimal ada tiga langkah konkret untuk melabuhkan darurat antiterorisme di lembaga pendidikan.
Pertama, uji wawasan kebangsaan pendidik. Kepala sekolah menjadi bagian sentral dari uji wawasan kebangsaan pendidik ini. Pasalnya, kepala sekolah selalu berasal dari figur guru yang sudah memperoleh pengalaman memadai dalam bertugas sebagai pendidik dan kemudian memegang jabatan sebagai manajer sekolah.
Prinsip konseptual gunung es patut diberlakukan pada fenomena terorisme. Ada dua alasan. Pertama, terorisme adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang tindak praktisnya dibangun di atas sebuah ideologi yang menggerakkan pelakunya untuk tidak hanya berpikir melainkan juga bertindak konkret untuk merealisasikannya dalam aksi nyata.
Kedua, sebagai akibat lanjutan dari karakter dan jenis kejahatannya. Terorisme selalu menggunakan strategi bawah tanah (underground movement) yang kemunculannya ke permukaan dilakukan hanya saat perhatian publik dan atau aparat keamanan menunjukkan tingkat rendahnya.
Karena itu, saat terorisme bersemayam di sekolah, saat itu pula perhatian publik harus segera dikonversi menjadi kewaspadaan tingkat tinggi. Hal itu lebih-lebih saat orang yang terpapar dan sekaligus kemudian menjadi pelaku aktifnya adalah guru yang menjabat sebagai kepala sekolah.
Dia tidak saja bertindak sebagai orang yang bertugas mendidik anak di sekolah, melainkan juga berkewenangan untuk membuat kebijakan apapun di sekolah dimaksud.
Model dan ukuran bisa beda. Tetapi sebagai sebuah fenomena, terorisme di sekolah melalui figur kepala sekolah seperti oknum AR di Sumenep di atas mengirimkan sinyal kuat bahwa sekolah sebagai ruang publik kini bukan saja tidak lagi steril dari terorisme.
Tetapi juga menjadi saluran strategis bagi pengembangan ideologi dan kader terorisme berbasis pengambil kebijakamn yang bernama kepala sekolah. Untuk itu, para pemangku kepentingan pendidikan penting menyalakan alarm darurat antiterorisme di lembaga pendidikan.
Langkah Konkret
Apa yang harus dilakukan dalam darurat antiterorisme di lembaga pendidikan? Minimal ada tiga langkah konkret untuk melabuhkan darurat antiterorisme di lembaga pendidikan.
Pertama, uji wawasan kebangsaan pendidik. Kepala sekolah menjadi bagian sentral dari uji wawasan kebangsaan pendidik ini. Pasalnya, kepala sekolah selalu berasal dari figur guru yang sudah memperoleh pengalaman memadai dalam bertugas sebagai pendidik dan kemudian memegang jabatan sebagai manajer sekolah.
tulis komentar anda